Bismillahirrahmanirrahim.
Tulisan ini ditulis oleh: Teh Marisa Kusuma Putri.
Dimuat di Majalah Varia Statistik, Edisi April 2019
Tulisan ini ditulis oleh: Teh Marisa Kusuma Putri.
Dimuat di Majalah Varia Statistik, Edisi April 2019
“Once upon the time business as usual was often good enough.
NO MORE!
Good enough is dead.
There is only one space left to innovate, YOU!
Right now you are a central point in the raging tornado of change.
We need to go beyond technology and data to reach human insight and
wisdom”
-Leonhard, 2016-
Rabu pagi itu, Dian untuk kesekian
kali memeriksa isi tasnya. Tiket kereta api Surabaya-Bandung siap; uang insyaAllah
cukup; baju ganti ada; dan yang pasti make
up tidak boleh ketinggalan. Dian
menghela nafasnya sambil tersenyum, ada rasa tidak menentu bergejolak dalam
hatinya. Setelah berpamitan, Ia genggam erat tangan putrinya lalu berkata,
“Bandung, We’re coming!”.
Perjalanan Jember-Surabaya, dilanjut
Surabaya- Bandung pasti terasa melelahkan untuk sebagian orang. Tapi semangat
mencari ilmu membuat Dian melupakan rasa lelahnya itu. Beruntung Ia didampingi
putrinya yang sabar dan selalu menyemangati sang Bunda demi menjemput asa.
Lalu, masih adakah yang meragukan
militansi emak-emak? Jangan, karena ternyata banyak Dian-Dian lain yang
berkumpul di Café Kopidome-Bandung, tanggal 9 Maret 2019 lalu. Selang sehari
dari peringatan hari perempuan sedunia, komunitas Perempuan BPS Menulis (PBM)
menyelenggarakan sebuah seminar Jurnalisme Data. Sebuah temu muka anggota PBM,
setelah selama ini hanya berkomunikasi dan berinteraksi melalui Whatsapp.
Whatsapp
adalah media untuk mendekatkan, jarak bukanlah halangan untuk berkomunikasi dan
bekerjasama. Diawali Nurin Ainistikmalia, perempuan BPS yang bertugas di Kabupaten Tana
Tidung-Kalimantan Utara, yang berinisiasi untuk membuat sebuah komunitas hingga
lahirlah Perempuan BPS Menulis (PBM) tanggal 28 Januari 2018. Walaupun bekerja
nun jauh dari ibukota, Ia menyadari bahwa BPS di seluruh penjuru nusantara memiliki
banyak perempuan-perempuan yang mencintai literasi. Mereka perlu wadah untuk
menggali potensi, melahirkan karya-karya, dan mengembangkan kapasitasnya.
Usia PBM mungkin baru seumur jagung, namun
kiprahnya tidak perlu diragukan lagi. Setidaknya sudah 28 kali seminar daring (online) diselenggarakan PBM sampai hari
ini, baik untuk peminatan Media Sosial, maupun Opini/Jurnal. Bisa dikatakan komunitas
ini adalah pioneer metode seminar
daring dengan menggunakan aplikasi Whatsapp
di kalangan BPS selindo.
Masih lekat dalam ingatan judul
seminar daring pertama PBM, “Mengapa Statistisi Harus Menulis?”. Seminar
tersebut digelar tanggal 28 Januari 2018 dengan narasumber Bapak Iswadi. Pak
Didi, begitu beliau akrab dipanggil, dikenal sebagai salah seorang pegawai BPS
yang telah melahirkan banyak karya tulisan.
Tema tersebut sangat sesuai dengan semangat BPS yang medorong pegawainya untuk aktif
menyuarakan data-data statistik ke penjuru negeri.
Untuk merayakan miladnya yang pertama,
PBM menggelar seminar luring (offline)
untuk pertama kalinya. Sebuah acara ‘kopi darat’ yang diharapkan bisa menjadi ajang
silaturahmi sekaligus majelis ilmu. Menghadirkan seorang penulis yang telah
memiliki banyak karya, dosen jurnalistik UNPAD yang juga merupakan founder dari Forum Lingkar Pena (FLP), Ibu
Maimon Herawaty.
