Bismillahirrohmanirrohim,,,
Paling enak itu ya, mengenang masa lalu, tentunya bagian yang indah-indah saja, saya seringkali begitu. Saya seringkali mengingat masa kecil, juga mengingat masa-masa sekolah dulu. Sekali waktu, mengingat masa-masa kampus yang rasanya nano-nano. Ehm,,, lupakan dulu tentang rumus-rumus yang memberatkan bak membawa seribu bata itu, lupakan sulitnya menaiki tangga demi tangga hingga sampai pada kelulusan. Hai hai, mari lihat betapa indahnya persaudaraan kami disana. Bersuku-suku, beragam budaya, campur jadi satu, menjadi satu lingkaran cinta yang indah.
![]() |
Milha dan Jauhar. Kira-kira seumuran ini saya dan Nihlah ketika itu |
Suatu siang, menjelang sore, saya dan Nihlah, yang kebetulan sedang duduk-duduk bermain di teras rumah, melihat segerombolan orang, tentu saja mereka dari penduduk di bawah gunung. Ah ya, kami tinggal di atas gunung, di perumahan guru, di dekat sekolahan, di sini hanya ada dua perumahan guru, di belakang rumah kami masih hutan, (kenapa jadi banyak di- ya?) hutan tersebut sekaligus berfungsi sebagai kuburan. Konon katanya, di hutan belakang rumah ada pekuburan tentara Belanda dan Jepang yang dulu menjajah tempat ini. Nah, karena itu, setiap ada yang meninggal, rombongan yang akan menguburkan pasti akan melewati rumah kami. Tepat di rombongan belakang, saya mendapati satu-dua kawan main kami. Mereka dengan senyum yang mengembang –seolah hendak berangkat tamasya- melambai lambai,
Ada sesuatu yang berbeda ketika menyebutkan Nabi Ibrahim. Nabi, yang namanya disebutkan puluhan kali di dalam Al-Quran. Nabi dengan segudang keistimewaan, kemuliaan dan keteladanan. Diantara keistimewaan yang diberikan kepada Nabi Ibrahim a.s ialah dijadikannya keturunan Nabi Ibrahim sebagai pewaris para Nabi. Hingga kita temukan bahwa nabi-nabi setelah Nabi Ibrahim adalah anak dan cucu dari Nabi Ibrahim.
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat
(perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman:
"Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim
berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman:
"Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".Q.S Al-Baqoroh: 124.
![]() |
Kredit |
"Kakek Tua itu membawaku ke sebuah kamar gelap", Jennifer terperanjat, tak percaya.
"Lalu, apa dia menyekapmu?"
"Tidak, dia hanya mengantarku"
"Kau tahu? penghuni kamar gelap itu, amat menyeramkan", Thomas dan Alpha yang mulanya hanya mendengar selintas, turut antusias, "lalu bagaimana?", keduanya serempak mengundang tanya.
"Kamarnya sangat gelap, ruangannya kecil dan bau, di sana sangat dingin, jendelanya hanya sebesar ini" Anna membentuk jemari telunjuk dan jempolnya menjadi persegi.
"Dan....", ketiga kawan Anna bertambah serius menyimak, mata mereka melotot, bulat kelereng.
![]() |
Credit: google.com |
Bismillahirrohmanirrohim,,
-----------------------------------------------------
Aku tak bisa luluhkan hatimu
Dan aku tak bisa menyentuh cintamu
Seiring jejak kakiku bergetar
Aku tlah terpaku oleh cintamu
Menelusup hariku dengan harapan
Namun kau masih terdiam membisu
------
-----------------------------------------------------
Aku tak bisa luluhkan hatimu
Dan aku tak bisa menyentuh cintamu
Seiring jejak kakiku bergetar
Aku tlah terpaku oleh cintamu
Menelusup hariku dengan harapan
Namun kau masih terdiam membisu
------
“Huuu…… “, penonton bersorak, teman-teman
Aman yang usil nan jahil. Riuh, setelah sukses mendorong Aman untuk tampil,
persembahan dari ex-IPA 2 katanya.
