Saya ingat seseorang, yang kehadirannya selalu mampu
membawa kesejukan, damai. Senyumannya ikhlas, menawan. Ia juga ringan tangan,
suka membantu setiap kawan yang kesulitan. Ada juga seorang lagi, yang Allah
karuniai kecerdasan luar biasa, serius menjalani hidup, selalu terdepan, dulu
saya kira akan sulit bagi saya untuk berkawan dengan orang sejenis ini. Suka bicara dengan tempo cepat, perfeksionis, dan terkesan sedikit menggurui. Tetapi, suatu
hari, saat sedang bersama dalam sebuah perjalanan, saya tertenyuh melihatnya dengan
sigap berdiri, mempersilahkan seorang nenek tua untuk menempati kursi busnya,
diantara puluhan orang yang tetap memilih duduk diam, mengamankan posisi. Tidak
hanya satu kali perjalanan, di perjalanan-perjalanan berikutnya, saya hampir
selalu melihat dia begitu, tidak hanya untuk nenek tua, tapi siapa saja, yang
dirasanya membutuhkan. Saya tidak pernah lupa, suatu ketika dalam sebuah perjalanan, ia sibuk memastikan kami mendapatkan kursi dan duduk di bus dengan nyaman, sementara ia sendiri, tidak berkecil hati karena kehabisan kursi, ia nampak terlihat riang dengan posisi berdiri.
Bismillahirrohmanirrohim.
"Kalau sedang gemas, saya sering kepikiran untuk diseriusin sampai ke puncak. Jadi menteri atau apalah gitu yang tinggi-tinggi, biar bisa punya wewenang. Karena ternyata kewenangan itu juga perlu dimiliki, untuk diarahkan ke yang baik-baik. Tapi suka mikir juga, kalau sudah di puncak, bisa gak ya melihat ke bawah secara jelas. Di atas itu hembusan anginnya sejuk sekali, pemandangannya juga menyilaukan, bisa-bisa malah lupa tujuan".
Apalagi kalau setiap hari menyaksikan kewenangan yang berubah menjadi kesewenangan. Tambah gemas rasanya!, hanya pertanyaannya, bisakah kita menjadi seseorang yang kuat, yang berada pada jalur kebaikan di tengah-tengah kesemerawutan sistem? diantara tradisi-tradisi buruk turun-temurun nan mendarah daging itu? yakinkah kita (sebagai seseorang yang gemar sekali mendebat, mencela, menghujat) para pemegang kuasa, jika kita menggantikannya, semua akan menjadi lebih baik akhirnya?
Apalagi kalau setiap hari menyaksikan kewenangan yang berubah menjadi kesewenangan. Tambah gemas rasanya!, hanya pertanyaannya, bisakah kita menjadi seseorang yang kuat, yang berada pada jalur kebaikan di tengah-tengah kesemerawutan sistem? diantara tradisi-tradisi buruk turun-temurun nan mendarah daging itu? yakinkah kita (sebagai seseorang yang gemar sekali mendebat, mencela, menghujat) para pemegang kuasa, jika kita menggantikannya, semua akan menjadi lebih baik akhirnya?
"Lihatlah para penonton sepakbola, sebagai pengamat, yang tahunya hanya melihat, suka sekali berlagak sok, merasa kurang inilah, kurang itulah, kalau perlu sampai menghajar saat tidak puas. Lucunya! sementara yang berkeringat, yang hampir kehabisan napas, yang tersengal-sengal, yang tertekan, adalah segelintir pemain yang berada di tengah lapangan"