Bismillahirrohmanirrohim,
Beberapa waktu yang lalu, setelah sekian lama, -mungkin
setahun atau dua tahun tidak lagi berhubungan- sahabat lama saya menelpon. Saya
mulai mengenalnya sejak kira-kira pertengahan tahun 2004, selepas SMA atau
sebelum itu ya, saya agak lupa. Yang pasti, sudah lama sekali jika dihitung
mundur dari tahun 2015. Uniknya, saat saya mengenalnya, waktu itu saya bertemu
di Samarinda, sebagai lulusan SMA yang masih luntang-lantung berusaha mengejar
mimpi sebagai anak kuliahan, dia adalah seorang mahasiswi semester awal. Dan,
kini saat ia menelpon saya, statusnya juga masih sama. Mahasiswi!. Bukan..
bukan karena ia mahasiswi abadi, yang kuliahnya gak kelar-kelar, kali ini ia
sedang menyelesaikan studi doktoralnya. Subhanallah, keren, salut dan bangga
tentunya. Waktu di telepon, sahabat saya itu sedang semangat-semangatnya
bercerita tentang mimpi terdekatnya, membangun sebuah universitas, saya
langsung nyeletuk, "gratisan gak masuk di situ?", "enak aja lu
maunya gratisan mulu..", jawabnya.. “makin banyak amal kan makin bagus..”,
canda saya. “Iya, ada rencana jangka panjang untuk meringankan yatim piatu”.
Subhanallah…
Bismillahirrohmanirrohim,,
Suatu sore, menjelang maghrib, di luar rumah ramai sekali, orang-orang berteriak, saya kira ada kejadian heboh seperti kebakaran, kemalingan atau hal lain apa, rupanya sedang ada adu mulut hebat antar tetangga. Kejadiannya persis pukul enam sore, saat saya masih sibuk mengambil jemuran di belakang. Mulanya, tidak begitu saya hiraukan, tetapi melihat gelagat yang tidak baik, di mana salah satu pihak mulai membawa tombak panjang, dan mulai membawa-bawa suku, saya segera meminta anak-anak yang sedang heboh bermain di teras untuk segera pulang ke rumah masing-masing. Saya agak sedikit ngeri kalau sudah ada kejadian yang mulai seret-menyeret suku. Tapi di sini, sepertinya hal itu lumrah, biasa. Saya sudah pernah merasakan kejadian horor terkait itu. Waktu itu, kejadiannya ya mirip-mirip seperti ini. Pertikaian masalah pribadi antara dua orang, entah bagaimana rupanya, lalu merembet ke pertikaian antar suku. Mau salah atau tidak, kalau kebetulan kita satu suku dengan salah satu dari yang bertikai, tamatlah kita. Mungkin sekitar dua atau tiga tahun lalu, waktu itu mendadak ibu kota jadi sepi, sesepi-sepinya. Toko-toko banyak yang tutup, di jalanan saya beberapa kali melihat rombongan-rombongan truk membawa tombak dan sejenisnya, dan beberapa truk-truk polisi serta tentara pengaman. Di beberapa tempat strategis seperti pelabuhan atau tempat umum lainnya bisa jadi lebih mengerikan, karena biasanya para suku yang bertikai akan melakukan 'sweeping' dengan bertanya-tanya kita suku apa. Bersyukur, waktu itu kejadiannya tidak semakin parah, tidak seperti di kota yang bersebelahan dengan tempat tinggal saya (waktu itu beritanya ramai di televisi), pertikaiannya meluas dan membesar, hingga menelan korban.