“Menyebalkan!”, Aman hanya bisa bersungut
dalam hati, sebal. Tapi tetap saja, dengan sangat terpaksa, mengambil mikrofon,
menyumbangkan sepatah dua patah, “aduhai, mengapa pula, Juna dengan sengaja
memilihkan lagu ‘Menanti Sebuah Jawaban’ ini?”
kala pepohonan meranggas meninggalkan putik,
kelap malam tanpa gumintang
tanggalkan bintang-bintang,
dataran kering kerontang tanpa
jejak air hujan
Tawamu menggelitik risauku,
saat senyuman menjadi segetir
asin lautan
simpul pipi tersembunyi di balik
buntalan jeruji
buncah bahagia retak dalam satu
dasawarsa masa
Bismillahirrohmanirrohim,
Saya melihat arloji, pukul 01 siang, terminal Probolinggo semakin
ramai dengan lalu lalang kendaraan masuk-keluar, ditambah padatnya penumpang,
puluhan penjaja makanan, membuat kepala saya semakin pening tak beraturan.
Seharusnya, Ahnaa sudah datang dua jam lalu, setibanya saya ke terminal ini jam
11 tadi. Hingga satu jam ke depan, dari kejauhan barulah saya dapat melihat
seorang perempuan muda, menggunakan abaya merah hati, kerudung yang dibiarkan
tergerai sekenanya, berjalan tergopoh. Langkahnya buru-buru. Tak dihiraukannya
lagi sapaan debu, apalagi pelukan mentari. Di tangannya, ia membawa sekantung
kresek ukuran sedang, bisa saya tebak, itu kantung makanan. Senyumnya
mengembang, saat jarak semakin dekat, ah ya! itu Ahnaa.
Bismillahirrohmanirrohim,
--Intermezo—[Enam hari lagi, Pilgub Kaltim dilaksanakan. Belum lama berpisah, panggung perpolitikan diributkan dengan selisih faham tentang perlu tidaknya masyarakat Kalimantan Utara (Kaltara) ikut serta dalam pemilihan Gubernur Kaltim kali ini. Sebagian yang apatis mengatakan, “Apa untungnya sih?”, “Apa hubungannya?” “Pasti ada apa-apanya…”. Tetapi, saya bersepakat dengan sebagian lagi yang memandang kesempatan ini sebagai ‘bonus’ atau ‘diskon khusus’ bagi masyarakat Kaltara untuk turut serta menentukan wajah Kaltim lima tahun ke depan –terlepas dari ada tidaknya tunggangan politik di dalamnya-, kebijakan ini sah menurut Undang-undang yang tertuang dalam UU NO.20/2012 Pasal 10 Ayat 1.]Yuk, mari kita gunakan dengan baik, hak pilih kita!
--Intermezo—[Enam hari lagi, Pilgub Kaltim dilaksanakan. Belum lama berpisah, panggung perpolitikan diributkan dengan selisih faham tentang perlu tidaknya masyarakat Kalimantan Utara (Kaltara) ikut serta dalam pemilihan Gubernur Kaltim kali ini. Sebagian yang apatis mengatakan, “Apa untungnya sih?”, “Apa hubungannya?” “Pasti ada apa-apanya…”. Tetapi, saya bersepakat dengan sebagian lagi yang memandang kesempatan ini sebagai ‘bonus’ atau ‘diskon khusus’ bagi masyarakat Kaltara untuk turut serta menentukan wajah Kaltim lima tahun ke depan –terlepas dari ada tidaknya tunggangan politik di dalamnya-, kebijakan ini sah menurut Undang-undang yang tertuang dalam UU NO.20/2012 Pasal 10 Ayat 1.]Yuk, mari kita gunakan dengan baik, hak pilih kita!
![]() |
Dokumentasi: BPS Tana Tidung |
Perbedaan pendapat, pun
sudut pandang menjadi warna tersendiri dalam pengambilan sebuah kebijakan,
tergantung dari sisi mana melihatnya. Dan tentunya, parameter apa yang akan
digunakan. Seperti itu pula yang terjadi pada pengambilan kebijakan pemerintah
untuk mengurangi angka kemiskinan di negeri ini. Di satu sisi, Bantuan Langsung
–apalagi dalam bentuk uang tunai- dianggap tidak akan mengangkat derajat
kemiskinan masyarakat bawah. Sebagian pesimis program kebijakan ini benar-benar
signifikan membantu Si Miskin. Alih-alih membantu, menyuapi ‘Si Miskin’ bisa
jadi akan terus membuat mereka terbiasa dengan zona nyaman untuk terus
menengadah, mengulurkan tangan. Itu sama halnya, dengan menyuapi anak berumur
15 tahun, tentunya kita patut khawatir dan was-was, “kapankah ia bisa mandiri,
dan makan sendiri?”.
"Ada tukis! ada tukis!"
Teriakan Fifi cukup mengagetkan,
"Ada apa Nak?",
"Eh... itu.. ehm... eh... eh... ada tukis..."
"Tukis?", saya mengernyitkan dahi, sambil berfikir.
