Endometriosis

-319- Endometriosis dan Bagaimana Agar Kita Bisa Berdamai dengannya (1)

Thursday, January 03, 2019


Bismillahirrahmanirrahim. 

Tidak mudah untuk saya menceritakan ini karena tahun-tahun terakhir saya menjalaninya dengan ketidaktahuan, dibarengi usaha keras untuk menyangkal dan meyakinkan diri bahwa "saya baik-baik saja" padahal TIDAK. :)

Ada hari-hari yang saya lewati di mana kualitas hubungan sosial saya dengan orang-orang terdekat menjadi memburuk, dan saya sendiri bingung mendefinisikan kenapa bisa. 

Saya tidak menceritakan secara detil bagaimana rasanya, bahkan kepada kawan-kawan terdekat, karena saya juga tidak tahu apa yang saya rasakan ini "berharga" untuk mereka atau malah mengubah persepsi mereka tentang saya. Dan ya, sebagaimana normalnya seorang manusia, SAYA TIDAK INGIN DIKASIHANI ATAU MENDAPAT BELAS KASIHAN. 

Saya berusaha menjalani hidup sebaik mungkin, senormal mungkin. Saya berusaha menguatkan diri dan menganggap bahwa saat saya tiba-tiba kelelahan, pusing yang tidak dapat didefinisikan dan tidur seperti orang yang tidak pernah tidur satu pekan, adalah sebuah kesalahan. Saya salah karena saya ternyata lemah. Saya mendoktrin pikiran saya bahwa itu adalah sebuah kesalahan fatal yang tidak boleh saya ulangi. Sehingga saat itu terjadi lagi di bulan berikutnya, saya melawannya, sekuat mungkin. Dan hasilnya, saya tetap saja kalah. Saya bisa tiba-tiba saja, pagi masih masuk kantor, mengerjakan hal ini dan hal itu, lalu tiba-tiba memohon izin sebelum makan siang. Orang-orang akan heran karena saya sama sekali tidak pucat, tidak bersin, tidak demam. Tapi saya ternyata tidak kembali lagi sampai sorenya, karena saya seperti orang pingsan. Sampai di rumah, saya butuh kasur, saya tidur dan tiba-tiba bangun di saat senja sudah akan menyapa.

Saya tahu, terkadang itu merepotkan beberapa orang. Terutama jika ada pekerjaan yang berhubungan dengan saya. Namun saat-saat seperti itu, pikiran saya kacau sekali, suasana hati tidak menentu, saya merasa sangat sensitif, dan banyak lagi yang lainnya. Mungkin juga di hari itu, sedang ada deadline yang harus diselesaikan. Mungkin di hari itu, ada tanggung jawab yang harus ditunaikan. Tapi sialnya, besok dan mungkin 2 sampai 3 hari ke depan, saya benar-benar tidak kembali. Saya mengajukan surat sakit. 

Dan sakitnya saya, tentu menjadi sumpah serapah banyak orang. Karena seakan saya tiba-tiba menghilang, begitu saja, tidak profesional atau apapun. 

Padahal yang terjadi adalah, perut saya kram sekali. Saya tidak bisa tidur, karena semalaman saya bisa mual muntah berulang ataupun harus ke belakang karena diare. Saya bisa tidak makan -dan hanya minum- seharian, karena perut saya demikian tidak bisa diajak kompromi. Saya merasakan pegal di sekujur badan, terutama daerah panggul, dan itu semua akhirnya berpengaruh pada suasana hati saya. DAN INI SAYA ALAMI TIDAK SEMALAMAN SAJA, namun bisa berhari-hari. Saya bisa merasakannya sepanjang darah haid saya keluar. Atau yang paling parah, saya merasakan efek sakit sejak pra-semasa-sesudah masa menstruasi. Efeknya? suasana psikis saya sangat terganggu. Saya tidak ingin bertemu siapapun, saya malas berkomunikasi dengan orang lain, saya hanya ingin sendirian, di kamar, menutup diri dan berbaring saja, karena semua hal itu membuat saya menjadi sedikit lebih baik. 