Suatu sore, menjelang maghrib, di luar rumah ramai sekali, orang-orang berteriak, saya kira ada kejadian heboh seperti kebakaran, kemalingan atau hal lain apa, rupanya sedang ada adu mulut hebat antar tetangga. Kejadiannya persis pukul enam sore, saat saya masih sibuk mengambil jemuran di belakang. Mulanya, tidak begitu saya hiraukan, tetapi melihat gelagat yang tidak baik, di mana salah satu pihak mulai membawa tombak panjang, dan mulai membawa-bawa suku, saya segera meminta anak-anak yang sedang heboh bermain di teras untuk segera pulang ke rumah masing-masing. Saya agak sedikit ngeri kalau sudah ada kejadian yang mulai seret-menyeret suku. Tapi di sini, sepertinya hal itu lumrah, biasa. Saya sudah pernah merasakan kejadian horor terkait itu. Waktu itu, kejadiannya ya mirip-mirip seperti ini. Pertikaian masalah pribadi antara dua orang, entah bagaimana rupanya, lalu merembet ke pertikaian antar suku. Mau salah atau tidak, kalau kebetulan kita satu suku dengan salah satu dari yang bertikai, tamatlah kita. Mungkin sekitar dua atau tiga tahun lalu, waktu itu mendadak ibu kota jadi sepi, sesepi-sepinya. Toko-toko banyak yang tutup, di jalanan saya beberapa kali melihat rombongan-rombongan truk membawa tombak dan sejenisnya, dan beberapa truk-truk polisi serta tentara pengaman. Di beberapa tempat strategis seperti pelabuhan atau tempat umum lainnya bisa jadi lebih mengerikan, karena biasanya para suku yang bertikai akan melakukan 'sweeping' dengan bertanya-tanya kita suku apa. Bersyukur, waktu itu kejadiannya tidak semakin parah, tidak seperti di kota yang bersebelahan dengan tempat tinggal saya (waktu itu beritanya ramai di televisi), pertikaiannya meluas dan membesar, hingga menelan korban.
Bismillahirrohmanirrohim.
"Kamu lihat sendiri kan, diantara semua teman yang ku kenal,
cuma dia saja yang lain"
"Lain bagaimana?"
"Ya... seperti itulah, macam kita tidak pernah berkawan saja.
Urusan mau minta data saja, ribetnya ampun-ampun. Susah deh."
Antara mau mengiyakan dan mengelak, tapi memang begitu adanya.
Kalau sudah berurusan dengan Ressy (bukan nama sebenarnya) ribetnya ampun-ampun
(untung bukan teman sekantor). Orangnya kaku dan dingin. Jangan harap bisa
leluasa berbincang dengan dia. Membuka percakapan dengannya, seperti sedang
melempar bola pimpong ke tembok. Lempar-lempar sendiri, ambil bola yang jatuh
sendiri. Saya sendiri ogah-ogahan kalau harus datang ke kantor Ressy berkaitan
dengan data.
-Alamak, alamat bakalan ribet, berminggu-minggu itu data belum
tentu dapet-.
Bismillahirrohmanirrohim
Sejarah
itu kelabu.
Merah-kuning-hijau-biru.
Semakin
dibaca, semakin abu-abu.
-Istikmalia-
Setiap kepingan masa yang telah dilalui akan
menjadi sejarah. Diri kita akan menyejarah melampaui batas-batas masa yang
lebih jauh dari ambang usia. Mempelajari sejarah, sama halnya seperti mengurai
sebuah benang kusut. Ada banyak simpul yang saling silang, atau malah tak
bertemu ujung. Sejarah tidak dapat digambarkan dengan pasti seperti saat
membayangkan sebuah benda. Tidak kubus, bundar ataupun persegi. Tidak bengkok,
lurus ataupun juga bergelombang. Sejarah menjadi rumit manakala ia kemudian
menjadi monopoli sepihak. Pun, ditunggangi kepentingan politik yang berujung
pada cengkeraman kekuasaan, kekuatan dan kewenangan. Politik di negeri manapun,
termasuk di Indonesia dalam sejarahnya selalu lekat dengan intrik atau dengan
bahasa yang lebih kasar, “penuh tipu-tipu muslihat”. Tipuan itu adakalanya
berazaskan kemaslahatan. Tetapi lebih banyak hanya menguntungkan sebagian
golongan.
merunduk malu-malu
di bawah semilir pohon randu
kau tanya bagaimana kabarku
dan aku hanya bisu
sambil memainkan kancing baju
adakah engkau rindu?
pada secarik kertas biru
saat pertama kali aku buatkan engkau gambar kupu-kupu?
---
Siap-siap di timpuk para penggemar sereal Mahabharata :P.
