Sumber gambar: www.pixabay.com |
Adalah seorang pemimpin, Khalifah Ustman bin Affan namanya. Beliau terpilih secara mufakat sebagai khalifah penerus Umar bin Khattab diawali dari permusyawarahan enam anggota dewan yang telah dibentuk oleh Umar sebelum ia meninggal dunia.
Ditengah permusyawarahan, Saad, Zubair, Thalhah dan Abdurrahman bin Auf mengundurkan diri, sehingga tersisalah Ali bin Abu Thalib dan Utsman bin Affan yang saling memilih. Ali memilih Utsman sedang Utsman memilih Ali. Musyawarah tidak mencapai kesepakatan, akhirnya Abdurrahman bin Auf berkeliling meminta pendapat kepada para penduduk Madinah. Ternyata, sebagian besar penduduk Madinah memilih Khalifah Utsman. Maka, pada hari Rabu tahun 23 Hijriah, Ustman dibaiat menjadi khalifah oleh Abdurrahman bin Auff dan Ali bin Abu Thalib di Masjid Nabawi.
Ialah Ustman, sang khalifah terpilih, yang dipilih oleh sebagian besar rakyatnya. Khulafaur Rasyidin tertua, ia terpilih menjadi seorang khalifah di usianya yang ke 70 tahun. Pada masanya, begitu banyak prestasi dan sumbangsih yang ia berikan di dalam kepemimpinannya.
Pasukan Muslim Maritim Pertama
Pasukan maritim muslim pertama terjadi pada masa kekhalifahan Ustman bin Affan. Pasukan tersebut dipimpin oleh Muawiyah bin Abu Sufyan untuk memerangi pasukan Romawi. Pada peperangan itu, pasukan muslim mendapatkan kemenangan dan membawa pulang banyak harta rampasan perang.
Mushaf Utsmani
Berawal saat pasukan muslim melakukan perluasan wilayah di daerah Armenia. Pasukan muslim yang ikut membantu perang, datang dari berbagai daerah seperti Arab, Syiria dan Irak. Pada saat mereka membaca Al-Quran, bacaan mereka terdengar berbeda-beda sehingga menimbulkan perselisihan. Hudzaifah yang khawatir melihat perselisihan tersebut, menyampaikan hal itu kepada Khalifah Utsman bin Affan.
Akhirnya, pada awal 25 H, Utsman bin Affan memutuskan untuk menghimpun Alquran menjadi satu mushaf. Utsman membentuk sebuah kepanitiaan yang terdiri dari beberapa sahabat yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits. Kemudian Utsman mengirim surat kepada Hafshah binti Umar untuk meminjam salinan mushaf yang dulu pernah dikumpulkan pada masa Abu Bakar.
Akhirnya, pada awal 25 H, Utsman bin Affan memutuskan untuk menghimpun Alquran menjadi satu mushaf. Utsman membentuk sebuah kepanitiaan yang terdiri dari beberapa sahabat yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits. Kemudian Utsman mengirim surat kepada Hafshah binti Umar untuk meminjam salinan mushaf yang dulu pernah dikumpulkan pada masa Abu Bakar.
Keempat panitia bermusyawarah dan menulis ulang mushaf dengan hati-hati dan cermat. Setelah mushaf selesai ditulis, mereka mengembalikan mushaf rujukan kepada Hafshah. Lalu mereka membuat salinannya untuk disebar ke berbagai daerah Islam. Mushaf yang selesai pada masa itu dinamakan Mushaf Utsmani.
Perluasan Wilayah Islam
Wilayah islam semakin meluas di masa Utsman. Perluasan wilayah kepemimpinan islam sampai pada Armenia, Afrika (Tunisia), Tripoli (Libya), Azerbaijan, Kepulauan Cyprus, Konstantinopel, Turki dan negara-negara Balkan (Yugoslavia dan Polandia).
###
Selain dari jasa kepemimpinan beliau selama menjabat sebagai khalifah, Utsman bin Affan adalah salah satu dari Khulafaur Rasyidin yang memiliki banyak keutamaan. Utsman dikenal sebagai sahabat kaya raya yang banyak membantu dan menyedekahkan hartanya di jalan islam.
Selain dari jasa kepemimpinan beliau selama menjabat sebagai khalifah, Utsman bin Affan adalah salah satu dari Khulafaur Rasyidin yang memiliki banyak keutamaan. Utsman dikenal sebagai sahabat kaya raya yang banyak membantu dan menyedekahkan hartanya di jalan islam.
