Fiksi

-128- Prompt #27: Cerita Anna

Friday, September 27, 2013

Kredit

"Kakek Tua itu membawaku ke sebuah kamar gelap", Jennifer terperanjat, tak percaya.

"Lalu, apa dia menyekapmu?"

"Tidak, dia hanya mengantarku"

"Kau tahu? penghuni kamar gelap itu, amat menyeramkan", Thomas dan Alpha yang mulanya hanya mendengar selintas, turut antusias, "lalu bagaimana?", keduanya serempak mengundang tanya.

"Kamarnya sangat gelap, ruangannya kecil dan bau, di sana sangat dingin, jendelanya hanya sebesar ini" Anna membentuk jemari telunjuk dan jempolnya menjadi persegi.

"Dan....", ketiga kawan Anna bertambah serius menyimak, mata mereka melotot, bulat kelereng.


"Ketika aku mengintip dari balik jendela kecil itu, ada banyak makhluk menyeramkan di luaran sana, menakutkan, seperti.... hantu....."

"Waaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa", Jennifer, Thomas dan Alpha berteriak, ketakutan.

"Aku tidak betah disana, jadi aku meminta Kakek Tua mengantarku keluar. Tapi penghuni kamar gelap itu terus membujukku untuk tinggal, dia kesepian..."

"Temani aku.... temani aku disini...", Anne mengurai rambut panjangnya ke depan, menjulurkan kedua jemari tangannya. "Seperti itu..."

"Waaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa", ketiga kawannya kembali berteriak, kompak.

"Tapi aku beruntung, Kakek Tua berhasil membawaku keluar. Nah, dalam perjalanan pulang, aku melihat sebuah kamar yang terang benderang, warna lampunya berkilauan, cantik sekali. Aku kira Kakek Tua itu akan mengantarku pulang, ternyata ia mengajakku ke kamar penuh cahaya itu"

"Bagaimana dengan hantunya? penghuni kamar gelap? apa tidak ada yang menakutimu lagi?", Jennifer bertanya, tidak sabaran.

"Sabar. Aku lanjutkan ceritanya dulu. Kamar penuh cahaya itu, baru saja ditinggali. Penghuninya sangat baik, cantik, dan wangi. Penghuninya sangat ramah, jendelanya besar-besar, pemandangan dari balik jendela amat menakjubkan. Dia punya kasur yang sangat besar, dan empuk"

"Seperti kasur yang dimiliki Jeremi?", Thomas dan Alpha, dua kakak beradik itu bertanya bersamaan. 

"Tidak. Kasurnya jauh lebih besar. Mungkin dua kalinya. Ah tidak! aku rasa tiga atau lima kalinya"

"Aku sangat ingin tinggal di sana, di kamar penuh cahaya itu. Tapi Kakek Tua tidak membolehkannya. Katanya, aku harus pulang, kerumah Ibu. Kerumahku yang sebenarnya."

"Jadi bagaimana?"

"Kakek Tua itu hanya berpesan, kalau aku mau tinggal di kamar penuh cahaya itu, aku harus rajin sholat, seperti kata Ibu. Kalau aku tidak mau sholat, aku akan punya kamar pengap seperti penghuni kamar gelap itu. Ah ya, kalian mau tahu siapa penghuni kamar penuh cahaya itu?" Jennifer, Thomas dan Alpha masih khusuk mendengarkan. 

"Dia Bibi Reta. Iya, Bibi Reta. Yang baru saja meninggal kemarin pagi"

"Waaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa", ketiganya berteriak, serempak. 

"Itu malam pertamanya Jeni. Dia pantas mendapatkannya karena tidak pernah meninggalkan sholat. Seperti yang sering kau saksikan diam-diam itu". Jennifer tergelak, tidak percaya. 

"Hemm... Baiklah, aku sudah bercerita pada kalian tentang mimpi menyeramkanku, juga mengapa aku tiba-tiba jadi rajin sholat. Sekarang giliran kalian yang bercerita...ayo siapa yang mau lebih dahulu?"


Jumlah kata: 417



Tulisan ini dibuat untuk Monday Flash Fiction  
edisi Prompt#27: Malam Pertama


Catatan: seperti yang pernah dikisahkan oleh adek saya. Sewaktu kecil, ia benar-benar pernah mendapatkan mimpi seperti itu. Pengalamannya itu, membuatnya menjadi rajin sembahyang, padahal dulunya amat bandel dan malas-malasan.




You Might Also Like

Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.



4 komentar

  1. maaf, mau kritik sedikit ya mbak :)

    masih banyak penggunaan kata depan 'di-' yang salah. penulisan disini seharusnya di sini. begitu juga dengan di sana. bukan disambung ya mbak :)

    lalu, di cerita mbak kebanyakan dialognya. memang sih pas bacanya kayak lagi baca goosebumps, tapi aku kehilangan latarnya. sebenarnya mereka ini lagi cerita di mana dan dalam kondisi seperti apa?

    terima kasih :)

    ReplyDelete
  2. @Istiadzah Rohyati Lebih banyak lebih baik Mbak,, :).

    Iya, saya edit Mbak untuk awalan 'di' nya.

    Di ide saya, dialog itulah kekuatan ceritanya, jadi saya memang mengabaikan yang lain seperti latar dan lainnya. Terimakasih masukannya Mbak, bisa saya gunakan untuk pembelajaran selanjutnya... :)

    ReplyDelete