Semenjak Mahabharata mulai ramai diperbincangkan (terutama teman-teman perempuan saya), saya sudah bisa memprediksikan tontonan ini bakalan naik rating dan booming. Ternyata benar, tanpa menunggu waktu lama, sederetan pemainnya yang kekar, ganteng dan sexy (kata teman-teman perempuan saya lagi) itu beramai-ramai datang menemui para penggemarnya di nusantara. Hebohlah pokoknya ya..:)
Saya hanya menontonnya sekilas, dan karena sekilas itulah membuat saya tidak begitu paham jalan ceritanya dan hal apa yang membuat orang-orang begitu gemar menonton film yang ditayangkan hampir setiap malam ini. Sesekali, saya hanya membaca sekilas rangkuman episode ceritanya yang (lagi-lagi) ramai diperbincangkan di salah satu grup WA yang saya ikuti. Semenjak diskusi yang cukup panjang tentang perlu atau tidaknya televisi di rumah, dan berakhir dengan keputusan tetap ada televisi di rumah, kami membuat peraturan dalam hal menonton televisi, demi kedamaian dan kenyamanan dunia, :). Lebih tepatnya, demi menjaga diri kami dari kesia-siaan dan juga untuk kebutuhan mendidik anak. Di rumah, saya membuat peraturan menonton ini untuk Fifi. Fifi hanya bisa menonton televisi setelah sholat maghrib, mengaji dan belajar. Saya mengizinkannya menonton tiga kali tayang iklan. Setelah itu, selesai.
Bismillahirrohmanirrohim.
Setelah melalui keresahan yang berkepanjangan... :)
Setelah melalui keresahan yang berkepanjangan... :)
Judul postingan kali ini agak gimana gitu ya, saya yang membuatnya saja dag-dig-dug ser.. ehehe:) beberapa waktu belakangan saya mulai banyak berfikir, tentang apa yang benar-benar saya inginkan dalam hidup. Tentang prioritas terpenting apa yang benar-benar ingin saya wujudkan, dan tentang bagaimana cara untuk meraihnya.
Saya juga memikirkan tentang banyak jalan, mencoba bertukar pendapat, sharing sampai curhat (hal yang amat jarang saya lakukan). Tapi kemudian saya sadar, bahwa masukan, pendapat dan feedback yang saya dapatkan dari orang lain tidak benar-benar pernah menentramkan, memuaskan. Sebagiannya, saya rasa malah hanya menambah beban pada saya. Maksud saya, mereka tidak benar-benar sepenuhnya mendukung saya, yang mereka katakan justru "seharusnya kamu tidak seperti itu", "seharusnya kamu begini" "seharusnya kamu begitu". Dan, saya mulai tidak nyaman, ditambah lagi itu sama sekali tidak meredamkan keresahan saya. Kemudian, saya sampai pada kesimpulan bahwa, "tidak ada orang yang benar-benar bisa memahami apa yang saya resahkan, dan mungkin sesuatu yang saya kejar punya dimensi dan dunia sendiri yang berbeda, sehingga sulit difahami".
Kuliner
-158- Buah Lapiu, Langka dan Unik dari Hutan Kalimantan
Thursday, October 16, 2014 34 komentar![]() |
Buah Lapiu |
Musim buah di Kalimantan -khususnya Kalimantan Utara- mulai berakhir. Dan, saya baru kepikiran untuk menuliskan buah-buah aneh khas hutan Kalimantan ini sekarang. Aaaaaa... sudah lewat keuleuuss...:). Banyak beungeud buah-buah yang aneh (dan bakalan jarang di temui kecuali dari hutan Kalimantan). Ada buah lai, yang penampakannya mirip durian, tapi tekstur dagingnya lebih keras, aromanya juga tidak sekuat durian. Warnanya dagingnya lebih ke kuning agak orange. Ada juga buah durian merah, mirip durian tapi dagingnya berwarna merah terang. Ada buah maritam, yang mana waktu pertama kali saya melihatnya, agak-agak gak berminat gitu karena warnanya yang kurang menggoda, buahnya persis sama dengan rambutan, bedanya kulit buahnya warnya hitam pekat, kulitnya juga agak lebih kaku dan keras. Ada lagi buah Mata Kucing, mirip buah kelengkeng. Ada buah kapul yang mirip manggis, buah rambai yang mirip buah duku, pokoknya serba mirip-miripan. Dan, sayang sekali saya tidak kepikiran sama sekali untuk mengabadikan gambarnya. :)
Judul buku : Uhibbuka Fillah
Pengarang : Ririn Rahayu Astuti Ningrum
Penerbit : Wahyu Qolbu
Cetakan I : Jakarta, 2014
Bismillahirrohmanirrohim,
Bersyukur sekali setelah lama terkulai tak berdaya (hohoho ^^) menjalani target membaca buku plus review buku, sudah saatnya saya bangkit dari kubur kemalasan untuk memulai lagi. :). Iseng melirik banner IRC saya, kenapa tiba-tiba menghilang ya? oh no!
