Haji 2018

-324- Mereguk Keutamaan Raudah di Masjid Nabawi Madinah

Saturday, January 12, 2019


Bismillahirrahmanirrahim. 

Waktu demikian cepat sekali berlalu. Akhirnya tibalah masa di mana kami harus meninggalkan Mekah. Hari itu, menjadi hari terakhir kami salat di Masjidil Haram. Bada Subuh, kami semua harus sudah melaksanakan Tawaf Wada (tawaf perpisahan) dan segera kembali ke hotel karena bus yang membawa kami menuju Madinah akan diberangkatkan bakda Zuhur. Sepulang dari Tawaf Wada, kami akan disibukkan dengan persiapan mengurus koper dan barang-barang juga bersiap menunggu giliran menunggu bus. 

Semua persiapan perpindahan jemaah dilakukan oleh PPIH dengan sangat rapi. Koper besar sudah sejak sebelum salat subuh harus dikeluarkan di depan kamar masing-masing, dan nantinya akan diambil oleh petugas untuk diletakkan di dalam bus sesuai rombongan. Sembari menanti pemberangkatan, semua jemaah diminta menunggu di kamar masing-masing, agar tidak terjadi kemacetan di lift dan penumpukan jemaah di lobi. 

Bakda Zuhur, kami semua sudah diminta untuk turun dan naik ke dalam bus sesuai rombongan. Bus pun diberangkatkan tak lama setelah semua rombongan satu kloter siap. (Kebayang ya, mengurus rombongan Indonesia yang satu kloternya terdiri dari 400 - 450 orang, harus lengkap semua dan dipastikan tidak ada yang tertinggal). 

Suasana di depan Masjid Nabawi Pintu 21-25
Perasaan saya boleh dibilang bercampur aduk. Ada rasa sedih, karena meninggalkan Mekah Al-Mukaramah, ada rasa rindu untuk segera pulang ke tanah air, namun ada pula terselip perasaan gembira karena akan kembali ke Madinatul Munawarah, mengunjungi Masjid Nabawi, dan tentunya, kembali memiliki kesempatan untuk berlama-lama di Raudah. 

Ada beberapa perbedaan antara Masjid Nabawi dan Masjidil Haram, diantaranya ialah keutamaannya, sebagaimana sabda Nabi: 

صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاَةٌ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ
“Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Harom. Shalat di Masjidil Harom lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah no. 1406, dari Jabir bin ‘Abdillah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1173)
Suasana hotel sekitar Masjid Nabawi
Begitupun dengan tempat-tempat mustajab untuk berdoa. Jika di Masjidil Haram terdapat Hijr Ismail, diantara Hajar Aswad dan pintu kakbah atau yang biasa dikenal dengan sebutan Multazam, dan Maqam Ibrahim. Di Masjid Nabawi terdapat Raudah. 

Kekhasan lainnya juga adalah tempat salat, jika di Masjidil Haram tempat kita beribadah bercampur, yakni saat tawaf, sai dan bisa salat berdekatan dengan mahram. Di Masjid Nabawi, jemaah laki-laki dan perempuan benar-benar terpisah. 

Jemaah perempuan punya pintu-pintu salat sendiri, begitupun juga dengan laki-laki. Jadi, jika kebetulan kita dikaruniai Allah kesempatan untuk umrah atau haji bersama suami atau orang tua laki-laki, bisa melakukan temu janji untuk bertemu di pintu keluar atau tempat-tempat yang mudah untuk diingat dan dijangkau. 

Setiap pintu keluar, selalu ada nomornya, sehingga sangat memudahkan. Perbedaan lainnya, ialah suasananya. Jika di Mekah, jarak penginapan menuju Masjidil Haram jauh-jauh, sehingga perlu transportasi khusus. Di Madinah, semua penginapan mengelilingi Masjid Nabawi dan berada di dalam satu komplek, sehingga tidak ada yang terasa jauh. Semua jemaah hanya tinggal berjalan kaki saja menuju Masjid. 

