Siap-siap di timpuk para penggemar sereal Mahabharata :P.
Semenjak Mahabharata mulai ramai diperbincangkan (terutama teman-teman perempuan saya), saya sudah bisa memprediksikan tontonan ini bakalan naik rating dan booming. Ternyata benar, tanpa menunggu waktu lama, sederetan pemainnya yang kekar, ganteng dan sexy (kata teman-teman perempuan saya lagi) itu beramai-ramai datang menemui para penggemarnya di nusantara. Hebohlah pokoknya ya..:)
Saya hanya menontonnya sekilas, dan karena sekilas itulah membuat saya tidak begitu paham jalan ceritanya dan hal apa yang membuat orang-orang begitu gemar menonton film yang ditayangkan hampir setiap malam ini. Sesekali, saya hanya membaca sekilas rangkuman episode ceritanya yang (lagi-lagi) ramai diperbincangkan di salah satu grup WA yang saya ikuti. Semenjak diskusi yang cukup panjang tentang perlu atau tidaknya televisi di rumah, dan berakhir dengan keputusan tetap ada televisi di rumah, kami membuat peraturan dalam hal menonton televisi, demi kedamaian dan kenyamanan dunia, :). Lebih tepatnya, demi menjaga diri kami dari kesia-siaan dan juga untuk kebutuhan mendidik anak. Di rumah, saya membuat peraturan menonton ini untuk Fifi. Fifi hanya bisa menonton televisi setelah sholat maghrib, mengaji dan belajar. Saya mengizinkannya menonton tiga kali tayang iklan. Setelah itu, selesai.
Saya juga memberikannya pilihan: boleh menonton televisi atau menonton film dvd. Pilihan Fifi biasanya jatuh pada menonton film dvd, itu juga dibatasi hanya boleh dua judul. Film favorit yang paling ia sukai adalah Dodo. Fifi bisa menonton Dodo dengan judul yang sama, berulang-ulang setiap malam, tanpa terlihat bosan. Kegiatan malam Fifi akan berakhir pukul setengah sembilan, setelah bersih-bersih dan gosok gigi, saya membacakannya cerita sampai ia mengantuk dan tertidur. Selain menonton di malam hari, saya juga memberinya kesempatan menonton di beberapa waktu yang lain seperti sabtu-ahad, ketika libur, ia boleh menonton di pagi hari, tapi tidak lama. Biasanya, saya memintanya untuk melakukan aktifitas bermain bersama teman-teman, kegiatan fisik seperti berolahraga atau lainnya sampai menjelang dzuhur. Siang hari, waktu Fifi untuk beristirahat, ia punya kebiasaan tidur yang cukup lama, hingga menjelang ashar. Setelah ashar adalah waktu bermain untuk Fifi bersama teman-temannya di sekitar rumah. Boleh bermain apa saja asal tidak jauh. Berlarian, perosotan di tanah sampai kotor, main masak-masakan, sampai menghambur-hambur mainan di kamar. Semuanya boleh, asal anak-anak puas dan gembira. Dan yang pasti, saya juga puas beristirahat sejenak sampai menjelang maghrib, setelah penat pulang dari kantor sore hari. :).
Peraturan menonton ini bukan berarti anti dengan teknologi, sama sekali tidak. Tetapi lebih, kepada pilihan untuk berhati-hati dan memilah tayangan. Dari melihat iklan saja, pengaruhnya sangat kuat tertanam di benak anak. Fifi selalu percaya, bahwa dengan memakai sampho tertentu, bundanya bisa hilang. Fifi percaya jika seorang ibu ingin hamil, ia harus minum susu dengan berdiri. Ia juga sangat yakin dan percaya bahwa temannya yang bernama Sarah, akan berubah menjadi srigala di malam hari seperti yang ada di televisi. Bayangkan saja, jika aktivitas anak menonton ini tidak dibatasi, dibiarkan saja menonton apapun yang ia mau. Selain ia akan kehilangan banyak waktu untuk belajar (belajar bersosialiasasi, belajar rangsangan motorik, belajar ilmu-ilmu yang lain), ia akan tumbuh besar bersama keyakinan atas apa yang ia tonton. Dan, sebagai orang tua kita akan kehilangan banyak waktu untuk memberinya pendidikan ilmu. Meskipun ya, pendidikan itu tidak melulu melalui pembelajaran langsung, bisa melalui prilaku, kebiasaan orang tua, atau media yang lain. Tapi, rasanya sayang, jika pendidikan dasar yang wajib seperti mengajarkannya Al-Quran dan sholat kemudian menjadi terbengkalai dan lepas dari prioritas. Kita bisa belajar dari para salafus sholeh yang rata-rata sudah menghafalkan Al-Quran di usia yang masih sangat amat belia, antara 7 sampai 10 tahun. Di Indonesia, kita bisa belajar dari keluarga penghafal Al-Quran, yang sukses mendidik anaknya untuk mencintai Al-Quran, dan banyak lagi.