Dan saya sangat malu jika ditanya saya kenapa, "saya hanya bilang saya sakit demam atau apalah". Dan itu -kini saya pahami- bisa jadi membuat orang lain berpikir macam-macam, karena toh sakit saya -menurut pandangan orang lain- biasa saja, mestinya saya masih bisa mengerjakan kewajiban ini, itu dan bisa datang ke kantor. Toh, yang lainnya juga begitu, meski sakit masih bisa datang malam harinya. Saya pasti terlihat amat menyebalkan saat itu. :(

Saya malu jika harus menyampaikan saya sakit karena menstruasi, :( karena saya merasa LEMAH sekali, sementara di sekitar saya, tidak ada perempuan yang seperti itu. Mereka masih bisa riang tertawa, mood mereka masih sangat baik, bahkan mereka menjalaninya dengan gembira, aktif dan masih sangat produktif. 

Maka, di bulan-bulan berikutnya, saya akan berupaya menguatkan diri kembali. Tidak! jangan-jangan saya yang terlalu stres, jangan-jangan saya terlalu ini-itu. Jadi saya berupaya agar tetap produktif di masa merah saya. Lalu, saya temukan diri saya kembali merasakan sakit yang lebih sakit dari sebelumnya. Dan lagi-lagi, saya menyerah. :(

Dan mungkin, pada perjalanannya, ada orang-orang di sekitar saya yang -tanpa saya sadari- terluka atas perubahan sikap saya yang tiba-tiba, atau hal-hal yang saya sendiri tidak dapat menjelaskan bagaimana tepatnya. Saya sendiri tidak tahu mengapa saya bisa seperti ini, merasakan hal seperti ini. Hal itu berpengaruh pada suasana cyrcle life saya yang kemudian menjadi tidak sehat, ditambah pekerjaan yang datang bertubi-tubi. Akhirnya menambah beban psikologis dan tekanan batin saya. Saya menjadi semakin stres. Tidak stres saja jadwal merah saya sudah sakit. Semakin stres bertambah-tambah pula menjadi semakin sakit. 

Di saat-saat seperti itu, saya juga menjalani beberapa terapi pengobatan. Sulit juga untuk mengutarakan bagaimana rasa sakitnya ke dokter. Sebaliknya, terkadang dokter yang memang tidak paham rasa sakitnya hanya menganggap nyerinya biasa saja. Butuh waktu penegakan diagnosis yang cukup panjang. Dengan berganti-ganti dokter. Bolak balik ke kota dengan pesawat, biaya yang tidak sedikit, antrian yang panjang mengular, dan terapi yang membuat saya bosan. 

Sampai akhirnya saya menjalani operasi laparaskopi dan didiagnosa dengan endometriosis grade tiga serta adenomiosis. Saya menjalaninya di tahun 2015. 

Saya tidak ingin menceritakan semua kisahnya secara mendetil dan panjang :) karena saya tidak ingin berbagi hal-hal menyedihkan tentang saya. Saya akhirnya memberanikan diri membuka ini, untuk sebuah perubahan yang ingin saya lakukan terhadap diri saya sendiri; sebuah penerimaan. Seperti yang pernah saya ceritakan sebelumnya di: Pencapaian 2018 dan Beberapa Fakta Tentang Saya. 

Saya harus melakukan ini, juga sebagai upaya terapi untuk diri saya sendiri. Selain itu, saya ingin berbagi, menuntaskan kewajiban saya sebagai manusia untuk peduli #sharingiscaring kepada perempuan-perempuan lainnya, agar mereka merasa bahwa mereka tidak sendiri serta dapat menjalaninya dengan cara yang lebih baik. Juga sebagai wujud edukasi kepada yang lainnya. 

Setelah diagnosis di tahun 2015, saya juga tidak merasa perlu khawatir, karena dokter pun mengatakan, bahwa keadaan saya baik-baik saja. Its mean, buat saya, itu pengakuan bahwa saya sehat dan tidak terjadi apa-apa. 

Saya tidak pernah mencari tahu tentang kondisi saya. Tentang apa itu endometriosis sebenarnya, meski rasa nyerinya setelah laparaskopi tetap saja ada. 

Tahun 2015 hingga 2016 bisa dikatakan menjadi tahun puncak terburuk buat saya. :(. Harus bolak-balik ke kota (laut-darat-udara) yang bisa dikatakan hampir dua sampai tiga bulan sekali di masa merah saya untuk jadwal terapi, membuat kondisi saya terpuruk saat itu. Menerima kenyataan, menerima kegagalan berulang, tiba-tiba saja saya merasa trauma. Saya trauma dengan semua tindakan yang dilakukan di tubuh saya. Saya merasa lelah. Lelah fisik, lelah batin, sementara, hubungan sosial saya juga menunjukkan grafik yang semakin menurun ke bawah, terjun bebas. 

