Siap-siap di timpuk para penggemar sereal Mahabharata :P.
Semenjak Mahabharata mulai ramai diperbincangkan (terutama teman-teman perempuan saya), saya sudah bisa memprediksikan tontonan ini bakalan naik rating dan booming. Ternyata benar, tanpa menunggu waktu lama, sederetan pemainnya yang kekar, ganteng dan sexy (kata teman-teman perempuan saya lagi) itu beramai-ramai datang menemui para penggemarnya di nusantara. Hebohlah pokoknya ya..:)
Saya hanya menontonnya sekilas, dan karena sekilas itulah membuat saya tidak begitu paham jalan ceritanya dan hal apa yang membuat orang-orang begitu gemar menonton film yang ditayangkan hampir setiap malam ini. Sesekali, saya hanya membaca sekilas rangkuman episode ceritanya yang (lagi-lagi) ramai diperbincangkan di salah satu grup WA yang saya ikuti. Semenjak diskusi yang cukup panjang tentang perlu atau tidaknya televisi di rumah, dan berakhir dengan keputusan tetap ada televisi di rumah, kami membuat peraturan dalam hal menonton televisi, demi kedamaian dan kenyamanan dunia, :). Lebih tepatnya, demi menjaga diri kami dari kesia-siaan dan juga untuk kebutuhan mendidik anak. Di rumah, saya membuat peraturan menonton ini untuk Fifi. Fifi hanya bisa menonton televisi setelah sholat maghrib, mengaji dan belajar. Saya mengizinkannya menonton tiga kali tayang iklan. Setelah itu, selesai.
Bismillahirrohmanirrohim.
Setelah melalui keresahan yang berkepanjangan... :)
Setelah melalui keresahan yang berkepanjangan... :)
Judul postingan kali ini agak gimana gitu ya, saya yang membuatnya saja dag-dig-dug ser.. ehehe:) beberapa waktu belakangan saya mulai banyak berfikir, tentang apa yang benar-benar saya inginkan dalam hidup. Tentang prioritas terpenting apa yang benar-benar ingin saya wujudkan, dan tentang bagaimana cara untuk meraihnya.
Saya juga memikirkan tentang banyak jalan, mencoba bertukar pendapat, sharing sampai curhat (hal yang amat jarang saya lakukan). Tapi kemudian saya sadar, bahwa masukan, pendapat dan feedback yang saya dapatkan dari orang lain tidak benar-benar pernah menentramkan, memuaskan. Sebagiannya, saya rasa malah hanya menambah beban pada saya. Maksud saya, mereka tidak benar-benar sepenuhnya mendukung saya, yang mereka katakan justru "seharusnya kamu tidak seperti itu", "seharusnya kamu begini" "seharusnya kamu begitu". Dan, saya mulai tidak nyaman, ditambah lagi itu sama sekali tidak meredamkan keresahan saya. Kemudian, saya sampai pada kesimpulan bahwa, "tidak ada orang yang benar-benar bisa memahami apa yang saya resahkan, dan mungkin sesuatu yang saya kejar punya dimensi dan dunia sendiri yang berbeda, sehingga sulit difahami".
Kuliner
-158- Buah Lapiu, Langka dan Unik dari Hutan Kalimantan
Thursday, October 16, 2014 34 komentar![]() |
Buah Lapiu |
Musim buah di Kalimantan -khususnya Kalimantan Utara- mulai berakhir. Dan, saya baru kepikiran untuk menuliskan buah-buah aneh khas hutan Kalimantan ini sekarang. Aaaaaa... sudah lewat keuleuuss...:). Banyak beungeud buah-buah yang aneh (dan bakalan jarang di temui kecuali dari hutan Kalimantan). Ada buah lai, yang penampakannya mirip durian, tapi tekstur dagingnya lebih keras, aromanya juga tidak sekuat durian. Warnanya dagingnya lebih ke kuning agak orange. Ada juga buah durian merah, mirip durian tapi dagingnya berwarna merah terang. Ada buah maritam, yang mana waktu pertama kali saya melihatnya, agak-agak gak berminat gitu karena warnanya yang kurang menggoda, buahnya persis sama dengan rambutan, bedanya kulit buahnya warnya hitam pekat, kulitnya juga agak lebih kaku dan keras. Ada lagi buah Mata Kucing, mirip buah kelengkeng. Ada buah kapul yang mirip manggis, buah rambai yang mirip buah duku, pokoknya serba mirip-miripan. Dan, sayang sekali saya tidak kepikiran sama sekali untuk mengabadikan gambarnya. :)
Judul buku : Uhibbuka Fillah
Pengarang : Ririn Rahayu Astuti Ningrum
Penerbit : Wahyu Qolbu
Cetakan I : Jakarta, 2014
Bismillahirrohmanirrohim,
Bersyukur sekali setelah lama terkulai tak berdaya (hohoho ^^) menjalani target membaca buku plus review buku, sudah saatnya saya bangkit dari kubur kemalasan untuk memulai lagi. :). Iseng melirik banner IRC saya, kenapa tiba-tiba menghilang ya? oh no!