Saya selalu percaya bahwa pendidikan dasar yang akan menjadi pijakan yang sangat kuat buat anak adalah di rumah, dan tanggung jawab pendidikan terbesar ada di pundak orangtua. Karenanya, sangat penting bagi kedua orang tua untuk mulai merancang dan menanamkan visi-misi yang baik dalam kelangsungan kehidupan keluarga ke depan. Visi misi yang akan dibangun bersama ini, tentu saja didasari cita-cita mulia ayah dan bunda untuk mencetak generasi-generasi terbaik di zamannya. Generasi yang tidak hanya hafal tokoh-tokoh idola di televisi, tetapi juga mengenal siapa Tuhannya dan untuk apa ia diciptakan. Generasi yang tidak hanya cerdas akalnya, tetapi juga terpuji akhlaknya. Berapa banyak anak-anak yang cerdas tetapi tidak tahu bagaimana cara berterimakasih, menghargai teman dan menjadi anak-anak yang penyayang. Anak-anak ideal seperti ini, tentu tidak mampu diciptakan dalam waktu satu malam, butuh waktu yang panjang, perjuangan yang terus menerus, dan perhatian dari para pendidik, terutama ayah-bunda. Terlebih di usia-usia perkembangan emasnya antara 0-7 tahun, pendampingan orangtua sangat dibutuhkan bagi kelangsungan kemandirian pribadinya menghadapi masa-masa sekolah, remaja dan dewasa. Oleh karena beratnya perjuangan yang akan dipikul oleh ayah-bunda, saya menjadi yakin bahwa sebenarnya kita tidak punya banyak waktu untuk bersantai-santai ria dengan banyaknya episode tontonan yang bermacam rupa. Masih banyak pendidikan yang belum kita selesaikan, mengajarkannya tentang tauhid, akhlak, mengajarkannya mengenal para nabi, mengajarkannya Al-Quran, hadits dan banyak pengetahuan. Dan yang terpenting, menjadikannya anak-anak yang sholih/ah, menjadi generesi qurani, penerus para nabi.
Amin...Amin ya robbal alamin.
Wallohu a'lam bish showab.
Peraturan menonton ini bukan berarti anti dengan teknologi, sama sekali tidak. Tetapi lebih, kepada pilihan untuk berhati-hati dan memilah tayangan. Dari melihat iklan saja, pengaruhnya sangat kuat tertanam di benak anak. Fifi selalu percaya, bahwa dengan memakai sampho tertentu, bundanya bisa hilang. Fifi percaya jika seorang ibu ingin hamil, ia harus minum susu dengan berdiri. Ia juga sangat yakin dan percaya bahwa temannya yang bernama Sarah, akan berubah menjadi srigala di malam hari seperti yang ada di televisi. Bayangkan saja, jika aktivitas anak menonton ini tidak dibatasi, dibiarkan saja menonton apapun yang ia mau. Selain ia akan kehilangan banyak waktu untuk belajar (belajar bersosialiasasi, belajar rangsangan motorik, belajar ilmu-ilmu yang lain), ia akan tumbuh besar bersama keyakinan atas apa yang ia tonton. Dan, sebagai orang tua kita akan kehilangan banyak waktu untuk memberinya pendidikan ilmu. Meskipun ya, pendidikan itu tidak melulu melalui pembelajaran langsung, bisa melalui prilaku, kebiasaan orang tua, atau media yang lain. Tapi, rasanya sayang, jika pendidikan dasar yang wajib seperti mengajarkannya Al-Quran dan sholat kemudian menjadi terbengkalai dan lepas dari prioritas. Kita bisa belajar dari para salafus sholeh yang rata-rata sudah menghafalkan Al-Quran di usia yang masih sangat amat belia, antara 7 sampai 10 tahun. Di Indonesia, kita bisa belajar dari keluarga penghafal Al-Quran, yang sukses mendidik anaknya untuk mencintai Al-Quran, dan banyak lagi.