Saya trauma pada jarum suntik, saya trauma dengan obat-obatan, saya trauma dengan bius, saya trauma dengan tindakan dokter, saya trauma dengan apa yang disampaikan dokter, saya trauma pada apa yang telah saya jalani sejak sebelum 2015. Saya trauma pada semuanya. 

Kemudian, saya memutuskan untuk berhenti di tahun 2017. Saya tidak ingin tahu apapun lagi. Saya mencoba memperbaiki retakan-retakan yang tercipta di tahun 2015-2016, meski sebagian sudah terlambat dan tidak bisa saya selamatkan. Saya ingin melupakan sakit dan segala rupa pedih sementara waktu. Saya menenggelamkan diri pada kesibukan yang luar biasa dan fokus berupaya semaksimal mungkin pada semua amanah yang saya terima. Saya berupaya sekuat tenaga untuk menampilkan sosok yang sehat, aktif dan produktif. Saya ingin menjadi seseorang yang bermanfaat. 

Sampai kemudian Allah hantarkan saya pada sosok Hajar di Baitullah. Seperti yang saya ceritakan sebelumnya di sini: Perempuan Setegar Hajar, Sebuah Perjuangan. Saya tak bisa menghentikan tangis saya selama di sana. Dua kali masa haid yang saya alami selama di sana, membuat saya jatuh sakit selama 15 hari. Dan itulah masa sebenar, di mana saya menjalani sakitnya dengan tenang, tanpa harus khawatir sakitnya saya merusak jadwal atau tanggungan yang lainnya.

Selama di baitullah, puas saya mengadu di hadapan Rabb yang Agung, bahwa saya malu karena merasa trauma dengan semua yang saya alami. Saya malu pada sosok seperti hajar, saya mengadu pada Allah bahwa saya tak sekuat Hajar. Di saat bersamaan, hati saya pun menjadi terbuka bahwa tidak baik bagi saya jika pasrah dan menyerah begitu saja. Saya tetap harus berupaya. Di sana, Allah kemudian menguatkan hati saya kembali, hingga sepulangnya dari perjalanan haji, saya menjadi berani dan tenang menghadapi kenyataan. Saya memulainya kembali. 

Dan tibalah masa-masa yang dulu sangat saya takutkan, namun telah saya putuskan untuk saya jalani kembali. Masa itu, mendekati akhir tahun 2018, saya harus bolak-balik ke RS setiap hari untuk jadwal menerima suntikan. Selama beberapa hari, dan ada masa di mana beberapa hari setelahnya, dosisnya bertambah menjadi dua kali suntikan. 

Mulanya, hari-hari saya demikian tenang, saya sampai pada fase, bahwa apapun yang harus dilakukan pada tubuh saya, inilah wujud ikhtiar saya, sampai dokter PPDS yang menyuntik saya bertanya, 

"Sakit Bu?"

"Enggak"

"Ibu kayaknya sekarang sudah kebal ya Bu, sudah gak ngerasain sakit lagi, saking sudah seringnya ya Bu."

Kalimat dokter pagi hari itu menyentak saya, dan dua hari setelahnya, saya menangis sejadi-jadinya, entah mengapa, semua hal yang pernah saya alami, tiba-tiba berkelebat kembali. 

Lalu esok-esoknya lagi, saat mengobrol dengan sang dokter, ia bertanya, 

"Kasihan lo Bu, perempuan yang hidup dengan endometriosis itu. Ya, kehidupan dia sangat terganggu. Apalagi kalau dia tiba-tiba sakit, padahal awalnya biasa-biasa aja. Apa yang terjadi pada ibu sekarang inilah, yang sangat tidak kita inginkan Bu."

Entah mengapa baru kali pertama ini saya merasa ada seseorang yang mengerti apa yang saya alami, selama ini, setiap bulannya. 

"Ibu tahu kan, apa yang ibu alami? ibu tahu kan apa itu endometriosis? ibu sudah baca-baca kan?"

Saya jawab, "saya gak mau baca-baca Dok, saya takut saya menjadi semakin khawatir dengan diri saya". 

Dan kemudian, satu kalimat Sang Dokter sangat menyentuh saya. 

