Wisata
-249- Bromo, Sandiwara Pagi dan Panorama Sunrise yang Memikat Hati
Friday, September 29, 2017 13 komentar
Kepada Sang Pengenggam Semesta,
& Seluruh Makhluk Ciptaan-Nya,
yang memudahkan
langkah saya ke sini,
BROMO, 01 Muharom 1439 H.
Hati saya berbunga-bunga. Akhirnya saya akan ke Bromo. 😊 Sejak pagi hari tadi, saya sudah tidak dapat tidur dengan lelap di kendaraan. Membayangkan bagaimana pengalaman yang akan saya rasakan. Saya menikmati perjalanan. Saya menikmati setiap pemandangan dari kaca mobil. Saya mencoba menghafal setiap rambu dan tanda. Saya menikmati hamparan sawah dan sungai yang ada di kanan-kiri jalan. Saya bahkan tidak memercayai ini, -saya sudah tidak mabuk darat lagi- sejak menginjakkkan kaki di tanah Jawa semingguan lalu.
Ini perjalanan saya yang sangat menyenangkan. Saya bahkan mengabarkan kepada Kak (suami saya) dengan berkobar-kobar,
"Saya sudah kuat jalan darat. Saya makan banyak sekali di sini. Saya selalu merasa lapar. Saya bisa makan empat kali sehari, belum ditambah cemilan. 😂. Bahkan saya bisa sangat kuat melakukan perjalanan seharian, dari pagi sampai malam. Terima kasih sudah mengizinkan." 😘
Dan, sepulang dari Bromo, kemarin, saya dengan berapi-api menyampaikan padanya,
"Bromo indah sekali. Izinkan saya sampai ke Puncak Mahameru suatu saat nanti. Saya ingin menjejakkan kaki ke sana." 😄🙈.
Ini perjalanan saya yang sangat menyenangkan. Saya bahkan mengabarkan kepada Kak (suami saya) dengan berkobar-kobar,
"Saya sudah kuat jalan darat. Saya makan banyak sekali di sini. Saya selalu merasa lapar. Saya bisa makan empat kali sehari, belum ditambah cemilan. 😂. Bahkan saya bisa sangat kuat melakukan perjalanan seharian, dari pagi sampai malam. Terima kasih sudah mengizinkan." 😘
Dan, sepulang dari Bromo, kemarin, saya dengan berapi-api menyampaikan padanya,
"Bromo indah sekali. Izinkan saya sampai ke Puncak Mahameru suatu saat nanti. Saya ingin menjejakkan kaki ke sana." 😄🙈.
~~~
Tepat saat azan Magrib berkumandang, rombongan kami tiba di Malang.
Malang ternyata tidak sedingin yang saya bayangkan. Di Malang, kami beristirah sejenak. Meluruskan badan setelah seharian dalam perjalanan. Pukul 01.00 rencananya kami akan bersiap untuk memulai perjalanan kembali.
Malang ternyata tidak sedingin yang saya bayangkan. Di Malang, kami beristirah sejenak. Meluruskan badan setelah seharian dalam perjalanan. Pukul 01.00 rencananya kami akan bersiap untuk memulai perjalanan kembali.
Perjalanan ditempuh kurang lebih tiga jam melalui jalur Pasuruan. Sejak berangkat, saya sudah tidak bisa memejamkan mata lagi. Saya terlampau bersemangat!. 😆.
Bismillahirrahmanirrahim.
Wonoktiri, pukul 4 pagi.
Kami bersiap menaiki jeep toyota setelah tawar menawar harga. Rp650.000,00 untuk empat tujuan wisata, tidak bisa kurang, pinta penawar kendaraan yang segera mendatangi kami setibanya di area parkiran ini, Wonoktiri. Rp500.000,00 untuk dua lokasi saja. Salah satu dari kami yang sudah terbiasa kemari, keukeh mengatakan bahwa biasanya harga hanya Rp500.000,00 saja untuk ke semua tempat.
Karena ini perjalanan demi memenuhi hasrat dan impian saya 😄, saya tak ingin berlama-lama dan menghabiskan waktu. Ya sudah, ayo! kita berangkat saja.
kabut tebal dan jalan yang harus dilalui oleh jeep |
Rombongan kami terdiri atas enam orang. Jumlah yang cukup untuk menyewa satu buah jeep. 4 orang di belakang, saling berhadapan. 2 orang di depan, di samping supir.
Saya salah mengira bahwa saya tidak perlu membeli sarung tangan (yang memang tidak saya siapkan sebelumnya). Saya hanya menyiapkan jaket tebal dan masker. Saya pikir perjalanan ini akan serupa dengan jalan-jalan ke Tangkuban Parahu.
Boleh baca kisahnya di sini:
Romantisme Bulan Madu di Tangkuban Parahu.
