Celoteh

-159- Sandaran Resah

Thursday, October 23, 2014

Bismillahirrohmanirrohim.

Setelah melalui keresahan yang berkepanjangan... :)

Judul postingan kali ini agak gimana gitu ya, saya yang membuatnya saja dag-dig-dug ser.. ehehe:) beberapa waktu belakangan saya mulai banyak berfikir, tentang apa yang benar-benar saya inginkan dalam hidup. Tentang prioritas terpenting apa yang benar-benar ingin saya wujudkan, dan tentang bagaimana cara untuk meraihnya. 

Saya juga memikirkan tentang banyak jalan, mencoba bertukar pendapat, sharing sampai curhat (hal yang amat jarang saya lakukan). Tapi kemudian saya sadar, bahwa masukan, pendapat dan feedback yang saya dapatkan dari orang lain tidak benar-benar pernah menentramkan, memuaskan. Sebagiannya, saya rasa malah hanya menambah beban pada saya. Maksud saya, mereka tidak benar-benar sepenuhnya mendukung saya, yang mereka katakan justru "seharusnya kamu tidak seperti itu", "seharusnya kamu begini" "seharusnya kamu begitu". Dan, saya mulai tidak nyaman, ditambah lagi itu sama sekali tidak meredamkan keresahan saya. Kemudian, saya sampai pada kesimpulan bahwa, "tidak ada orang yang benar-benar bisa memahami apa yang saya resahkan, dan mungkin sesuatu yang saya kejar punya dimensi dan dunia sendiri yang berbeda, sehingga sulit difahami". 


Jadi, pada akhirnya, saya butuh tempat untuk menumpahkannya. Menumpahkan apa yang sedang bergejolak di fikiran dan di hati saya. Dengan menulis? tentu saja, itu menjadi alternatif pertama yang akan saya lakukan. Dan, saya telah melakukan itu, dengan menulis postingan ini yang mulanya amat panjang -sampai kemudian saya potong kembali dan hanya menyisakan dua paragraf di awal- :). Itu karena, hal-hal yang ingin saya ceritakan sudah terlampau jauh melewati batas ruangan privasi saya, dan saya masih menimbang kepatutan apakah hal-hal demikian layak dibaca banyak orang. Atau jangan sampai setelah diceritakan, malah hanya akan menambah beban saya. Yah, semacam itulah. Karena itu saya sebut sebagai keresahan yang berkepanjangan.

Lantas, siapakah yang patut menjadi sandaran? sosok yang dapat menjadi tempat berkeluh kesah, menumpahkan segala isi hati, dan mencari jawaban atas segala masalah, gundah dan resah?
Ia, mungkin teramat jarang menjadi tempat labuhan pertama, saat kita butuh bersandar. Ia, mungkin menjadi alternatif pilihan terakhir tempat kita mencari solusi. Ia, barangkali hanya menjadi pelengkap sekaligus penutup dari segala upaya. Ia, yang tidak pernah kita kunjungi saat hidup bergelimang nikmat. Sehat, kuat, berkecukupan. Dialah Allah, sang maha pencipta seisi langit dan bumi. Yang menurunkan nikmat iman kepada hamba-hamba yang berserah kepada-Nya. Karenanya, kita memiliki tawakkal. Tawakkal hanya dimiliki oleh orang-orang yang beriman, tidak selainnya. Tawakkal membuat orang-orang beriman percaya mereka punya Allah, sehingga tidak lantas mudah berputus asa dan menyerah begitu saja saat masalah menerpa. Iman menjadi pembeda sudut pandang seseorang dalam menyikapi sebuah masalah. Manusia yang tidak ada iman di hatinya akan lebih memilih bunuh diri saat apa yang diinginkannya tidak sesuai rencana. Tetapi, manusia-manusia dengan iman di hatinya, mereka berserah, bertawakkal, berikhtiar, berupaya mencari jalan keluar.

Allah, juga menjadi tempat bersandar yang paling baik untuk menumpahkan segala isi hati. Sebab, hanya Allah yang paling mengetahui segala isi hati. Ia mengetahui yang lahir maupun yang batin. Sehingga, tanpa banyak merancang  kata, mengumpulkan kosakata, membeberkan fakta, Allah akan mengerti dan faham apa yang kita inginkan dan tentu saja apa yang ingin kita solusikan. Permasalahannya, seringkali manusia sendiri yang meragukan itu. Kita ragu, apakah Allah benar-benar akan memberikan solusi. Kita ragu, apakah Allah benar-benar akan memberikan jalan keluar. Keraguan kita ini berbanding terbalik dengan keyakinan kita kepada manusia. Saat dililit banyak hutang, kita sangat yakin bahwa si A, B, C dan D akan menyelesaikan masalah, karena itu kita datangi mereka untuk meminjam uang. Saat sakit, kita begitu yakin dokter punya semua obat yang kita butuhkan untuk sehat. Saat dirudung masalah, kita sangat yakin sahabat-sahabat kita selalu punya solusi jitu untuk mencerahkan. Terakhir, barulah Allah menjadi tujuan. Terakhir, barulah doa menjadi senjata. Maka, sampai disitulah kualitas keimanan kita.

Itu pula yang sedang terjadi pada saya. Saya sibuk mencari solusi, minta pendapat kesana-kemari, bingung-bingung sendiri, galau-galau sendiri, kemudian atas seizin Allah, seseorang mengirimkan kalimat yang begitu mengena,
"kamu sudah istikhoroh?"
rasanya mak jleb.:) Oh iya ya, saya kemana aja, kenapa saya bingung seperti anak ayam kehilangan induk, sementara saya punya Allah. Saya punya tempat terbaik untuk bertanya, minta solusi, minta apa saja. Saya punya Allah untuk bersandar agar tidak lagi bimbang. Saya punya Allah, untuk menenangkan hati saya. Saya punya Allah yang sudah pasti akan mengabulkan segala hajat. Seharusnya saya datangi Allah dulu. Allah dulu, baru yang lain.

Subhanallah, alhamdulillah. Allah sang pembolak-balik hati, dan Allah pula sang pemberi keteguhan hati. Bersyukurlah kita pada nikmat yang seringkali terabaikan untuk disyukuri. Nikmat iman dan nikmat islam. Semoga Allah senantiasa mengumpulkan kita bersama di jalan yang Allah ridhoi. Amin.


Wallohu a'lam bishshowab.










You Might Also Like

Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.



0 komentar