"Ibu harus mau baca-baca. Ibu harus berpengetahuan. Bukan dengan niatan menambah rasa khawatir. Tapi agar ibu kemudian bisa berbagi, kepada yang lainnya."






Berhari-hari setelahnya, saya masih terus meresapi kalimat sang dokter itu. Lalu saya, menjadi terbuka setelahnya. Saya kemudian mencari tahu, saya memberanikan diri membaca jurnal kesehatan, blog, YouTube dan mencari kisah-kisah yang sama. 

Dan keberanian itu akhirnya berbuah. Saya mengirimkan ucapan terima kasih kepada sang dokter yang telah menyentil saya dua kali. Saya hanya merasa, sentilannya itu seperti sebuah pertanda dari Allah, agar saya melakukan sesuatu. Setidaknya, pada akhirnya, saya mulai terbuka dan mau bicara. 

Kemarin, saya akhirnya membuat satu artikel yang cukup panjang *karena rata-rata sahabat saya yang membacanya, mengeluh tentang betapa panjangnya uraian yang saya buat* dan mengirimkannya di media. Sungguh, saya tidak tahu mengapa artikelnya sepertinya menjadi terlalu medis. Namun, ini menjadi titik tolak pertama di mana saya akhirnya bisa berbagi tentang ini. 

Saya berharap kalian berkenan meluangkan waktu untuk membaca artikel yang saya tulis di bawah ini. Di situ saya menuliskan tentang apa itu Endometriosis, sedikit tentang seluk beluknya, efeknya dan bagaimana hubungannya dengan kualitas hidup perempuan agar kita punya pijakan pemahaman yang sama tentang apa yang saya bicarakan sepanjang ini di postingan ini dan selanjutnya. Jika masih ada waktu, boleh juga sekalian menonton video yang saya bagikan sebelumnya. :)

Endometriosis yang Masih Mengancam Kualitas Hidup Perempuan


Setelah saya lebih banyak mau membaca, saya jadi tahu, bahwa apa yang saya alami, real, nyata, bukan ilusi atau mengada-ada. Ya, dan ini baru benar-benar saya lakukan KEMARIN, 02 Januari 2019. Saya baru memahami apa yang saya alami sekira sejak tahun 2007 hingga 2018 ini KEMARIN. Saya tidak sedang bercanda!.

Saya tidak menyalahkan diri saya akibat keterlambatan pengetahuan saya ini, TIDAK!, saya hanya menjadikannya sebagai sebuah pelajaran berharga bahwa ternyata jika saya dapat menerimanya lebih awal, semua kondisi yang saya alami di tahun-tahun puncak keterpurukan pada tahun 2015-2017 barangkali tidak akan terjadi. 

Jika saya bisa mengelolanya, saya pasti tahu apa yang harus saya lakukan, saya pasti bisa menjaga hubungan saya dengan sekitar dengan cara lebih baik, tapi semua sudah terjadi. Allah tentu memiliki rahasia tersendiri, sehingga saya harus menjalani setiap detilnya sampai detik ini. 

Sehingga pengalaman demi pengalaman yang telah saya alami menjadikan saya bisa menuliskan ini semua. 

Astaga, sungguh, ini tadi rencananya saya tuliskan dalam satu artikel saja. :)

Tapi baru sampai prakata sudah sepanjang ini. :)

Silakan membaca bagian keduanya di sini: 

Endometriosis dan Bagaimana Agar kita Bisa Berdamai Dengannya (2)





You Might Also Like

Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.



28 komentar

  1. Membaca judulnya saja membuat aku amat sangat tertarik mba, karena aku punya seseorang yang sangat aku sayangi alami hal ini juga.

    Mba, teruslah berbagi, karena percayalah, kita takkan pernah tahu bahwa, di luar sana bisa saja tulisan kita ini, sangat dinanti dan mungkin juga menginspirasi...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih Mbak , semoga informasi yang saya bagikan ini bermanfaat ya Mbak. :)

      Delete
  2. Gpp mba panjang, ini saya baca kok buat jadi informasi saya juga tentang endometriosis yang aku pun awam akan hal ini. Thank you for sharing mba, sehat selalu AMIN

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama Mbak, terima kasih, semoga bermanfaat ya info ini. :)

      Delete
  3. Tentunya tak mudah untuk menjalani ini semua. Mba, semoga mba segera dimudahkan dan dilancarkan ya untuk pengobatannya juga. Mba harus kuat dan semoga bisa benar-benar sembuh. amin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiin, insyaallah Mbak, terima kasih doa dan semangatnya. :)

      Delete
  4. Beruntung nya saya yang hanya mengalami sakit saat pra-menstruasi. Itu pun sampai guling-guling di kasur, dan diiringi dengan rasa mual yang nggak enak banget. Pernah juga pingsan saat di tengah mata kuliah, karena menahan sakit sampai keluar keringat seukuran jagung.