Sarung tangan, syal, dan topi yang saya beli waktu itu tidak begitu membantu, hawa di atas Tangkuban tidak begitu dingin seperti yang diucapkan para penjaja. Kesemua yang saya beli itu pada akhirnya hanya menjadi aksesoris pemanis foto saja. Setelahnya, saya simpan saja di lemari. Jadi seolah-olah, mubazir saja. 🙈
Sombong sekali saya kali ini! ah paling-paling hanya bahasa iklan! melebih-lebihkan!. Berteriak-teriak bilang kalau nanti di penanjakan akan sangat dingin padahal biasa saja! batin saya dalam hati.
Tapi saya salah besar. Saya harusnya tahu bahwa ini masih dini hari. Pukul 4 pagi. Tidak harus menunggu berada di puncak ketinggian, di dataran saja pada jam yang sama, tentu lebih dingin dibandingkan waktu yang lainnya.
Pakai jaket tebal, sarung tangan, syal, kaus kaki, sepatu, topi hangat dan pakaian tebal saat hendak ke Bromo. Ah ya! dan ingat selalu untuk menyiapkan masker kain yang cukup tebal.
Jika datang tanpa persiapan, tenang saja, di area parkiran Wonoktiri, para penjaja menjualnya dengan murah meriah, serba sepuluh ribu. Dan bahkan kalian yang tidak berencana datang ke sini sehingga tidak membawa jaket. Ada banyak jasa penyewaan jaket dengan harga sepuluh ribu.
Saya salah mengira bahwa saya tidak perlu membeli sarung tangan (yang memang tidak saya siapkan sebelumnya). Saya hanya menyiapkan jaket tebal dan masker. Saya pikir perjalanan ini akan serupa dengan jalan-jalan ke Tangkuban Parahu.
Boleh baca kisahnya di sini:
Romantisme Bulan Madu di Tangkuban Parahu.
Sarung tangan, syal, dan topi yang saya beli waktu itu tidak begitu membantu, hawa di atas Tangkuban tidak begitu dingin seperti yang diucapkan para penjaja. Kesemua yang saya beli itu pada akhirnya hanya menjadi aksesoris pemanis foto saja. Setelahnya, saya simpan saja di lemari. Jadi seolah-olah, mubazir saja. 🙈
Sombong sekali saya kali ini! ah paling-paling hanya bahasa iklan! melebih-lebihkan!. Berteriak-teriak bilang kalau nanti di penanjakan akan sangat dingin padahal biasa saja! batin saya dalam hati.
Tapi saya salah besar. Saya harusnya tahu bahwa ini masih dini hari. Pukul 4 pagi. Tidak harus menunggu berada di puncak ketinggian, di dataran saja pada jam yang sama, tentu lebih dingin dibandingkan waktu yang lainnya.
Pakai jaket tebal, sarung tangan, syal, kaus kaki, sepatu, topi hangat dan pakaian tebal saat hendak ke Bromo. Ah ya! dan ingat selalu untuk menyiapkan masker kain yang cukup tebal.
Jika datang tanpa persiapan, tenang saja, di area parkiran Wonoktiri, para penjaja menjualnya dengan murah meriah, serba sepuluh ribu. Dan bahkan kalian yang tidak berencana datang ke sini sehingga tidak membawa jaket. Ada banyak jasa penyewaan jaket dengan harga sepuluh ribu.
Menikmati Sunrise di Area Penanjakan
Pemandangan dari area penanjakan |
Setelah membayar karcis masuk seharga Rp32.500,00 per orang. Tujuan pertama yang akan kami datangi adalah penanjakan. Saya tidak sempat memandangi papan penunjuk tempat atau semacamnya karena hari masih gelap dan saya juga begitu syahdu menikmati setiap perjalanan. Rasanya ada yang kurang, tapi apa ya? ah ya! Pemandu Wisata. Kenapa supir jeep ini tidak sekaligus dibekali keahlian untuk menjelaskan setiap tempat, filosofi budaya, alam dan semacamnya. Kenapa supir jeep yang saya tumpangi pendiam sekali tidak banyak kata, dan hanya berpesan, "nanti saya tunggu di sini, ingat nomor platnya, dan silakan berada di tempat ini sepuasnya."
Dan bahkan di area menikmati sunrise ini saya tidak tahu apa nama tempatnya, tidak tahu apa nama gunung yang sedang saya nikmati. Tidak tahu mana Bromo. Saya juga kebingungan dengan nama tempat "Taman Nasional Bromo, Tengger, Semeru" apa maksudnya?. Semua pertanyaan tadi, saya cari jawabannya dengan googling.