Ibu Maimon dalam sesi seminarnya
menyampaikan dua materi yaitu, Teknik Dasar Menulis dan Interdepth Jurnalism. Ada tiga teknik mendasar dalam membuat
tulisan yaitu, menulis tanpa henti; mengedit dengan berani; dan membaca dengan
hati. Menariknya, Bu Maimon meminta peserta untuk mengetik pada aplikasi Word dengan latar putih dan font putih. Peserta diperintahkan untuk
menumpahkan semua yang ada di dalam kepalanya dan tidak berhenti mengetik
sebelum semua yang ada di dalam kepalanya tertuang. Ini adalah teknik menulis
tanpa henti, tidak boleh berhenti untuk memperbaiki. Sebagai penulis yang banyak pengalaman Bu
Maimon tahu persis bahwa kebanyakan dari kita adalah kritikus paling kejam atas
karya kita sendiri. Jika dibiarkan, maka kita tidak akan pernah bisa
menghasilkan tulisan. Menulis pada kertas putih dan font putih menghindari kita
berhenti sebelum selesai.
Salah satu tips lain yang diberikan
Bu Maimon adalah cara membangun suasana. Salah satunya adalah dengan memutar
lagu-lagu yang sesuai dengan mood
tulisan yang akan kita buat. Tips dan trik yang disampaikan seolah mengajak
peserta untuk menikmati proses menulis, menjadikan menulis sebagai sebuah aktivitas yang menyenangkan.
Beranjak pada level selanjutnya, interdepth journalism. Bu Maimon
mengakui bahwa BPS memiliki kelebihan yang tidak banyak dimiliki oleh orang
lain, yaitu data. Interdepth journalism
mustahil dilakukan tanpa riset dan data.
Pegawai BPS sebagai pemegang “top
notch” data, harus bisa memanusiakan angka. Bagaimana agar angka yang
dimiliki BPS menjadi informasi yang menarik dan mudah diterima.
Kemampuan
tersebut sangat penting untuk dikuasai, apalagi karena Sensus Penduduk 2020
(SP2020) sebentar lagi!. Dalam kesempatan seminar tersebut dihadirkan pula Bapak
Nashrul Wajdi untuk menyampaikan materi tentang SP2020. Kakak Acul
sapaan akrab beliau, menjelaskan
bahwa ada yang berbeda dari sensus penduduk kali ini, yaitu penggunaan Metode
Kombinasi. Sebuah metode yang berbeda sehingga membutuhkan pendekatan dan
strategi yang berbeda pula.
Perbedaan
ini muncul karena adanya perubahan. Perubahan jelas mengganggu kenyamanan, namun
perubahan adalah sebuah keniscayaan.
Kita harus
sadar bahwa perubahan yang terjadi di dunia saat ini bukan lagi bersifat linier
tapi eksponensial. Apa yang terjadi di masa depan bisa diprediksi tapi tidak
secara linier, tapi secara eksponential. Kalau kita tidak bisa mengantisipasinya,
kita akan terbawa oleh perubahan bukan menjadi bagian dari perubahan. PBM
sebagai bagian dari perubahan yang terjadi di BPS harus mengambil peran,
terutama untuk menggaungkan SP2020. “Because,
you are a central point in the raging
tornado of change”.
Mengimbangi
isi materi yang padat dan sangat berisi, panitia mengisinya dengan berbagai
hiburan dan permainan. Hadiah yang disediakan pun cukup banyak, hingga diakhir
acara semua peserta mendapatkan hadiah dan kenang-kenangan. Bonusnya, panitia
menghadirkan solois ukulele-seniman musikalisasi puisi, Miranti Dewi. Beberapa
lagu gubahannya yang manis dan easy
listening berhasil menghibur dan menghangatkan suasana. Betul-betul rancangan
yang ciamik, mempertemukan perempuan pecinta literasi yang berkiprah pada media
yang berbeda.
Tidak ada
pesta yang tak pernah usai. Acara ini pun harus berakhir. Berakhir tapi bukan
untuk yang terakhir. Semoga acara-acara seperti ini bisa menjadi obor para
perempuan BPS pada umumnya untuk selalu “mengukir karya, berbagi asa,
menginspirasi sesama”. Semoga!