"Ada tikus?"
"Iya... tadi Fifi lihat, ada tikus, disana.... ", panjang lebar Fifi mulai semangat bercerita.
Lain kesempatan, saya bertanya padanya,
"Fi, tadi di sekolah makan apa?"
"Nasi oyeng ndak ada Bun"
"Jadi makan apa tadi di sekolah?"
"Ehm...ehm... ", berfikir agak lama.
"Tadi disekolah, makan toso..."
"Toso? soto... tadi makan soto ya?"
Teriakan Fifi cukup mengagetkan,
"Ada apa Nak?",
"Eh... itu.. ehm... eh... eh... ada tukis..."
"Tukis?", saya mengernyitkan dahi, sambil berfikir.
"Ada tikus?"
"Iya... tadi Fifi lihat, ada tikus, disana.... ", panjang lebar Fifi mulai semangat bercerita.
Lain kesempatan, saya bertanya padanya,
"Fi, tadi di sekolah makan apa?"
"Nasi oyeng ndak ada Bun"
"Jadi makan apa tadi di sekolah?"
"Ehm...ehm... ", berfikir agak lama.
"Tadi disekolah, makan toso..."
"Toso? soto... tadi makan soto ya?"
Suku Dayak Belusu, dengan pakaian adat dan tarian adatnya. Suku ini adalah salah satu suku asli (selain suku Tidung) yang mendiami Kab Tana Tidung, Kalimantan Utara.
Bismillahirrohmanirrohim.
Pertengahan Romadhon lalu, kami pindahan
rumah (lagi). Perpindahan ke tujuh kalinya dalam kurun waktu empat tahun
terakhir ini. Oh yeah!, empat kota, tiga propinsi, satu Negara. Memang bukan
sebuah rekor yang pantas masuk nominasi MURI, apalagi sebuah prestasi yang
patut mendapatkan medali. Tentu saja bukan! Kalau dihitung, berarti setidaknya,
satu tahun dua kali kami pindah. Rasanya? Bayangkan saja sendiri bagaimana
repotnya. Pindah itu (apapun jenisnya) sungguh menguras banyak tenaga, pikiran,
juga biaya. Saya masih bisa mengingat, seorang ibu paruh baya, yang tinggal
persis di depan rumah kami, di pagi buta, berjalan tergopoh demi melihat
kesibukan kami mengeluarkan sisa isi rumah.
“Mau kemana Dek?”
“Berangkat Bu, kami pindah tugas”
![]() |
Credit |
Masih ku ingat, saat
pertama kali bertemu Mira, gadis berjilbab merah muda di sudut teras masjid
kampusku. Matanya dan mataku, bersitatap tanpa disengaja. Hari itu, untuk
pertamakalinya aku merasakan sebuah desiran lain dihatiku, aku menikmati
tatapannya yang hangat. Hari itu, untuk pertamakalinya juga aku bisa melihat
sosok selain Neng Zakiyah. Neng Zakiyah, gadis yang namanya telah tersimpan
lama di hatiku, teman masa kecilku, putri Kiai Anshori, tempat dimana aku
pernah menimba ilmu.
“Menikahlah
denganku, Mira…”.
Suatu senja di sudut teras masjid, di tempat yang sama saat pertama kali kami bertemu, aku memberanikan diri melamar Mira. Mira yang kala itu bersama seorang teman perempuannya, terus menunduk dan diam.
Suatu senja di sudut teras masjid, di tempat yang sama saat pertama kali kami bertemu, aku memberanikan diri melamar Mira. Mira yang kala itu bersama seorang teman perempuannya, terus menunduk dan diam.