Suasana pagi di sekitar hotel
Dan beruntungnya, alhamdulillah, hotel yang kami tempati di Madinah, persis di depan pintu masuk no 25. Tidak sampai lima menit berjalan kaki. Letak kamar juga berada di lantai tiga, masih sangat strategis. Setiap hotel pasti penuh dengan jemaah. Lift selalu penuh antrian menjelang dan setelah waktu salat. Alhamdulillah, karena lantai kami masih bisa dijangkau dengan tangga, kami tidak perlu repot mengantri lift dan terhindar dari keramaian antrian yang panjang sampai luar hotel, dan sesekali bahkan bisa sampai jalanan. 

Keberuntungan lainnya, pintu 25 adalah pintu masuk Raudah untuk jemaah perempuan. Ya Allah, sangat berterima kasih pada Allah atas semua kemudahan saat di Madinah ini. Saya bisa bolak balik hotel-masjid di lima waktu salat karena jaraknya sangat dekat, dan berkesempatan selalu salat di pintu tempat masuk ke Raudah. 

 Pintu 25 berada tidak jauh dari sini.
Saya ingat saat berkesempatan Umrah sebelumnya, hotel tempat kami menginap di pintu 12, di mana menuju Raudah harus memutar dulu -cukup jauh- sehingga tidak bisa setiap saat salat di pintu 25 dan mengantri masuk Raudah. Bersama rombongan umrah, kami baru berkesempatan ke Raudah pada malam hari dan hanya beberapa kali saja ke sana. 

Sementara saat haji ini, alhamdulillah saya punya kesempatan datang ke Raudah dengan mudah saat sehat dan kuat. Beberapa kali, saya pergi sendiri, selebihnya bersama teman satu kamar. 

Ah ya, bagaimana dengan Mbak Novi? 

Simak yuks, :)

Madinah dan Pengalaman Masuk Taman Surga Raudhoh


Mereguk Keutamaan Berdoa di Raudah

Rasulullah SAW bersabda :
ما بين بيتي ومنبري رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ
Di antara rumahku dan mimbarku ada raudhah min riyadhil Jannah (sebuah taman di antara taman-taman surga).” (HR. Bukhari)

Raudah akan menjadi tempat yang dirindui oleh jemaah karena keutamaannya. Tidak seperti saat hendak mencium hajar aswad yang demikian padat dan bercampur antara jemaah perempuan dan laki-laki. Raudah terpisah dan antriannya dibuat sangat rapi. 

Untuk jemaah perempuan, terdapat tiga waktu khusus untuk datang ke Raudah. 

  1. Seusai Salat Subuh. Raudah akan dibuka sesaat setelah matahari terbit, mulai pukul 07.00 s.d 11.00 waktu Arab Saudi. Setelah salat subuh, jemaah bisa keluar dulu untuk sarapan, dan kembali lagi pukul 08.00 untuk mengantri, atau langsung antri dari salat subuh berjamaah.
  2. Bakda Salat Zuhur s.d sekira pukul 15.00 sebelum Asar. Karena waktunya yang terbatas, jemaah yang ingin mengantri menuju Raudah dibatasi. Jika kita ingin ikut antrian, ikutlah salat zuhur berjamaah di pintu 25 dan 29, datang lebih awal agar dapat masuk ke saf bagian depan. Mengapa harus di depan? karena saf di dalam ruangan akan dibagi dua, dan dipisahkan kembali oleh pintu. Amati pintu pemisah ini, karena di waktu salat lainnya, pintu ini tidak difungsikan. Pintu pemisah akan ditutup saat iqamat. Jemaah yang berada di dalam berkesempatan untuk masuk menuju Raudah, sedangkan yang di luar (meskipun masih sama-sama berada di dalam ruangan) tidak diperkenankan masuk dalam antrian. 
  3. Bakda Salat Isya. Ini juga waktunya panjang, sampai lewat tengah malam biasanya. 
Suasana jemaah perempuan di pelataran, menanti waktu salat

Mengapa perlu antri dan dibatasi? 


Karena Raudah termasuk area yang digunakan untuk salat jemaah laki-laki, dan tempatnya tidak terlalu luas.

Karena tempatnya tidak luas, sementara jemaah yang ingin masuk sangat banyak, dibuatlah sistem antrian. 

Sistem antrian pada jemaah perempuan sangat rapi. Sejak mulai sebelum salat jemaah akan dilaksanakan, saf salat ditata, berdasarkan asal negara. Melayu-India-Turki-Eropa-Afrika dll, masing-masing negara akan dikumpulkan dalam satu tempat saf salat.  