Jauh-jauh kemari tapi saya masih butuh googling. 😊
Tapi saya cerewet sekali. Saya lumayan banyak bertanya pada Pak Supir. Saya berharap ia akan senang dan banyak bercerita, tentang masyarakatnya, budaya sukunya, tempat mana lagi yang baik untuk saya kunjungi, menawarkan saya kuliner wajib untuk dicicipi, memberi tahu saya oleh-oleh khas yang pantas untuk dibawa, menjelaskan kepada saya tempat-tempat yang bagus untuk mengambil momen foto, menjelaskan sejarah, apa saja yang seharusnya bisa saya dengar dan menjadi pengalaman membekas untuk saya bawa pulang. Yang hanya akan saya dapatkan jika saya berada di tempat ini. Seperti itu.
Tapi sepertinya, Pak Supir hanya menjawab singkat, padat, jelas dan satu-satu saja. Apa mungkin ini memang SOP-nya atau pihak pengelola wisata belum memikirkan hal ini.
Jadi, ini saran yang dapat saya berikan kepada pihak pengelola, Dinas Pariwisata setempat atau pihak lain yang berkepentingan.
Aih, tidak adakah penjaja leaflet, buku panduan, atau ringkasan untuk semua hal yang saya sebutkan tadi.
Rp650.000,00 paket komplit dengan pemandu wisata (dirangkap oleh supir) atau bisa diganti dengan sepaket buku panduan. Betapa sangat berharga hal-hal semacam ini bagi wisatawan yang jauh-jauh datang.
Jangan bilang, untuk itu semua, kami juga harus mencari sendiri dengan googling. 😄
Dan bahkan di area menikmati sunrise ini saya tidak tahu apa nama tempatnya, tidak tahu apa nama gunung yang sedang saya nikmati. Tidak tahu mana Bromo. Saya juga kebingungan dengan nama tempat "Taman Nasional Bromo, Tengger, Semeru" apa maksudnya?. Semua pertanyaan tadi, saya cari jawabannya dengan googling.
Jauh-jauh kemari tapi saya masih butuh googling. 😊
Tapi sepertinya, Pak Supir hanya menjawab singkat, padat, jelas dan satu-satu saja. Apa mungkin ini memang SOP-nya atau pihak pengelola wisata belum memikirkan hal ini.
Jadi, ini saran yang dapat saya berikan kepada pihak pengelola, Dinas Pariwisata setempat atau pihak lain yang berkepentingan.
Aih, tidak adakah penjaja leaflet, buku panduan, atau ringkasan untuk semua hal yang saya sebutkan tadi.
Rp650.000,00 paket komplit dengan pemandu wisata (dirangkap oleh supir) atau bisa diganti dengan sepaket buku panduan. Betapa sangat berharga hal-hal semacam ini bagi wisatawan yang jauh-jauh datang.
Jangan bilang, untuk itu semua, kami juga harus mencari sendiri dengan googling. 😄
Saat sunrise mulai tampak |
Suasana ramai sekali. Padat. Kami tidak mengunjungi area Penanjakan 1 dan 2 karena tidak dibuka, sedang ada renovasi.
Kami hanya berdiri di areal bawah sekitar penanjakan. Tempat yang menjadi area menikmati sunrise yang kami nikmati bernama Bukit Kingkong. Naik ke atas sedikit namanya Bukit Cinta. Karena kami datang sangat mepet dengan fajar, kami memutuskan untuk tidak menikmati sunrise dari tempat yang lebih tinggi lagi, khawatir kehabisan waktu dan tenaga.
Lagi pula, di atas tempat ini dingin sekali. Super duper dingin!. Ngilu! rasanya tidak betah berlama-lama.
Samar-samar saya mendengar celetukan seseorang dari arah rombongan di belakang saya.
"Yah daripada elu ke pantai kepanasan. Mendingan begini, dingin-dingin."
Oh tidak! dia belum tahu bagaimana eksotisme pantai yang memukau dan memanjakan mata. 😉
Sejak berdiri di atas sini, dan mendapati tangan saya yang keriput membeku, mendadak saya rindu panasnya pantai dengan anginnya yang semilir 😄
Boleh baca:
Malam Mingguan di Pantai Kemala Balikpapan
Kami hanya berdiri di areal bawah sekitar penanjakan. Tempat yang menjadi area menikmati sunrise yang kami nikmati bernama Bukit Kingkong. Naik ke atas sedikit namanya Bukit Cinta. Karena kami datang sangat mepet dengan fajar, kami memutuskan untuk tidak menikmati sunrise dari tempat yang lebih tinggi lagi, khawatir kehabisan waktu dan tenaga.
Lagi pula, di atas tempat ini dingin sekali. Super duper dingin!. Ngilu! rasanya tidak betah berlama-lama.
Samar-samar saya mendengar celetukan seseorang dari arah rombongan di belakang saya.
