Quran

-7- Menembus Keterbatasan

Thursday, September 08, 2011

Seorang Koordinator Statistik Kecamatan (KSK) Bulungan Saat Menghadapi Rintangan

“Jangan jadi Jago Kandang
Yang beraninya cuma di kandang!
Semua hal bergerak dan berubah setiap hari.
Seorang jago kandang tak akan pernah berubah
Karena ia cuma berani pada hal-hal tetap
Keluarlah dari kotak dan tinjulah congkaknya dunia dengan keberanianmu (B. Trim)”

            Kutu anjing adalah binatang yang mampu melompat 300 kali tinggi tubuhnya. Subhanalloh, hebat ya? Namun apa yang terjadi jika ia dicebloskan ke dalam sebuah kotak korek api kosong kemudian kita biarkan selama satu hingga dua minggu? Hasilnya, kutu itu sekarang hanya mampu melompat setinggi kotak korek api saja! Kemampuannya melompat 300 kali tinggi tubuhnya tiba-tiba hilang. Ini yang terjadi. Ketika kutu itu berada di dalam kotak korek api ia mencoba melompat tinggi. Tapi ia terbentur dinding kotak korek api. Ia mencoba lagi dan dan terbentur lagi. Terus begitu sehingga ia mulai ragu akan kemampuannya sendiri. Ia mulai berfikir, “sepertinya kemampuan saya melompat memang hanya seperti ini .” kemudian loncatannya disesuaikan dengan tinggi kotak korek api. Aman. Dia tidak membentur. Saat itulah dia menjadi sangat yakin, “Nah benarkan? Kemampuan saya memang seperti ini, inilah saya!”. Ketika kutu itu sudah dikeluarkan dari kotak korek api, dia masih terus merasa bahwa batas kemampuan lompatnya hanya setinggi kotak korek api. Sang kutu pun hidup seperti ini hingga akhir hayat. Kemampuan yang sesungguhnya tidak tampak. Kehidupannya telah dibatasi oleh lingkungannya.



         
             Sejatinya, kotak korek api banyak menjelma dalam bentuk apapun ketika kita hendak  memulai langkah menggapai cita-cita mulia. Kotak korek api bisa menjelma menjadi kesibukan akan rutinitas sehari-hari, pikiran sempit merasa tidak mampu, usia, perkataan teman yang menjatuhkan, kekurangan fisik, bahkan lingkungan yang tidak mendukung. Hal ini pun terjadi, ketika kita hendak memulai hidup bersama dengan Alquran. Jika direnungkan, mengapa dalam 1 hari yang berisi 24 jam kita mampu melakukan segala aktivitas dari mulai bangun sampai tidur kembali, tapi selama bertahun-tahun dan bertambahnya usia, tilawah kita (terutama juga saya) biasa-biasa saja, hafalan tidak juga bertambah, tidak juga menjadi semakin bagus.

           Saya pun seringkali terkungkung di dalam kotak korek api. Saya selalu menyalahkan lingkungan, ini karena pekerjaan saya yang banyak, ini karena amanah saya yang kian bertambah, ini semua karena saya tidak ditakdirkan berada di tempat khusus bersama Quran  sepertihalnya mereka yang di pesantren sana. Adakalanya saya mencoba memulai meloncat tinggi, dengan menargetkan beberapa jam khusus bersama Al-quran, tidak berlangsung lama tiba-tiba loncatan saya terbentur,  dengan beberapa hal kecil sepertihalnya kelelahan akibat lembur di kantor, dikejar deadline, malas, mengantuk, tidak semangat. Sekali, dua atau tiga kali terbentur, saya masih bersemangat untuk mencoba lagi. Tapi ketika saya terbentur berkali-berkali, dan rasa pasrah menggelayut ditambah dengan banyaknya kesibukan, saya hampir saja, menyamakan loncatan setinggi kotak korek api.

            Agar aman, bukankah lebih bagus jika saya tidak perlu berpayah-payah berjuang? Toh yang penting saya tidak lupa, toh yang penting saya masih mau tilawah, toh yang penting saya masih cinta dengan quran. Lalu saya merenung, berfikir, merenung, berfikir, merenung dan berfikir lagi. Jika memang karena sempitnya waktu dan banyaknya amanah, mengapa sosok sepertihalnya Ustadzah Yoyoh Yusroh, dengan kesibukannya yang luarbiasa itu bisa? Kurang sibuk apa beliau? Kurang banyak apa lagi amanah beliau? Bahkan ditengah kesibukannya, masih sanggup mencetak generasi-generasi quran. Jika memang karena usia, mengapa ibu Nuraini yang paruh baya itu bisa? (saya mengenal ibu Nuraini ketika di LBQ Al-Ustmani, beliau mengkhatamkan quran ketika sama-sama belajar di Ustmani, dan beliau mengkhatamkan hafalan Qurannya di usia lima puluh tahun lebih). Lalu mengapa saya yang begitu merasa sibuk dengan banyaknya agenda, masih sempat menerima dan mengerjakan amanah-amanah lain, bahkan terkadang masih sempat menonton televisi, browsing internet, berbisnis, menulis, lalu merasa tidak sanggup murojaah, tidak sanggup tilawah, tidak sanggup mempelajari alquran, tidak sanggup berjuang untuk semakin meninggikan derajat mulia di sisi Alloh melalui Alquran? Betapa dholimnya….

            Bagaimana akhirnya jika kita bernasib sama dengan sang kutu? Ketika baru memulai menghafalkan suroh Al-Qoriah, karena tidak juga hafal dalam satu minggu, kemudian merasa tidak mampu, merasa begitu sibuk dengan berbagai urusan, dan akhirnya ditinggalkan. Itulah kutu yang sedang berada dalam kotak korek api.  Ketika mulai menjadwalkan murojaah, hanya karena lupa lalu merasa berat, besoknya tidak mau lagi. Akhirnya, setelah mencoba berkali-kali dan belum berhasil, kita sesuaikan loncatan hanya setinggi kotak korek api. Sehingga setelah berkali-kali kita dikeluarkan dari kotak korek api, dengan ribuan motivasi, buku, tayangan yang menggetarkan hati, semuanya tidak membekas dan tidak merubah keyakinan kita tentang kemampuan yang sesungguhnya. Hingga sampai bilangan tahun, tidak terasa hafalan quran kita belum juga melampaui dari suroh-suroh pendek juz 30, itupun masih lupa-lupa ingat dengan urutan surohnya…

Wallohu a’lam bisshowab
                                                                                                Renungan Sya’ban 1432 H.
                                                                                                Tanjung Selor Kota Ibadah..

“By: Nurin Ainistikmalia..
Judul serupa pernah ada di buku saya “Nggak Juara Nggak Oke” (Smart Media, 2007)

You Might Also Like

Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.



0 komentar