Suasana antrian menanti dibukanya pintu Raudah
Mengapa? untuk kenyamanan, kemudahan dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti misalnya -maaf- kegencet. Postur Afrika yang tinggi besar kalau bercampur dengan orang Indonesia yang semampai agak mengkhawatirkan saat antrian.

Selain itu, BUDAYA. Tidak mudah mengatur sedemikian banyak jemaah yang ingin mengantri masuk menuju Raudah. Ada negara tertentu yang budayanya tidak sabaran, ingin didahulukan dan lain-lain, sehingga jika antriannya dibuat bercampur, dikhawatirkan akan menimbulkan kekacauan. 

Nah, setiap antrian di negara tersebut, disediakan panitia dari Masjid Nabawi yang saya perhatikan juga berasal dari negara tersebut, menguasai bahasanya, mengenali budayanya, dan ini sangat efektif untuk menjaga ketertiban selama proses antrian. Jadi misalnya, di antrian negara Turki, ada petugas dari Masjid Nabawi yang juga orang asli Turki, lalu juga ada petugas haji -semacam PPIH di Indonesia- Turki yang membantu. 


Suasana di pelataran jemaah laki-laki seusai salat.

Apa yang perlu dilakukan untuk menuju Raudah?

SABAR DALAM ANTRIAN. Insyaallah, semua yang antri akan dapat giliran masuk Raudah, yang perlu jemaah lakukan adalah, SABAR MENANTI GILIRAN. Ini yang seringkali tidak dimiliki oleh jemaah. KESABARAN

Ikuti saja semua arahan dari petugas, saat diminta duduk mengantri, duduk saja dulu. Saat diminta tenang ya tenang. Jangan tergesa, tidak perlu berlari, tidak perlu takut tidak kebagian. Masa mengantri memang cukup lama, sekitar 1,5 s.d 2 jam. Seringkali, ada jemaah yang tidak sabar, berlari atau menyelinap masuk di dalam rombongan negara lain. Hal ini agak riskan dan dikhawatirkan menimbulkan kecelakaan ataupun hal-hal yang tidak diinginkan. 


Suasana di depan pintu 12 jemaah perempuan saat payung tertutup

Apa lagi selain sabar? 

Menjaga niat dan fokus pada tujuan. Perbanyak berdoa-meminta-memohon dan beristighfar selama masa mengantri. Niat kita ke Raudah adalah mengambil keutamaan berdoa. Sehingga niat kita, fokus kita adalah menuju ke sana. 

Sebaiknya tinggalkan dulu sejenak segala kesibukan kita dengan smartphone atau yang lainnya. Fokus perbanyak berdoa, sebab di dalam Raudah waktu kita juga sangat terbatas. Harus mau bersabar juga dengan antrian jemaah yang sangat banyak di dalam ruangan yang tidak terlalu luas. Doa-doa umum diselesaikan dulu di luar Raudah, sehingga doa-doa khusus yang utama yang nantinya kita bawa ke dalam. 

Selain itu, perlu juga mempersiapkan sedikit bekal sekadar mengganjal perut jikalau lapar. Namun sebaiknya tidak perlu terlalu banyak makan dan minum. Khawatir jadi ingin buang hajat, artinya, kita harus keluar menuju kamar mandi, dan mengantri lagi dari awal. 


Apa kita bisa salat sunah di Raudah? 

Bisa, insyaallah. Di dalam raudah, petugas bahkan mempersilakan setiap jemaah untuk melaksanakan salat sunah. Biasanya yang ingin salat diminta menuju ke saf depan. Namun perlu diingat, yang antri untuk salat juga banyak. Setelah salat, persilakan jemaah lain untuk salat, dan kita mundur ke belakang untuk berdoa. Setelah itu pun, jika hajat kita sudah tertunaikan, segera mencari pintu keluar, agar jemaah yang lainnya yang sedang antri juga bisa masuk ke dalam. 

Suasana saat lengang

Bagaimana jika menggunakan kursi roda? 

Tidak masalah. Antrian untuk pengguna kursi roda disediakan khusus. Tidak bercampur dengan jemaah non kursi roda. Jadi insyaallah aman. Jika kita memiliki orang tua atau teman yang menggunakan kursi roda, kita bisa menemani mereka dalam antrian khusus tersebut. 

