Makassar, Doa yang Tertolak
Kualat. Mungkin itu padanan kata yang tepat. Mengingat berbilang tahun yang telah lewat –kurang lebih 10 tahun lalu- doa aneh saya agar tidak berjodoh dengan pemuda Sulawesi, agar diizinkan berkelana mengelilingi dunia tanpa pernah menginjakkan kaki ke Pulau Sulawesi malah berujung sebaliknya. Kini saya menjadi isteri dari seorang pemuda keturunan Muna-Sultra dan Banggai-Sulteng. Sementara itu, Pulau Sulawesi menjadi tempat yang paling sering saya kunjungi, setidaknya satu tahun sekali.And then, this is the first time i tread on Makassar.
Tujuh Agustus 2012, cuaca panas segera menyapa sesampainya saya di Bandar Udara Sultan Hasanudin. Tujuan saya kemari adalah menjenguk Bapak yang sedang dirawat di RS Wahidin, sedang Kak telah berangkat terlebih dahulu dua minggu yang lalu. Saya berfikir cukup lama untuk menceritakan pengalaman saya di Makassar. Hmmm... tapi setelah saya timbang-timbang, sayang juga. Sebenarnya sudah ada beberapa tempat yang telah kami (saya dan Kak) kunjungi, berhubung dulu belum punya blog, jadi tidak sempat tercatat rapi. Lagi pula, diantara beberapa tempat yang kami kunjungi, pengalaman di Makassar terasa sebagai the best journey, terutama buat saya. Yah, meskipun ini bukan kunjungan wisata apalagi bulan madu untuk puluhan kali. Meskipun kami tidak menginap di hotel dengan fasilitas yang mumpuni, hanya tidur di selembar tikar di atas lantai Rumah Sakit. Bersyukur sekali, Allah memberikan kami kesempatan waktu untuk berkeliling, dengan menaiki Pete-pete (sebutan untuk angkot) dengan gaya asal naik, hanya untuk berkeliling melihat pemandangan kota dilanjutkan dengan mengunjungi beberapa tempat yang sepertinya heboh banget saat di televisi seperti Pantai Losari, Fort Rotterdam, Trans Studio Makassar, Mol Karebosi,dan beberapa tempat yang sepertinya hanya orang-orang seperti saya yang begitu bergembira pergi kesana, Museum. Yeah, Museum.
Makassar, Kemana-mana Sering Nyasar
Beberapa pengalaman lucu juga kami alami, seperti saat terkena apes akibat abang bentor (becak motor) sotoy.Pertama: saat kami minta diantarkan pergi ke makam Raja-raja dan Syeikh Yusuf. Saat memanggil bentor,
"Bang, antar kami ke makam Syeikh Yusuf", begitu kata Kak.
Saya pun mengingatkannya, seharusnya mengatakan minta antar ke makam Raja-raja, karena saya takut meskipun Syeikh Yusuf termasuk tokoh terkenal, tidak semua orang mengenalnya. Tidak begitu lama, bentorpun berhenti di sebuah tempat yang emmmmm, sejujurnya saya agak merasa aneh dengan tempat tersebut. Tidak terlihat seperti kuburan, sama sekali berbeda dengan foto makam yang sebelumnya saya lihat di Museum, terdapat panggung, tempat duduk dan taman, seperti tempat anak-anak muda kongkow, dan lagi, ini mana kuburannya?. Namun demi melihat, tulisan 'Syeikh Yusuf Discovery', tampang abang bentor yang begitu meyakinkan, dan demi menjaga perasaan Kak yang sudah mau menemani saya ke tempat ini, saya pun diam saja. Lalu, kamipun berfoto disini sampai puas. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan untuk mengunjungi Benteng Somba Opu. Sesampainya disana, saat kami bercakap-cakap dengan salah seorang petugas Museum dan ditanya,
"Sebelumnya darimana?"
Dengan bangganya, kami bercerita bahwa seharian ini kami telah mengunjungi tempat ini dan itu, juga ke tempat Syeikh Yusuf. Petugas museum nampak tidak percaya saat kami mengatakan tempat yang terakhir, sehingga harus mengulang pertanyaan, "yang dimana tempatnya?".
"Oh, kenapa siang-siang terik begini ke tempat itu? bagusnya pas sore-sore, waktu lagi ramai-ramainya, itu tempat biasa untuk kumpul-kumpul anak muda"
Ha? campur aduk rasanya mendengar fakta tersebut. Sudahlah panas, ditambah sedang puasa, sudah terlanjur bergembira juga. Ya sudahlah ..."Oh, kenapa siang-siang terik begini ke tempat itu? bagusnya pas sore-sore, waktu lagi ramai-ramainya, itu tempat biasa untuk kumpul-kumpul anak muda"