"Yah daripada elu ke pantai kepanasan. Mendingan begini, dingin-dingin."
Oh tidak! dia belum tahu bagaimana eksotisme pantai yang memukau dan memanjakan mata. 😉
Sejak berdiri di atas sini, dan mendapati tangan saya yang keriput membeku, mendadak saya rindu panasnya pantai dengan anginnya yang semilir 😄
Boleh baca:
Malam Mingguan di Pantai Kemala Balikpapan
Panorama matahari terbit yang memikat hati |
Bukit Kingkong Bromo menjadi salah satu alternatif menyaksikan panorama matahari terbit selain Penanjakan. Sejak dari bawah tempat parkir kendaraan, beberapa rombongan lain meneriaki kami yang masih berjalan naik ke atas mencari spot yang lebih tinggi.
"Gak usah naik Mbak. Dari bawah saja. Sudah kelihatan kok. Capek nanti naik-naik ke atas. Sama aja pemandangannya."
Tapi kami tetap memutuskan untuk berjalan lebih ke atas lagi. Sudah jauh-jauh kepalang tanggung. Saya harus menjelajahi tempat yang bisa saya datangi, sebisa mungkin.
Ini momen yang sangat berharga untuk saya.
"Gak usah naik Mbak. Dari bawah saja. Sudah kelihatan kok. Capek nanti naik-naik ke atas. Sama aja pemandangannya."
Tapi kami tetap memutuskan untuk berjalan lebih ke atas lagi. Sudah jauh-jauh kepalang tanggung. Saya harus menjelajahi tempat yang bisa saya datangi, sebisa mungkin.
Ini momen yang sangat berharga untuk saya.
Pemandangan dari bawah (dekat tempat parkiran) tanpa harus naik ke tempat yang lebih tinggi |
Impian untuk ke Bromo, akhirnya tercapai, alhamdulillah. 😭 Tak henti rasa syukur menyelinap dalam sanubari. Ini tempat yang indah sekali, sungguh.
Dan saya akhirnya bisa juga sujud bersungkur di atas panorama keindahan Bromo, dalam pagi berbungkus kabut, menatap hamparan kaldera, dibalut dinginnya udara. Subuh di atas awan yang mungkin tidak terulang lagi.
Sandiwara pagi.
Jika kehidupan ini ialah suatu sandiwara.
Bukankah ini menjadi sebaik-baiknya sandiwara?
Dan saya akhirnya bisa juga sujud bersungkur di atas panorama keindahan Bromo, dalam pagi berbungkus kabut, menatap hamparan kaldera, dibalut dinginnya udara. Subuh di atas awan yang mungkin tidak terulang lagi.
Sandiwara pagi.
Jika kehidupan ini ialah suatu sandiwara.
Bukankah ini menjadi sebaik-baiknya sandiwara?
*catatan:
untuk salat Subuh, saya berwudu saat berada di area Wonoktiri. Salat saya lakukan di tempat saya menanti sunrise, saya memang menyiapkan sajadah dari rumah. Jika kebetulan tidak membawa alas, banyak penjaja karpet di tempat ini, mulai dari Rp10.000,00 s.d Rp30.000,00 tergantung ukuran. Tapi untuk amannya, lebih baik membawa sajadah saja dari rumah.
Ada tempat untuk melaksanakan salat juga di warung sekitaran Bukit Kingkong, tersedia toilet umum dan tempat berwudu juga jika memang belum sempat berwudu sebelumnya.
Untuk makan minum, di sini banyak sekali penjual makanan dan minuman. Jangan khawatir, urusan perut aman. 😘
to be continued. Percayalah, cerita ini belum selesai. 😊
Silahkan melanjutkan membaca kisah perjalanan ini:
Di Sepanjang Perjalanan Menuju Kawah Bromo
untuk salat Subuh, saya berwudu saat berada di area Wonoktiri. Salat saya lakukan di tempat saya menanti sunrise, saya memang menyiapkan sajadah dari rumah. Jika kebetulan tidak membawa alas, banyak penjaja karpet di tempat ini, mulai dari Rp10.000,00 s.d Rp30.000,00 tergantung ukuran. Tapi untuk amannya, lebih baik membawa sajadah saja dari rumah.
Ada tempat untuk melaksanakan salat juga di warung sekitaran Bukit Kingkong, tersedia toilet umum dan tempat berwudu juga jika memang belum sempat berwudu sebelumnya.
Untuk makan minum, di sini banyak sekali penjual makanan dan minuman. Jangan khawatir, urusan perut aman. 😘
to be continued. Percayalah, cerita ini belum selesai. 😊
Silahkan melanjutkan membaca kisah perjalanan ini:
Di Sepanjang Perjalanan Menuju Kawah Bromo