Sebelumnya, saya harus terlebih dahulu meminta maaf kepada Mbak Ririn Rahayu Astuti Ningrum, karena sebagai pemenang kuis buku, saya sangat amat terlambat mereview novel ini, :(.
![]() |
Sunrise di Pulau Derawan |
Bismillahirrahmanirrahim,
Late Post nih ceritanya, ketunda-tunda terus tiap mau posting :)
Waktu pertama kali mendapatkan kabar (sudah lama sih ya isunya, kira-kira awal tahun 2014 kemarin), bahwa pembinaan bidang Nerwilis (Neraca Wilayah dan Analisis Statistik) Kab/Kota bakalan benar-benar jadi diadakan di Derawan, rasanya agak gimana gitu ya. Bukan soal Derawannya, tapi soal lamanya itu lho, 9 hari perjalanan dinas, bukan waktu yang sebentar, itu waktu yang lama a...a...a... pake bingits. Buat para emak-emak, meninggalkan anak, keluarga, juga para tetangga dalam waktu yang lama itu hal yang memilukan. Tetapi, tugas telah menanti di depan mata. Maka perjalanan panjang pun dimulai.
Late Post nih ceritanya, ketunda-tunda terus tiap mau posting :)
Waktu pertama kali mendapatkan kabar (sudah lama sih ya isunya, kira-kira awal tahun 2014 kemarin), bahwa pembinaan bidang Nerwilis (Neraca Wilayah dan Analisis Statistik) Kab/Kota bakalan benar-benar jadi diadakan di Derawan, rasanya agak gimana gitu ya. Bukan soal Derawannya, tapi soal lamanya itu lho, 9 hari perjalanan dinas, bukan waktu yang sebentar, itu waktu yang lama a...a...a... pake bingits. Buat para emak-emak, meninggalkan anak, keluarga, juga para tetangga dalam waktu yang lama itu hal yang memilukan. Tetapi, tugas telah menanti di depan mata. Maka perjalanan panjang pun dimulai.
Bismillahirrohmanirrohim,
Saya
suka musik, tapi bukan pencinta musik. Jadi, jangan pernah bertanya pada saya
tentang lagu-lagu keluaran terbaru, saya tidak pernah tahu. Sejak kurang lebih
lima atau enam tahun lalu, saya sudah mulai mengurangi frekuensi mendengarkan
musik. Belakangan, saya merasa sudah lama sekali tidak punya kebiasaan
mendengarkan musik, termasuk nasyid. Itu bukan berarti saya benar-benar anti
musik, bukan begitu. Sesekali saya juga rindu, seperti hari ini, saya pun mulai
menulis diiringi musik, meski rasanya agak sulit berkonsentrasi –berisik sekali-.
Pernah tahu lagu Hingga Ujung Waktu yang dinyanyikan Sheila On 7? Itu lagu yang
benar-benar saya sukai sejak dulu, sampai sekarang, saya masih suka
mendengarkannya, sesekali jika rindu. Saya suka liriknya, kedalaman maknanya,
semuanya. Tidak ada peristiwa atau alasan kuat yang melatarbelakangi, saya
hanya menyukainya, itu saja. Dan saya masih suka mengenang betapa damainya
perasaan saat mendengarkan lagu itu.
