Cinta

-257- Kita Begitu Berbeda Dalam Semua, Kecuali Dalam Cinta

Monday, October 16, 2017


Kita begitu berbeda dalam semua, 
kecuali dalam cinta
(kutipan puisi Soe Hok Gie)

Bismillahirrahmanirrahim.

"Kamu memang tidak pernah sama dengan aku. Kita tidak pernah sama. Kita selalu berbeda. Cara pandang kita berbeda."

Itu yang dikatakan Kak (suami saya) di siang itu. Dan saya berpikir keras sesudahnya. Memahami pesan tersirat dan tersuratnya. Kita tidak pernah sama. Kami berbeda. Jauh berbeda. Dalam banyak hal. Dalam banyak sisi, dalam pengertian dan cakupan yang lebih luas lagi.

Tidak ada cocoknya, kalau mau dipikir-pikir lagi.

Dan kami membuat pengakuan tentang itu. Kami sadar, mengakui dan menerima segala perbedaan itu. Menjalaninya, sebab sejalan seiring itu butuh perbedaan. Tidak bisa kanan semua, tidak bisa kiri semua. Harus ada yang menjadi kanan. Mesti ada yang berperan menjadi kiri.

Baca juga: Konspirasi Cinta, Sepasang Sepatu

Ada hal-hal yang menyatukan langkah perbedaan kami, salah satu yang terbesar ialah bingkai cinta.

Kalian boleh memiliki definisi cinta yang bermacam rupa.

Tetapi untuk saya, cinta itu bagai kerangka. Kerangka yang akan menyatukan.

Ada saat-saat di mana dengan cinta itu, melebur semua segala beda. Ada waktu di mana kalian akan merasa ringan mengorbankan 'diri', 'ego' dan segala label yang melekat untuk memperjuangkan sesuatu yang diingini oleh orang yang kalian cinta. Ada perjuangan di dalamnya. Ada kegigihan di sana. Ada yang meletup-letup di sana. Ada kekuatan besar yang membuat dadamu berdegup, menyaksikan seutas senyuman orang yang dicintai jauh lebih berharga dibandingkan bahkan kehidupan kalian di dunia ini.

Tetapi bagaimana,

bagaimana seandainya,

Seandainya bagaimana jika tingkatan cinta itu kita naikkan lagi?

Bagaimana jika cinta kita, kita letakkan pada sesuatu yang tidak lagi fana.

Tidak lagi ter-jeruji dengan sesosok kerangka yang bernama 'raga'.

Tidak lagi terbungkus dan terfokus hanya pada satu 'jiwa'.

Tidak lagi terkerucut pada jenis cinta yang penuh romantika.

Yang dengan cinta itu, kita dapatkan semua keindahan hidup. Ketenangan jiwa, kepuasan hidup. Karena kita tidak lagi menitipkan 'rasa' hanya dan hanya kepada satu-dua atau bahkan banyak makhluk saja.

Baca juga: Menganalogikan Cinta Versi Al-Iman

Meskipun rasa-rasanya ini akan sulit.

Sebab salah satu prasyarat dalam tingkatan cinta ini adalah; pasrah. Pasrah kepada keputusan apapun dari zat yang Maha Layak untuk dicintai.

Cinta pada level ini, mengingini agar kita melepas semua ego, termasuk rasa ego dalam hal kepemilikan. Merasa memiliki. Kekasih yang dicintai, sesosok yang ingin dinikahi, anak, benda dan bahkan nyawa hingga jiwa kita sendiri.

Cinta pada jenis ini menginginkan agar kita senantiasa legowo, memiliki hati lapang atas setiap hasil yang diikhtiari. Ini tidak mudah! karena setiap kali berjuang, bayangan kita selalu ingin menang.

Cinta pada tingkatan ini meminta kita untuk tabah, ikhlas, menerima jalan takdir yang ditentukan. Lagi-lagi ini tidak mudah! karena setiap kali melangkah kita membawa selaksa harap dan impian. Dan lagi-lagi kita akan merasa, bahwa semua pengorbanan kita layak untuk diganjar dengan sebuah kesuksesan.

Cinta ini akan rumit, manakala harap, impian dan kenyataan hasil, pada akhirnya tidak pernah bertemu di persimpangan. Harapan kita ada di utara jalan, sementara hasil telah disiapkan di sebelah selatan. Kelihatannya tinggal lurus saja, nyaris tiada hambatan jikapun ingin dikejar.

Tapi nyatanya, harapan kita menuju utara dipatahkan. Kita dibawa ke timur laut, belok ke barat daya, dilempar, dipingpong, dijatuh bangunkan sampai akhirnya tiba di selatan. Panjang dan menjadi perih sekali perjuangan.

Sakit!.

Tentu saja. Tapi bukankah ini yang tlah kita sepakati tadi sebagai definisi cinta yang telah naik satu tingkatan?

Cinta yang lapang. Cinta yang legowo. Cinta yang ikhlas berjuang. Cinta yang tabah pada apapun jalan takdir yang kelak akan digariskan.

Cinta yang gagah. Segagah Cinta Salman Al-Farisi yang hendak meminang. Yang berbinar-binar terang mengajak serta sahabatnya Abu Darda.