Sebelumnya, saya harus terlebih dahulu meminta maaf kepada Mbak Ririn Rahayu Astuti Ningrum, karena sebagai pemenang kuis buku, saya sangat amat terlambat mereview novel ini, :(.
![]() |
Sunrise di Pulau Derawan |
Bismillahirrahmanirrahim,
Late Post nih ceritanya, ketunda-tunda terus tiap mau posting :)
Waktu pertama kali mendapatkan kabar (sudah lama sih ya isunya, kira-kira awal tahun 2014 kemarin), bahwa pembinaan bidang Nerwilis (Neraca Wilayah dan Analisis Statistik) Kab/Kota bakalan benar-benar jadi diadakan di Derawan, rasanya agak gimana gitu ya. Bukan soal Derawannya, tapi soal lamanya itu lho, 9 hari perjalanan dinas, bukan waktu yang sebentar, itu waktu yang lama a...a...a... pake bingits. Buat para emak-emak, meninggalkan anak, keluarga, juga para tetangga dalam waktu yang lama itu hal yang memilukan. Tetapi, tugas telah menanti di depan mata. Maka perjalanan panjang pun dimulai.
Late Post nih ceritanya, ketunda-tunda terus tiap mau posting :)
Waktu pertama kali mendapatkan kabar (sudah lama sih ya isunya, kira-kira awal tahun 2014 kemarin), bahwa pembinaan bidang Nerwilis (Neraca Wilayah dan Analisis Statistik) Kab/Kota bakalan benar-benar jadi diadakan di Derawan, rasanya agak gimana gitu ya. Bukan soal Derawannya, tapi soal lamanya itu lho, 9 hari perjalanan dinas, bukan waktu yang sebentar, itu waktu yang lama a...a...a... pake bingits. Buat para emak-emak, meninggalkan anak, keluarga, juga para tetangga dalam waktu yang lama itu hal yang memilukan. Tetapi, tugas telah menanti di depan mata. Maka perjalanan panjang pun dimulai.
Bismillahirrohmanirrohim,
Saya
suka musik, tapi bukan pencinta musik. Jadi, jangan pernah bertanya pada saya
tentang lagu-lagu keluaran terbaru, saya tidak pernah tahu. Sejak kurang lebih
lima atau enam tahun lalu, saya sudah mulai mengurangi frekuensi mendengarkan
musik. Belakangan, saya merasa sudah lama sekali tidak punya kebiasaan
mendengarkan musik, termasuk nasyid. Itu bukan berarti saya benar-benar anti
musik, bukan begitu. Sesekali saya juga rindu, seperti hari ini, saya pun mulai
menulis diiringi musik, meski rasanya agak sulit berkonsentrasi –berisik sekali-.
Pernah tahu lagu Hingga Ujung Waktu yang dinyanyikan Sheila On 7? Itu lagu yang
benar-benar saya sukai sejak dulu, sampai sekarang, saya masih suka
mendengarkannya, sesekali jika rindu. Saya suka liriknya, kedalaman maknanya,
semuanya. Tidak ada peristiwa atau alasan kuat yang melatarbelakangi, saya
hanya menyukainya, itu saja. Dan saya masih suka mengenang betapa damainya
perasaan saat mendengarkan lagu itu.