Diantara 3 waktu, mana yang paling enak? 

Diantara ketiga waktu dibukanya pintu Raudah, saya pernah merasakan semuanya. Paling enak menurut saya, ialah bakda Subuh. Sebab di waktu tersebut, kondisi kita sangat fresh. Saya biasanya mengantri sejak salat Subuh, keluarnya sekitar pukul 08.00 s.d 08.45 baru kemudian sarapan dan istirahat di hotel sampai menjelang Zuhur. Atau bisa juga setelah salat Subuh, pulang sarapan dulu dan masuk antrian kembali pukul 08.00, keluar dari Raudah bisa sekitar pukul 10.00 atau lebih. 


Suasana antrian di depan pintu Raudah bakda Zuhur yang lengang.
Setelah Zuhur, bisa ikut antrian kembali ke Raudah lagi -jika kondisi sedang benar-benar  sehat-. Atau memang mengkhususkan waktu untuk masuk Raudah, jadi paginya tidak ikut masuk. Keluar dari Raudah biasanya di waktu ini, sudah mepet sekali dengan waktu Asar jadi sekalian ikut salat berjemaah untuk Asar. Antrian di bakda Zuhur ini menurut saya juga lebih nyaman, tidak seramai saat pagi atau malam, suasananya lebih lengang. 

Antara Asar ke Maghrib, bisa istirahat pulang dulu ke hotel agar tidak terlalu merasa lelah. 

Waktu seusai salat Isya', saat haji tidak saya lakukan. Berdasarkan pengalaman pergi ke Raudah saat Umrah, waktu seusai salat Isya' sangat melelahkan. Di waktu malam, tenaga kita biasanya sudah tinggal sisa-sisa, lelah, mengantuk, kadang dengan antrian yang sangat lama juga suasana terasa tidak kondusif, pulang dari Raudah juga sudah terlalu malam. Kadang hal ini mengganggu waktu salat malam -jadi gak salat karena kelelahan- lalu merembet ke salat Subuh jadi tidak terlalu bersemangat -berasa masih kurang tidurnya-. Ini pengalaman saya, namun waktu apapun yang akan dipilih nanti, sesuaikan dengan kondisi dan situasi kita. 

Yang utama kita datang ke Masjid Nabawi adalah bisa ikut salat berjemaah lima waktu. :). 


Suasana di dalam Masjid disekitar Raudah. Atap Masjid bisa dibuka tutup. Kondisi saat sedang terbuka.

Bagaimana antrian jemaah laki-laki? 

Pada jemaah laki-laki, tidak ada pembagian waktu khusus seperti jemaah perempuan. BEBAS. Kapanpun bisa, asal tidak di waktu salat. Antriannya juga tidak sama dengan jemaah perempuan yang dibagi per negara. 

Lama mengantri juga sama, yakni sekira 1,5 s.d 2 jam. Bedanya, berdasarkan penuturan suami, saat mengantri, tidak dipersilakan duduk rapi seperti pada jemaah perempuan, melainkan mengantrinya berdiri.

Antrian jemaah laki-laki menuju Raudah
***

Madinah terasa berbeda di musim haji kedatangan saya untuk kedua kalinya ini. Saat Umrah sebelumnya, Madinah sedang musim dingin. Dinginnya hampir sama seperti di Bromo. DINGIN SEKALI. Saat itu, kami hampir selalu salat di pelataran, meski sedang siang hari. Pada musim haji, Madinah sedang musim panas. PANAS SEKALI. Saya selalu menyempatkan diri untuk salat di dalam masjid, karena tidak tahan dengan hawa udara luar yang menyengat. Meskipun malam, panasnya masih terasa. 

Nah, demikian pengalaman kami memasuki Raudah selama di Madinah. 

Silakan, jika ingin membaca kisah #collaborativeblogging lainnya dari kami, boleh langsung menuju ke link ini: 

Catatan Perjalanan Haji 2018. 


Sampai bertemu, insyaallah di episode pekan depan. :)

Semoga bermanfaat. 



You Might Also Like

Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.