![]() |
Kunjungan di hari ketiga lebaran. Suasana sangat ramai dan cukup padat |
Here I am. Moramo waterfall. Salah satu objek wisata air terjun Indonesia terindah yang mendunia versi On The Spot. Ini kali kedua saya berkunjung ke tempat ini setelah mengunjunginya di tahun 2010. Pertama kali datang ke Moramo, saya hanya menyimpan foto-foto keindahan Moramo di kamera HP, dan jumlahnya sedikit sekali. Untuk itu, saat mendapatkan kesempatan datang ke Kendari di tahun 2014, Moramo menjadi salah satu tujuan wisata yang ingin sekali saya datangi. Rencananya sih, sekalian ingin hunting foto. Tapi, sampai di sana, terlalu asyik mandi-mandi, membuat lupa tujuan sampingan itu, huhu.
“Bang udahan Bang, Pilpres sudah lewat!”
“Damai Bang, Damai!”
Eaaa… hari gini masih bikin status Pilpres,,:)
Yah, daripada-daripada saya bikin rusuh di Fan Page orang, (pasti
adminnya juga bakalan ngomong, “yah suka-suka guwe dong, rumah-rumah
guwe”) yang mana itu FP makin kesini kenapa jadi FP yang isinya pilpres
mulu, adu domba, dan penuh komentar caci-maki. Sayanya juga sih, bukannya unfollow, masih aja setia nungguin status barunya, plus kadang masih suka baca-baca komentarnya #kepo.
Mau bagaimana lagi, mulanya saya follow FP itu untuk mendapatkan
ilmu-ilmu kepenulisan (salah satu alasan tidak unfollow juga karena saya
menunggu perubahan status, eh makin kesini kok makin panas saja,
tanggal berapa sih sekarang? Putusan MK masih lama ya…).
![]() |
Bismillahirrohmanirrohim.
Waktu saya mendengar berita
perceraiannya belum lama ini, jujur saya kaget mengingat usia pernikahan mereka
yang masih begitu belia. Tapi, setelah itu, semuanya saya anggap lalu saja, toh
perceraian artis bukan barang baru di negeri ini, setidaknya dalam kurun waktu tertentu kita akan mendengar kejadian serupa
di hampir seluruh infotainment. Kurangnya
komunikasi, padatnya jadwal masing-masing, dan terlalu banyaknya campur baur
dalam pergaulan bisa jadi termasuk salah satu penyebabnya, dan untuk itu, saya
masih bisa mafhum. Tanpa bermaksud menjudge
kehidupan seleb, sejatinya memang kita sulit mengukur tingkat kesuksesan
dan kebahagiaan dari apa yang tampak secara kasat mata dari orang lain.
Kehidupan yang glamour, melimpahnya harta, melimpahnya sanjungan dan puja-puji,
semuanya itu semu, fana, itu hanyalah yang tampak dari layar kamera. In fact? Wallohu a’lam, tidak ada yang
tahu, apa yang tersembunyi di belakang layar, behind the scene. Di balik kehidupan sandiwara pura-pura ciamik
mereka, sesungguhnya mereka tetaplah sama, manusia biasa. Manusia yang penuh
alpa, hina di hadapan Tuhannya, manusia yang juga punya ujian dan cobaan,
manusia yang lemah. Lagi pula, ujian serupa juga menimpa manusia-manusia
‘biasa’ lain, masyarakat awam, yang bahkan menopengi wajah secara dzohir saja
tak mampu, juga manusia-manusia lugu apa adanya, yang tak dikenali siapapun.
Bismillahirrohmanirrohim.