![]() |
Kunjungan di hari ketiga lebaran. Suasana sangat ramai dan cukup padat |
Here I am. Moramo waterfall. Salah satu objek wisata air terjun Indonesia terindah yang mendunia versi On The Spot. Ini kali kedua saya berkunjung ke tempat ini setelah mengunjunginya di tahun 2010. Pertama kali datang ke Moramo, saya hanya menyimpan foto-foto keindahan Moramo di kamera HP, dan jumlahnya sedikit sekali. Untuk itu, saat mendapatkan kesempatan datang ke Kendari di tahun 2014, Moramo menjadi salah satu tujuan wisata yang ingin sekali saya datangi. Rencananya sih, sekalian ingin hunting foto. Tapi, sampai di sana, terlalu asyik mandi-mandi, membuat lupa tujuan sampingan itu, huhu.
“Bang udahan Bang, Pilpres sudah lewat!”
“Damai Bang, Damai!”
Eaaa… hari gini masih bikin status Pilpres,,:)
Yah, daripada-daripada saya bikin rusuh di Fan Page orang, (pasti
adminnya juga bakalan ngomong, “yah suka-suka guwe dong, rumah-rumah
guwe”) yang mana itu FP makin kesini kenapa jadi FP yang isinya pilpres
mulu, adu domba, dan penuh komentar caci-maki. Sayanya juga sih, bukannya unfollow, masih aja setia nungguin status barunya, plus kadang masih suka baca-baca komentarnya #kepo.
Mau bagaimana lagi, mulanya saya follow FP itu untuk mendapatkan
ilmu-ilmu kepenulisan (salah satu alasan tidak unfollow juga karena saya
menunggu perubahan status, eh makin kesini kok makin panas saja,
tanggal berapa sih sekarang? Putusan MK masih lama ya…).
![]() |
Bismillahirrohmanirrohim.
Waktu saya mendengar berita
perceraiannya belum lama ini, jujur saya kaget mengingat usia pernikahan mereka
yang masih begitu belia. Tapi, setelah itu, semuanya saya anggap lalu saja, toh
perceraian artis bukan barang baru di negeri ini, setidaknya dalam kurun waktu tertentu kita akan mendengar kejadian serupa
di hampir seluruh infotainment. Kurangnya
komunikasi, padatnya jadwal masing-masing, dan terlalu banyaknya campur baur
dalam pergaulan bisa jadi termasuk salah satu penyebabnya, dan untuk itu, saya
masih bisa mafhum. Tanpa bermaksud menjudge
kehidupan seleb, sejatinya memang kita sulit mengukur tingkat kesuksesan
dan kebahagiaan dari apa yang tampak secara kasat mata dari orang lain.
Kehidupan yang glamour, melimpahnya harta, melimpahnya sanjungan dan puja-puji,
semuanya itu semu, fana, itu hanyalah yang tampak dari layar kamera. In fact? Wallohu a’lam, tidak ada yang
tahu, apa yang tersembunyi di belakang layar, behind the scene. Di balik kehidupan sandiwara pura-pura ciamik
mereka, sesungguhnya mereka tetaplah sama, manusia biasa. Manusia yang penuh
alpa, hina di hadapan Tuhannya, manusia yang juga punya ujian dan cobaan,
manusia yang lemah. Lagi pula, ujian serupa juga menimpa manusia-manusia
‘biasa’ lain, masyarakat awam, yang bahkan menopengi wajah secara dzohir saja
tak mampu, juga manusia-manusia lugu apa adanya, yang tak dikenali siapapun.
Bismillahirrohmanirrohim.