Utsman pernah membeli sumur seorang milik Yahudi yang menjual airnya dengan sangat mahal kepada umat islam di masa paceklik di Madinah. Tawar menawar Utsman akhirnya berbuah, Utsman mendapatkan separuh sumur itu dengan harga dua belas dirham. Dan umat islam pun dapat mengambil airnya dengan gratis.
Di masa Umar, saat Madinah dilanda paceklik juga, Umar pernah menyedekahkan seluruh dagangan kafilahnya yang terdiri dari seribu unta yang membawa gandum, minyak samin dan kismis kepada fakir miskin di kalangan umat islam.
Demikian sebagian contoh kedermawanan Utsman sebagaimana halnya di masa sulit saat perang Tabuk, Utsman berdiri dan mengatakan akan menyedekahkan 400 ekor unta lengkap dengan muatan dan pelananya di jalan Allah serta uang sebanyak 1000 dirham.
Kedermawanannya dalam menginfakkan hartanya di jalan Allah digambarkan seperti kapas beterbangan yang teramat ringan. Kekayaannya juga dikisahkan tidak ternilai, dan sangat besar jasanya pada islam.
Utsman digambarkan sebagai seseorang yang rupawan dengan akhlak mulia, sangat pemalu, dermawan dan terhormat.
“Tidakkah sepatutnya aku malu kepada seorang (yakni Utsman) yang para malaikat malu kepadanya?", demikian ujar Rasulullah suatu ketika.
Utsman adalah menantu Rasulullah yang sangat dikasihi. Memperoleh
kemuliaan dengan menikahi dua putri Nabi, Ruqayyah kemudian Ummu Kultsum
hingga mendapat julukan Dzunurain(pemilik dua cahaya). Bahkan
Rasulullah bersabda: “Seandainya aku masih memiliki putri yang lain
sungguh akan kunikahkan dia dengan Utsman.”
Utsman juga termasuk salah satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk ke dalam surga.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Sesungguhnya aku melihat bahwa aku di letakkan di sebuah daun
timbangan dan umatku diletakkan di sisi daun timbangan lainnya,
ternyata aku lebih berat dari mereka. Kemudian diletakkan Abu Bakar di
satu daun timbangan dan umatku diletakkan di sisi yang lainnya, ternyata
Abu Bakar lebih berat dari umatku. Setelah itu diletakkan Umar di
sebuah daun timbangan dan umatku diletakkan di sisi yang lainnya,
ternyata dia lebih berat dari mereka. Lalu diletakkan Utsman di sebuah
daun timbangan dan umatku diletakkan di sisi lainnya, ternyata dia lebih
berat dari mereka.” (al-Ma’rifatu wa at-Tarikh, 3: 357). Ini menunjukkan keutamaan para sahabat ini dibandingkan umat muslim lainnya.
Singkat kisah, dengan keutamaan Utsman yang demikian besarnya, jasa-jasanya, dan kebaikan serta kemuliaan beliau, pada akhir kekhalifahannya, fitnah besar terjadi pada Khalifah Utsman.
Adalah seseorang yang bernama Abdullah bin Saba', seorang pendengki penyebar kebencian, dan menjadi musabab timbulnya fitnah perpecahan di kalangan umat muslim. Abdullah bin Saba' mendatangi beberapa wilayah islam dan menyebarkan kebohongan bahwa Utsman bin Affan adalah pemimpin yang zalim.
Beberapa orang yang percaya hasutan Abdullah bin Saba' pun berkumpul dan memberontak. Puncaknya adalah saat para pemberontak mengepung rumah Utsman bin Affan selama 40 hari. Selama pengepungan itu, keluarga Utsman tidak mendapat asupan makan, minuman dan tidak diperbolehkan salat di Masjid Nabawi.
Satu lidah pendengki, yang akhirnya menimbulkan pemberontakan terhadap khalifah Utsman. Dari satu lidah melompat kepada lidah-lidah pendengki berikutnya. Kasak-kusuk terjadi di belakang Utsman, banyak yang kemudian percaya dengan berita sambung lidah ini, dan pada akhirnya menjadi bagian dari pemberontak yang mengepung rumah Utsman selama 40 hari itu. Dan tragedi itu terjadi, tragedi pembunuhan khalifah Utsman.
Dewasa ini, kita mulai terbiasa dengan fitnah, mudah memfitnah yang lainnya. Mudah menerima kabar-kabar tidak baik dari saudaranya. Dari Utsman kita belajar, jangan-jangan kitalah yang menjadi satu lidah pendengki itu. Hati kita tertutup, tak mampu lagi melihat kebaikan meski setitik, hati kita penuh prasangka.
Baca juga: Prasangka, Zon dan Realita.