    Aku kayaknya gak parah, karena begitu nikah bisa sembuh sendiri. Nggak merasa sakit tiap menstruasi mau datang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya Mbak alhamdulillah, perempuan yang sehat adalah anugerah luar biasa dari Allah, :)

      Delete
  5. Sedih bacanya, tapi bermanfaat banget tulisannya ini, khususnya buat para wanita.

    Semoga mbak Nurin selalu sehat, dalam lindungan Allah. Aamiiin ��

    ReplyDelete
  6. Kalau aku malah ada myom, dan ini baru diketahui setelah punya anak ketiga.
    Rasanya nggak karuan juga, tapi memang endometriosis ini lebih sakit ya.
    Sehat-sehat selalu ya Nurin, agar bisa berbagi terus :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sekarang udah sehat kan Mak?

      Mak Injul juga ya, semoga sehat selalu. 😉

      Delete
  7. Semangat terus mbak dan sehat selalu. Aku tertarik banget baca artikel ini dari awal sampai habis dan dapet pelajaran baru. Terimakasih sharingnya mbak.

    ReplyDelete
  8. Tulisan panjang beanfsst gal kan membuat readers berhenti membaca. Binda ikut prihatin krn salah seorang anak bunda juga kl sedang M kesakitan, nangis dsn dsn nerguling-guling sampe rssanya ingin kl bisa bundabmenggantikannya. Itu 13 th yl .Kini alhamdulillah, anak bunda zdh pulih dengan sendirinya tanpa terapi apapun. Smg cepat kabur ya rada sakitnya dan gak muncul lg. Aamiin

    ReplyDelete
  9. Oh... saya baru ngeh setelah membaca artikel ini. Saya memiliki teman yang sepertinya dia juga memiliki masalah endomeatriosis. Kalo mens datang dia gak bisa ngapa-ngapain selain di atas ranjang, nangis, guling-gulingan. Makasih ilmunya Mbak. Semoga lekas selesai pengobatannya ya Mbak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya Mbak, tapi tidak semua nyeri haid itu karena Endo juga. Bisa disebabkan oleh yang lainnya.

      Amin, makasih Mbak. 😊🙏

      Delete
  10. Semangat ya mba, sepupuku ada yang kena dan bertahun2 melawan rasa sakit akhirnya memberanikan diri operasi..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga setelah operasi semakin sehat ya Mbak Dew sepupunya. 😊

      Delete
  11. Dari pertama baca hingga akhir aku merasa salut dengan kekuatan serta ketabahan Mba melewati semuanya. Ditambah lagi ada pengetahuan untuk pembacanya. Semoga lekas selesai pengobatannya

    ReplyDelete
  12. Semoga Allah SWT segera mengangkat rasa sakit yang selalu Mbak rasakan. Iya ada teman saya beberapa orang, kalau datang bulan sampai pingsan. Mungkin gejala yang sama dari endometriosis.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa jadi Mbak, boleh dilanjutkan untuk pemeriksaan agar ditemukan penyebabnya. 😊🙏

      Delete
  13. Terima kasih Mbk sudah berbagi cerita. Aku jadi tahu apa itu endometriosis. Teman aku ngajar dulu sering juga izin mengajar saat dia haid dan kra perut. Bahkan kayak mau pingsan dan kami emang bingung gimana menolongnya selain agar istirahat. Semoga lekas pulih ya Mbk

    ReplyDelete
  14. Saya jadi pengen tau lbh banyak mbak ttg endometriosis ini.
    Saya termasuk yg kalau haid sering sakit. Dulu bahkan pernah hampir pingsan mbak. Tapi setelah punya anak itu menghilang. Meski msh ada nyeri dikit di hari pertama. Terima kasih sudah berbagi. Semoga lancar pengobatannya dan lekas sehat ya mbak :)

    ReplyDelete