Alhamdulillah, Allah hantarkan kita pada
bulan penuh berkah, rohmah dan maghfiroh. Ramadhan 1435 H, tanpa terasa menjadi
Ramadhan kedua di tanah rantau, Tana Tidung. :)
Di postingan kali ini, saya ingin
berbagi postingan yang ringan dan menggiurkan. Yup! Berbagi resep, ini menu
makanan berbuka puasa di hari ketiga yang saya masak. Semoga bermanfaat dan menginspirasi ya! :)
Saya ingat seseorang, yang kehadirannya selalu mampu
membawa kesejukan, damai. Senyumannya ikhlas, menawan. Ia juga ringan tangan,
suka membantu setiap kawan yang kesulitan. Ada juga seorang lagi, yang Allah
karuniai kecerdasan luar biasa, serius menjalani hidup, selalu terdepan, dulu
saya kira akan sulit bagi saya untuk berkawan dengan orang sejenis ini. Suka bicara dengan tempo cepat, perfeksionis, dan terkesan sedikit menggurui. Tetapi, suatu
hari, saat sedang bersama dalam sebuah perjalanan, saya tertenyuh melihatnya dengan
sigap berdiri, mempersilahkan seorang nenek tua untuk menempati kursi busnya,
diantara puluhan orang yang tetap memilih duduk diam, mengamankan posisi. Tidak
hanya satu kali perjalanan, di perjalanan-perjalanan berikutnya, saya hampir
selalu melihat dia begitu, tidak hanya untuk nenek tua, tapi siapa saja, yang
dirasanya membutuhkan. Saya tidak pernah lupa, suatu ketika dalam sebuah perjalanan, ia sibuk memastikan kami mendapatkan kursi dan duduk di bus dengan nyaman, sementara ia sendiri, tidak berkecil hati karena kehabisan kursi, ia nampak terlihat riang dengan posisi berdiri.
Bismillahirrohmanirrohim.
"Kalau sedang gemas, saya sering kepikiran untuk diseriusin sampai ke puncak. Jadi menteri atau apalah gitu yang tinggi-tinggi, biar bisa punya wewenang. Karena ternyata kewenangan itu juga perlu dimiliki, untuk diarahkan ke yang baik-baik. Tapi suka mikir juga, kalau sudah di puncak, bisa gak ya melihat ke bawah secara jelas. Di atas itu hembusan anginnya sejuk sekali, pemandangannya juga menyilaukan, bisa-bisa malah lupa tujuan".
Apalagi kalau setiap hari menyaksikan kewenangan yang berubah menjadi kesewenangan. Tambah gemas rasanya!, hanya pertanyaannya, bisakah kita menjadi seseorang yang kuat, yang berada pada jalur kebaikan di tengah-tengah kesemerawutan sistem? diantara tradisi-tradisi buruk turun-temurun nan mendarah daging itu? yakinkah kita (sebagai seseorang yang gemar sekali mendebat, mencela, menghujat) para pemegang kuasa, jika kita menggantikannya, semua akan menjadi lebih baik akhirnya?
Apalagi kalau setiap hari menyaksikan kewenangan yang berubah menjadi kesewenangan. Tambah gemas rasanya!, hanya pertanyaannya, bisakah kita menjadi seseorang yang kuat, yang berada pada jalur kebaikan di tengah-tengah kesemerawutan sistem? diantara tradisi-tradisi buruk turun-temurun nan mendarah daging itu? yakinkah kita (sebagai seseorang yang gemar sekali mendebat, mencela, menghujat) para pemegang kuasa, jika kita menggantikannya, semua akan menjadi lebih baik akhirnya?
"Lihatlah para penonton sepakbola, sebagai pengamat, yang tahunya hanya melihat, suka sekali berlagak sok, merasa kurang inilah, kurang itulah, kalau perlu sampai menghajar saat tidak puas. Lucunya! sementara yang berkeringat, yang hampir kehabisan napas, yang tersengal-sengal, yang tertekan, adalah segelintir pemain yang berada di tengah lapangan"
![]() |
Apa kau tahu bagaimana rasanya kehilangan?
itu seperti mengecap gula yang tak lagi berasa,
hambar, tapi masing-masing kita, kelak, akan saling kehilangan, (Istikmalia) |
Karena sejatinya kita tidak pernah memiliki, apapun. Kita saja yang terlalu jumawa terhadap dunia. Harta, tahta dan wanita. Ketiganya berputar, saling dahulu-mendahului untuk menjadi pemenang yang sanggup menggelapkan mata.
Tuhan, aku mati rasa
tak mampu lagi merangkai kata,
tak sanggup lagi mengikat cinta,
dengan manusia,
Sesuatu hal kecil yang dilakukan terus menerus
Selalu akan membuahkan hasil
(Istikmalia)
Bismillahirrohmanirrohim.