Alhamdulillah, Allah hantarkan kita pada
bulan penuh berkah, rohmah dan maghfiroh. Ramadhan 1435 H, tanpa terasa menjadi
Ramadhan kedua di tanah rantau, Tana Tidung. :)
Di postingan kali ini, saya ingin
berbagi postingan yang ringan dan menggiurkan. Yup! Berbagi resep, ini menu
makanan berbuka puasa di hari ketiga yang saya masak. Semoga bermanfaat dan menginspirasi ya! :)
Saya ingat seseorang, yang kehadirannya selalu mampu
membawa kesejukan, damai. Senyumannya ikhlas, menawan. Ia juga ringan tangan,
suka membantu setiap kawan yang kesulitan. Ada juga seorang lagi, yang Allah
karuniai kecerdasan luar biasa, serius menjalani hidup, selalu terdepan, dulu
saya kira akan sulit bagi saya untuk berkawan dengan orang sejenis ini. Suka bicara dengan tempo cepat, perfeksionis, dan terkesan sedikit menggurui. Tetapi, suatu
hari, saat sedang bersama dalam sebuah perjalanan, saya tertenyuh melihatnya dengan
sigap berdiri, mempersilahkan seorang nenek tua untuk menempati kursi busnya,
diantara puluhan orang yang tetap memilih duduk diam, mengamankan posisi. Tidak
hanya satu kali perjalanan, di perjalanan-perjalanan berikutnya, saya hampir
selalu melihat dia begitu, tidak hanya untuk nenek tua, tapi siapa saja, yang
dirasanya membutuhkan. Saya tidak pernah lupa, suatu ketika dalam sebuah perjalanan, ia sibuk memastikan kami mendapatkan kursi dan duduk di bus dengan nyaman, sementara ia sendiri, tidak berkecil hati karena kehabisan kursi, ia nampak terlihat riang dengan posisi berdiri.
Bismillahirrohmanirrohim.
"Kalau sedang gemas, saya sering kepikiran untuk diseriusin sampai ke puncak. Jadi menteri atau apalah gitu yang tinggi-tinggi, biar bisa punya wewenang. Karena ternyata kewenangan itu juga perlu dimiliki, untuk diarahkan ke yang baik-baik. Tapi suka mikir juga, kalau sudah di puncak, bisa gak ya melihat ke bawah secara jelas. Di atas itu hembusan anginnya sejuk sekali, pemandangannya juga menyilaukan, bisa-bisa malah lupa tujuan".
Apalagi kalau setiap hari menyaksikan kewenangan yang berubah menjadi kesewenangan. Tambah gemas rasanya!, hanya pertanyaannya, bisakah kita menjadi seseorang yang kuat, yang berada pada jalur kebaikan di tengah-tengah kesemerawutan sistem? diantara tradisi-tradisi buruk turun-temurun nan mendarah daging itu? yakinkah kita (sebagai seseorang yang gemar sekali mendebat, mencela, menghujat) para pemegang kuasa, jika kita menggantikannya, semua akan menjadi lebih baik akhirnya?
Apalagi kalau setiap hari menyaksikan kewenangan yang berubah menjadi kesewenangan. Tambah gemas rasanya!, hanya pertanyaannya, bisakah kita menjadi seseorang yang kuat, yang berada pada jalur kebaikan di tengah-tengah kesemerawutan sistem? diantara tradisi-tradisi buruk turun-temurun nan mendarah daging itu? yakinkah kita (sebagai seseorang yang gemar sekali mendebat, mencela, menghujat) para pemegang kuasa, jika kita menggantikannya, semua akan menjadi lebih baik akhirnya?
"Lihatlah para penonton sepakbola, sebagai pengamat, yang tahunya hanya melihat, suka sekali berlagak sok, merasa kurang inilah, kurang itulah, kalau perlu sampai menghajar saat tidak puas. Lucunya! sementara yang berkeringat, yang hampir kehabisan napas, yang tersengal-sengal, yang tertekan, adalah segelintir pemain yang berada di tengah lapangan"
![]() |
Apa kau tahu bagaimana rasanya kehilangan?
itu seperti mengecap gula yang tak lagi berasa,
hambar, tapi masing-masing kita, kelak, akan saling kehilangan, (Istikmalia) |
Karena sejatinya kita tidak pernah memiliki, apapun. Kita saja yang terlalu jumawa terhadap dunia. Harta, tahta dan wanita. Ketiganya berputar, saling dahulu-mendahului untuk menjadi pemenang yang sanggup menggelapkan mata.
Tuhan, aku mati rasa
tak mampu lagi merangkai kata,
tak sanggup lagi mengikat cinta,
dengan manusia,