14 komentar

  1. subhanallah, bahagianya bisa punya kesempatan berulangkali ibadah ke tanah suci, mak. ditunggu lanjutan kisah2nya ��

    ReplyDelete
  2. Wah, lumayan lama juga antriannya yah mbak. Untung ada panitia yang mengerti bahasa dan budayanya.

    Mudah2an aku juga kesampaian bisa shalat di sana yah mbak :)

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah. Ikut senang membaca kisah ini. Semoga nantinya saya dan suami juga diberi kemudahan. Rezeki ya dekat pintu masuk Raudah untuk jemaah perempuan, jadi bisa sholat jamaah terus. Ah ya itu payung di pelataran masjid Nabawi apa bisa buka tutup atau bagaimana? Indah

    ReplyDelete
  4. Whuaaa speechless bacanya Mak, seru banget perjalanan dan pengalaman RAudah ini ya.Semoga akupun kelak nanti bisa merasakan dan menginjakan kaki disana.Aamiin

    ReplyDelete
  5. Aku selalu menitikkan air mata tiap baca pengalaman berhaji karena kami sudah sangat menginginkannya tapi takdir Allah kami dr kota yg termasuk paling panjang antriannya di Ind. Sementara utk haji plus kami belun mampu. Semoga ada campur tangan Allah untuk mempercepat masa penantian ini. Aamiin.

    ReplyDelete
  6. Masya Allah memang untuk sebuah perjalanan yang mulia seperti ibadah haji ini memerlukan kesabaran luar biasa. Antrian segitu lama jika tetap sabar tentu jadi berkah tersendiri pastinya.
    Saya mengikuti per episode yang disajikan Mbak Nurin dengan bagus sekali ini. Saya serasa ada di di tempat yang sama.
    Ditunggu lanjutan kisah perjalanan ibadah hajinya:)

    ReplyDelete
  7. Sungguh bersyukur ya mbak bisa berkunjung ke rumah Allah dan beribadah di sana. Saya nasrani, tapi saya selalu senang membaca kisah-kisah teman muslim yang melakukan perjalanan haji atau umrah, bagaimana perjuangan mereka untuk bisa sampai di sana. Menyejukkan.

    ReplyDelete
  8. Subhanllah, baca-baca tulisan kayak gini bikin kusemakin rindu. Rindu menginjakkan kaki di tanah rasul. Semoga Allah mempermudah keinginannku ini. Aamiin...

    ReplyDelete
  9. Buuth ekstra sabar yah kak, barangkali proses menuju Raudha itu bagian dari ibadah di Raudha itu sendiri yah, i wish someday bisa juga ke sana with my parent, amiiin

    ReplyDelete
  10. Subhanallah Mbak, cerita tanah suci selalu bikin aku terkagum-kagum. Yang penting dalam sabar nunggu antriannya harus selalu beristighfar ya biar nggak menggerutu macam-macam. Semoga aku pun di mudahkan untuk bisa ke sana. Aamiin YRA.

    ReplyDelete
  11. Jadi ingat waktu pertama menjejakkan kaki di Raudah. Benar-benar nggak sengaja, karena engkel kaki terkilir belum sembuh 100 persen. Jadi agak takut dan ngga ada niat ke Raudhah. Alhamdulillah adaaa aja cara Allah menuntun langkah hambaNYA kesana. Tiba2 aja ada Ibu-ibu dari Surabaya menemani dan memberi support agar aku berani ke Raudah. Dan shalat di sana pun diberikan kemudahan, karena ada askar yang menjaga aku waktu shalat. Masya Allah banyakk kemudahan waktu itu

    ReplyDelete
  12. Membacanya menjadikan rindu serindu2nya kembali ke sana. Semoga dimudahkan dan note banyak hal penting dari tulisan mba Isti. Makasih.

    ReplyDelete
  13. MashaaAllah mba rindu aku jadinya sama tanah suci mba baca tulisanmu. Semoga bisa umroh dan berhaji ya Rab. Ke Raudah sendiri juga aku pernah ngerasain, dan entah mengapa malah lebih mudah alhamdulillah. Nikmatnya ya mba ibadah di tanah suci, huhu.

    ReplyDelete
  14. Masya Allah, membaca cerita perjalanan haji Nurin, serasa berada di sana juga. Semoga ada jalan dan rezekinya aku untuk naik haji ya. Aamiin

    ReplyDelete