Pagi ini, saya membuka pesan wa di salah satu grup kepenulisan yang saya ikuti, ada berita dari seorang blogger yang ternyata mampu menghasilkan jutaan rupiah, cukup dari tulisan-tulisan yang ia hasilkan di blognya. Tidak hanya sekedar berbagi pengalaman, sang blogger tersebut juga menitipkan pesan, bahwa sebuah blog yang dirawat, diurus, kelak pasti akan menghasilkan sesuatu. Jadi, pendapatan seorang penulis itu tidak melulu harus dari menulis buku, semua hal kecil -seperti rutin menulis di blog pribadi- suatu saat juga dapat menuang sukses. Bahkan, kumpulan status di facebook saja bisa menghasilkan. Tentu saja, barangkali blog saya ini masih jauh dari kata -diurus- tadi, haha. Mengingat hari ini tepat satu bulan -mulai dari tulisan terakhir saya tertanggal 28 Februari- blog ini baru sempat diurus. Setidaknya, saya tetap berusaha mengurusnya, ^^.
Bismillahirrohmanirrohim,
Novel ini saya dapatkan langsung dari penulisnya (jadi dapat tanda tangannya dong?) <--- penting, :-). Saya kenal Mbak Pujia sebagai sesama BAW-ers, waktu beliau promo ada diskon ongkir untuk luar jawa, saya langsung ngacung dong, hehe.
Tokoh utama di dalam novel ini bernama Zaida, anak sulung dari seorang janda dari tiga bersaudara, Fara dan Nadia. Ceritanya tidak jauh dari masalah percintaan, sesuai dengan judulnya. Zaida mencintai seorang lelaki yang bernama Ilham, kawan semasa kuliahnya dulu, mereka berkecimpung di organisasi yang sama, Rohis. Cinta Zaida tidak bertepuk sebelah tangan, tidak lama setelah pertemuan mereka dalam sebuah talk show, Ilham datang ke rumah Zaida, untuk melamarnya.
Zaida begitu bahagia saat itu, meski sempat ragu karena di waktu bersamaan, Zaida sedang menunggu keputusan penerimaan beasiswa S2 nya di Belanda, pada akhirnya Zaida berkeputusan akan menerima lamaran Ilham. Sesaat sebelum mengutarakan keputusan itu, Zaida berencana menemui Nayla, teman magang di kantornya, untuk mengembalikan buku yang dipinjamnya dari Nayla. Tanpa disengaja, Zaida mencuri dengar percakapan Nayla dan ibunya, bahwa ternyata ibunda Ilham merasa kurang cocok dengan pilihan anaknya. Sesuai dengan trah keluarga terpandang pada umumnya, pemilihan seorang isteri akan dinilai bibit, bebet dan bobotnya. Ibunda Ilham berniat menjodohkan Ilham dengan Hamidah, puteri Ustad Mansyur, seorang ustad terkemuka. Hamidah sendiri digambarkan sebagai seorang gadis muda yang cantik, dan seorang hafidzoh. Ibunda Ilham begitu mendambakan seorang menantu hafidzoh agar kelak bisa mengajari cucu-cucunya Al-Quran.
Zaida sangat terpukul mendengar kenyataan itu, jika ia menerima lamaran Ilham, jelas ia bukan menantu yang diharapkan. Tetapi, jika ia menolak, sama halnya dengan membohongi diri sendiri, sebab Zaida sesungguhnya sangat mengharapkan Ilham menjadi pendampingnya. Tetapi, Zaida telah bertekad, ia tidak ingin dibandingkan dengan siapapun, dan ia juga tidak ingin menikah jika tidak bisa diterima oleh keluarga calon suaminya. Hamidah, jelas bukan tandingan yang sepadan buatnya, Zaida merasa lebih baik mengundurkan diri. Laki-laki muslim mana yang sanggup menolak jika hendak dijodohkan dengan Hamidah, gadis dengan kecantikan luar biasa, keturunan ustad, dan seorang hafidzoh. Akhirnya, melalui sepucuk surat, Zaida mengutarakan penolakannya kepada Ilham.