Beberapa orang yang percaya hasutan Abdullah bin Saba' pun berkumpul dan memberontak. Puncaknya adalah saat para pemberontak mengepung rumah Utsman bin Affan selama 40 hari. Selama pengepungan itu, keluarga Utsman tidak mendapat asupan makan, minuman dan tidak diperbolehkan salat di Masjid Nabawi.
Satu lidah pendengki, yang akhirnya menimbulkan pemberontakan terhadap khalifah Utsman. Dari satu lidah melompat kepada lidah-lidah pendengki berikutnya. Kasak-kusuk terjadi di belakang Utsman, banyak yang kemudian percaya dengan berita sambung lidah ini, dan pada akhirnya menjadi bagian dari pemberontak yang mengepung rumah Utsman selama 40 hari itu. Dan tragedi itu terjadi, tragedi pembunuhan khalifah Utsman.
Dewasa ini, kita mulai terbiasa dengan fitnah, mudah memfitnah yang lainnya. Mudah menerima kabar-kabar tidak baik dari saudaranya. Dari Utsman kita belajar, jangan-jangan kitalah yang menjadi satu lidah pendengki itu. Hati kita tertutup, tak mampu lagi melihat kebaikan meski setitik, hati kita penuh prasangka.
Baca juga: Prasangka, Zon dan Realita.
Lidah kita menjadi lidah penyambung prasangka. Itulah mengapa, sebagian prasangka adalah dosa. Sebab prasangka ini berbahaya. Prasangka akan membuat permusuhan, prasangka mampu menimbulkan fitnah kekacauan yang lebih besar, prasangka mampu memporak-porandakan rumah tangga. Prasangka mampu memisahkan hubungan saudara.
Jangan-jangan kitalah Abdullah bin Saba' itu, satu lidah yang menyebarkan berita kebohongan, berita prasangkaan. Yang pada akhirnya melahirkan banyak lidah-lidah pendengki.
Dari Utsman kita belajar, bahwa sebesar apapun jasa dan keutamaan seseorang, tak ada jaminan akan terlepas dari fitnah dan gangguan lidah pendengki.
Maka janganlah satu fitnahan membuat kita gentar. Satu fitnahan membuat kita lunglai tak mau lagi berbuat kebaikan dan berjuang di jalan Allah. Baca kembali kisah Utsman yang demikian banyak jasa-jasa kebaikannya, selama akibat fitnah yang kita alami belum sebesar Utsman, maka anggap saja itu tiada artinya, hanya sandungan kerikil kecil di jalanan, sama sekali tidak menyakitkan. Ingat Utsman, sahabat Rasulullah, manusia yang sudah benar-benar dijamin masuk surga, difitnah sedemikian besarnya, apalah lagi kita, manusia biasa, tak punya jaminan, tak ada apa-apanya.
Belajar dari Utsman yang teramat bijak menanggapi pemberontakan. Bukan tidak ada umat islam dan sahabat yang ingin menolong Utsman dan berperang melawan pemberontak. Tetapi Utsman melarangnya, karena Utsman tidak mau terjadi pertumpahan darah sesama muslim.
Wallahu a'lam bish shawab.
Jangan-jangan kitalah Abdullah bin Saba' itu, satu lidah yang menyebarkan berita kebohongan, berita prasangkaan. Yang pada akhirnya melahirkan banyak lidah-lidah pendengki.
Dari Utsman kita belajar, bahwa sebesar apapun jasa dan keutamaan seseorang, tak ada jaminan akan terlepas dari fitnah dan gangguan lidah pendengki.
Maka janganlah satu fitnahan membuat kita gentar. Satu fitnahan membuat kita lunglai tak mau lagi berbuat kebaikan dan berjuang di jalan Allah. Baca kembali kisah Utsman yang demikian banyak jasa-jasa kebaikannya, selama akibat fitnah yang kita alami belum sebesar Utsman, maka anggap saja itu tiada artinya, hanya sandungan kerikil kecil di jalanan, sama sekali tidak menyakitkan. Ingat Utsman, sahabat Rasulullah, manusia yang sudah benar-benar dijamin masuk surga, difitnah sedemikian besarnya, apalah lagi kita, manusia biasa, tak punya jaminan, tak ada apa-apanya.
Belajar dari Utsman yang teramat bijak menanggapi pemberontakan. Bukan tidak ada umat islam dan sahabat yang ingin menolong Utsman dan berperang melawan pemberontak. Tetapi Utsman melarangnya, karena Utsman tidak mau terjadi pertumpahan darah sesama muslim.
Wallahu a'lam bish shawab.