"Mohon maaf atas keterusterangan ini. Dengan memohon ridlo Allah. Lamaran Salman, puteri kami tidak dapat menerimanya. Tetapi jika Abu Darda memiliki maksud yang sama, maka puteri kami bersedia." Begitu jawaban yang ia terima.

Sakit. Manusiawi. Saya tidak dapat membayangkan jika ini terjadi pada diri saya. Setangkup harap, cita-cita dan impian untuk bersanding terpatahkan lantaran sang pujaan memilih yang lainnya. Jika pilihannya ialah seseorang yang jauh dari hadapan saya, tidak saya kenali, mungkin rasanya jauh tidak mengapa. Tapi ini sahabat, dekat, dan yang saya jadikan sebagai wakil untuk menyampaikan maksud dan tujuan.

Betapa teririsnya!. Tidak cukup hancur berkeping untuk menggambarkan perasaan saya. Leleh, menguap, terbakar atau apalah istilah lain yang lebih perih dan menyesakkan.

Tetapi hati Salman lebih mulia. Mendengar penolakan itu, takbir ia ucapkan. "Allahu Akbar! semua mahar dan harta yang aku persiapkan pada hari ini akan aku serahkan pada Abu Darda. Dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian!."

Mulia sekali hati Salman Al-Farisi. Bingkai cintanya demikian baik. Kokoh dan tegar.

Cinta yang rasanya belum sanggup saya sampai pada tingkatan demikian. Seperti halnya cinta yang tidak ingin saya bahas lebih lanjut jika telah sampai pada pokok tema; poligami, berbagi cinta.

Baca juga: Diantara Dua Cinta Ibrahim

Belum sanggup saya bayangkan.

Tetapi pada akhirnya, waktu akan membawa pada banyak kemungkinan-kemungkinan.

Maka pada setiap tingkatan tahun hubungan, selalu kami pastikan, untuk memperbaharui ulang, kerangka perjalanan. Mendefinisikan kembali, cinta. 

Saling kembali menggenggam, lebih mengeratkan, menguatkan.

"Ingat saya", kata saya pada Kak di tahun ke delapan perjalanan.

Baca juga: Mendedah Rasa Memaknai Cinta.

Saya tidak mengatakan kepadanya agar mencintai saya, sampai kapanpun. Sampai maut memisahkan. Sebab itu berarti cinta saya masih sangat bergantung. Saya masih merasa memiliki. Cinta saya akan sangat dalam. Dan barangkali cinta saya akan rumit, sebab berpangku pada sosok seseorang. Meski kenyataannya, hingga saya menuliskan ini, saya amat takut pada: kehilangan.

"Ingat saya, yang berada di sampingmu. Sampai dengan hari ini."

"Bantu saya." Jawabnya dengan balasan genggaman yang lebih erat.

Rasanya ganjil dan aneh. Untuk pertama kalinya kami membahas kemungkinan-kemungkinan.

Peluang perserongan, bosan dengan pasangan, gangguan pihak ketiga, tentang apa yang mesti kita lakukan, tentang kesepakatan-kesepakatan.

Dan sampai pula pada peng-aminan, jika hubungan kedekatan ini bukanlah sebuah kepemilikan. Semua hal bisa terjadi, di tengah maupun di akhir perjalanan. Kapan saja. Setiap dari kami berpeluang sama untuk berbelok. Manusiawi. Tetapi bagaimana cara menghadapi, cara menyikapi sekaligus mencegah agar tidak terjadi, ini yang perlu dibicarakan, dengan lugas, tegas dan gamblang.

Ah, kenapa jadi jauh sekali saya berbicara tentang perasaan.

Karena saya tahu, perasaan ini halus sekali. Ia menjadi kekuatan. Sekaligus kelemahan terbesar.

Pada cinta.

Kita akan dihadapkan pada kemungkinan-kemungkinan.

Tidak hanya tentang hubungan dua insan.

Bahkan juga tentang masa depan.

Apalah hidup dan esok itu.

Kita tak pernah tahu. Tidak pernah terang. Apatah benderang. Semua gelap. Bahkan hanya bayangan. Tidak pernah dapat diterawang.

Yang perlu kita lakukan ialah memperbaharui kerangka cinta.

Menaikkannya ke tingkatan cinta satu tingkat di atasnya.

Memiliki hati yang dipenuhi cinta kepada yang paling berhak dicintai.

Sehingga apapun yang terjadi. Apapun jenis kehilangan.

Cinta kita tetap tegar, kokoh, penuh daya juang.

Kita boleh saja begitu berbeda dalam semua, 
Tetapi tidak dalam cinta
(disunting dari puisi Soe Hok Gie)

#ODOPOKT8
#BloggerMuslimahIndonesia




You Might Also Like

Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.



4 komentar

  1. Wooww! Coretan yang menarik..😂

    Manusia diciptakan oleh tuhan memang berbeda-beda, Namun tetap satu tujuan.

    Bila Cinta yang berbeda mungkin itu awal penjajakan karena Cinta membuat yang berbeda salin menutupi.. Sebagai contoh kelebihan serta kekurangan dalam hidup..😊

    ReplyDelete
  2. Indah sekali..................

    Aku sangat menikmati cinta dengan suami. Meski belum dikaruniai anak semoga cinta kita selalu bersemi eaaaaa uhuuk

    ReplyDelete