Judul
Buku : Berpikir & Berjiwa Besar
Judul
Asli : The Magic of Thinking Big
Penulis : David J. Schwartz Ph.D
Cetakan
pertama : 1992
“Manusia
sesungguhnya adalah apa yang ia pikirkan di dalam hatinya.”
-Nabi Daud-
“Manusia
yang agung adalah mereka yang mengetahui bahwa pikiran menguasai dunia”.
–Emerson-
Siapa yang tidak mengetahui
tentang besarnya kekuatan pikiran? Bahkan tokoh yang amat perspektif seperti
Shakespeare berpendapat, “Tidak ada yang baik atau buruk kecuali bahwa pikiran
membuatnya demikian”. Tokoh seperti Milton dalam Paradise Lost menuliskan, “Pikiran adalah tempatnya sendiri dan
pikiran ini saja dapat membuat surga dari neraka atau neraka dari surga. Allah
juga telah mengindikasikan mengenai hebatnya pikiran ini yang diriwayatkan berdasarkan sebuah hadits,
"Sesungguhnya Allah berfirman: "Aku sebagaimana prasangka hambaku kepada-Ku. Aku bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku."[HR.Turmudzi]
"Cih, maaf lah ya, kalau universitas selevel ini, aku sih gak sudi, gak kualitas", Once (nama samaran) sahabat kami, ah bukan... bukan... tak sudi kami menyebut Once ini sebagai sahabat, dia ini adik kelas kami. Kebetulan, kami satu tim mewakili sekolah untuk pelombaan debat bahasa inggris tingkat provinsi. Tidak satupun dari kami (waktu itu kami bertiga, berempat dengan Once), yang menyangka saat kami melewati universitas negeri yang memang levelnya masih cukup kalah populerlah dibanding ITB atau UI, dia akan berbalik, membuang muka, lantas berkata demikian.
Ish, pengen juga jitak kepala ni anak, eh eh, masih dengan lagak belagunya, dia masih sempet-sempetnya nambahin,
"Kalau aku ya, levelku tuh sekelas oxford",
Bismillahirrohmanirrohim,
Beberapa saat lalu, saya sempat terlibat obrolan panjang dengan Nona
Z, perbincangan yang cukup serius, dengan tema yang cukup serius, dan sudah
barang pasti, membuat saya berfikir lebih dalam di hari-hari setelahnya.
Nona Z : “Aku dihantui rasa
bersalah, bagaimana ya?”
Saya : “Ke?”
Nona Z : “Tuan H”
Saya : “Why?”
Nona Z : “aku pernah berjanji
bersedia menikah dengannya, tetapi hatiku pernah berbelok ketika ada sosok lain
yang lebih serius untuk melamarku. Ku katakan padanya, “silahkan lamar, sebelum
aku dilamar orang”, kufikir dengan begitu, ia akan segera melamarku. Tetapi,
ternyata ia marah, ia menganggapku telah berkhianat dan tidak setia janji, lalu
hubungan kami jadi renggang, apalagi setelah kukatakan aku tak menginginkan
hubungan seperti dahulu lagi, kecuali pernikahan. Jawabannya sungguh
menyakitkan, katanya permintaanku aneh. Aku sungguh tak tahu dimana letak anehnya.”
Saya : “tidak setia janji?
Memangnya kalian berdua terikat oleh apa? Khitbah juga belum. Pacaran???”
Nona Z : “Ia meminta recovery hubungan. Waktunya sampai
kapan, aku juga tak tahu. Ku sampaikan padanya untuk segera menikah saja, itu
pilihan yang terbaik untuk kami. Tapi ia menolak”
Saya : “Recovery hubungan? Ah, saya tak mengerti hubungan itu seperti apa,
karena seharusnya diantara kalian tidak ada hubungan. Jadi, maksudnya kalian
pacaran??”
Nona Z : “Yah, semacam mendekati
hubungan seperti itu. Tapi, tidak dalam bentuk pertemuan fisik ya, kami intens
berkomunikasi. Aku juga sudah pernah protes atas kata-katanya yang belum
waktunya kepadaku, kusinggung juga mengenai bagaimana seharusnya hubungan
lelaki dan perempuan, ia makin marah, kau tahu betapa pahamnya ia akan agama
kan?”