Saya selalu percaya bahwa pendidikan dasar yang akan menjadi pijakan yang sangat kuat buat anak adalah di rumah, dan tanggung jawab pendidikan terbesar ada di pundak orangtua. Karenanya, sangat penting bagi kedua orang tua untuk mulai merancang dan menanamkan visi-misi yang baik dalam kelangsungan kehidupan keluarga ke depan. Visi misi yang akan dibangun bersama ini, tentu saja didasari cita-cita mulia ayah dan bunda untuk mencetak generasi-generasi terbaik di zamannya. Generasi yang tidak hanya hafal tokoh-tokoh idola di televisi, tetapi juga mengenal siapa Tuhannya dan untuk apa ia diciptakan. Generasi yang tidak hanya cerdas akalnya, tetapi juga terpuji akhlaknya. Berapa banyak anak-anak yang cerdas tetapi tidak tahu bagaimana cara berterimakasih, menghargai teman dan menjadi anak-anak yang penyayang. Anak-anak ideal seperti ini, tentu tidak mampu diciptakan dalam waktu satu malam, butuh waktu yang panjang, perjuangan yang terus menerus, dan perhatian dari para pendidik, terutama ayah-bunda. Terlebih di usia-usia perkembangan emasnya antara 0-7 tahun, pendampingan orangtua sangat dibutuhkan bagi kelangsungan kemandirian pribadinya menghadapi masa-masa sekolah, remaja dan dewasa. Oleh karena beratnya perjuangan yang akan dipikul oleh ayah-bunda, saya menjadi yakin bahwa sebenarnya kita tidak punya banyak waktu untuk bersantai-santai ria dengan banyaknya episode tontonan yang bermacam rupa. Masih banyak pendidikan yang belum kita selesaikan, mengajarkannya tentang tauhid, akhlak, mengajarkannya mengenal para nabi, mengajarkannya Al-Quran, hadits dan banyak pengetahuan. Dan yang terpenting, menjadikannya anak-anak yang sholih/ah, menjadi generesi qurani, penerus para nabi.
Amin...Amin ya robbal alamin.
Wallohu a'lam bish showab.
Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.
6 komentar
Itu background-nya kebonnya Nurin? *salahfokus
ReplyDeleteEmang mending nggak usah sering2 nonton tipi. Ntar Fifi cepet gedenya.
@Millati Indah: kebonnya tetangga Milo...:). Iya, belum ku kenalin juga sama yang namanya gadget, jadi dia gak terlalu kebergantungan banget...
ReplyDeleteKalau di rumah saya ada Mahabharata mbak :p soalnya mama saya suka nonton itu. Saya sendiri sih jarang banget nonton, tapi emang harus diakui para pemainnya oke lah :)
ReplyDeleteWah, hebat ya mbak bisa disiplin gitu nonton tivinya, anak saya juga gara-gara suka nonton tivi jadi suka bersandiwara gitu mbak, hehe..
@Arifah Abdul Majid:hehe, iya Mbak,,, saya juga masih terus belajar bagaimana cara mendidik anak yang baik...:)
ReplyDeleteIya Mak, ketika menonton televisi amat dibutuhkan bimbingan orang tua. Jadi anak tidak terjebak dalam persepsi yang salah.
ReplyDelete@Hilda Ikka:bener sekali Mak :)
ReplyDelete