![]() |
tnp2k.go.id |
Lanjutan dari: BLSM, Balsem 'Panas' (1)
Tahun 2010, tingkat kemiskinan adalah 13,33 persen, atau 31,02 juta Jiwa penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Dari Maret 2009 hingga Maret 2010, 14,7 juta penduduk keluar dari garis kemiskinan, tetapi 13.2 juta lainnya jatuh kembali ke bawah garis kemiskinan. Ini berarti bahwa secara absolut hanya sekitar 1,5 juta penduduk yang keluar dari kemiskinan. Kelompok individu/penduduk yang berada dekat dengan garis kemiskinan (hampir miskin/near poor) merupakan kelompok yang rentan terhadap berbagai goncangan (shock). Untuk memenuhi target angka kemiskinan menjadi 8 - 10 persen pada tahun 2014, Pemerintah Republik Indonesia kemudian mengambil kebijakan untuk mendorong Percepatan Penanggaulangan Kemiskinan dengan berbagai pendekatan, mulai dari pendekatan kelembagaaan dengan membentuk Tim Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). (tnp2k.go.id)
Tahun 2010, tingkat kemiskinan adalah 13,33 persen, atau 31,02 juta Jiwa penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Dari Maret 2009 hingga Maret 2010, 14,7 juta penduduk keluar dari garis kemiskinan, tetapi 13.2 juta lainnya jatuh kembali ke bawah garis kemiskinan. Ini berarti bahwa secara absolut hanya sekitar 1,5 juta penduduk yang keluar dari kemiskinan. Kelompok individu/penduduk yang berada dekat dengan garis kemiskinan (hampir miskin/near poor) merupakan kelompok yang rentan terhadap berbagai goncangan (shock). Untuk memenuhi target angka kemiskinan menjadi 8 - 10 persen pada tahun 2014, Pemerintah Republik Indonesia kemudian mengambil kebijakan untuk mendorong Percepatan Penanggaulangan Kemiskinan dengan berbagai pendekatan, mulai dari pendekatan kelembagaaan dengan membentuk Tim Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). (tnp2k.go.id)
![]() |
Sumber gambar: tnp2k.go.id |
“Kalau dinilai dari keekonomian, harga
BBM memang seharusnya naik, selain harga di Negara kita jauh lebih murah
dibanding Negara-negara lain, masak iya, kita beli satu botol minuman bisa
sampai Rp 10.000, sedangkan BBM Cuma Rp 4.500?
sementara BBM itu bahan yang tidak terbarukan, mengambilnya saja susah,
minyak yang kita gunakan hari ini, belum tentu besok ada gantinya…”
Bismillahirrohmanirrohim. Saya baru saja menamatkan Rembulan Tenggelam Di Wajahmu, karya seorang penulis fiksi muda, Tere Liye. Di buku tersebut, tertulis tanggal 15 Oktober 2011, itu tanggal saat Tere Liye dengan program Sajubunya mengirimkan beberapa buah karya-karyanya kepada kami. Butuh waktu beberapa tahun, hingga akhirnya saya memilih mengambil buku ini dari rak buku. Bukankah di dunia ini tidak ada yang kebetulan? Sekarang saya seolah mendapatkan jawaban, mengapa buku ini –dengan judul yang sama- harus saya terima dua kali berturut-turut. Dan, mengapa pula saya baru membacanya sekarang, lalu mengapa pula saya memilihnya diantara deretan buku-buku. Buku ini, dengan sengaja –melalui tangan Tuhan- telah dikirimkan kepada saya, sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan di saat itu juga kepada-Nya, saat saya tak mampu menemukan jawabannya dengan bahasan yang lebih sederhana, saya menemukannya, di buku ini. Luar biasa!, Tuhan benar-benar menjawabnya melalui buku ini. Persis seperti lima pertanyaan Rehan.
![]() |
Mengenangmu,
Tak
habis-habis aku
Tak
jua sampai
Tak
juga selesai
Seharusnya, kamu, tak ada lagi di
fikiranku, sebab keberadaanmu, bagaikan kutu di rambutku, mengganggu. Seharusnya,
aku pun tak perlu lagi memikirkanmu, sebab kamu, hanyalah masa lalu, seperti
sisa air hujan yang menetes dari balik jendela kamarku, segera pergi, dan tidak
pernah abadi.
Apa kau tahu, bayang-bayangmu, yang
acapkali hadir tanpa kuminta, begitu menghantuiku. Aku berharap kamu segera
tahu, lalu menolongku, agar kemudian aku bisa menghapus jejakmu, atau
setidaknya agar aku tak lagi menyusun harap bertemu denganmu, mengulang masa
lalu, merekonstruksi pilihanku, membuat keputusan bijak, lalu hidup dengan
cita-cita sederhana, -bersamamu-.
***
![]() |
Gambar diambil dari: Sini |
Bismillahirrohmanirrohim,
Setiap orang pernah bersedih, pernah menangis, saya juga. Dan, di sela-sela tangisan saya itu, saya tak pernah menyangka, Kak akan menepuk pundak saya, dan berkata:
"Sudah, makan dulu sana... ada mie ayam spesial tuh!"
Haha ... gak lah ya ... waktu itu saya menangis cuma gara-gara buku. Buku-buku saya -waktu itu berjumlah ratusan- terserak begitu saja dilantai, tanpa rak. Sebelumnya, kami memang mendapatkan pinjaman rak, dan saat itu sang pemilik mengambil kembali raknya. Bagi saya, itu hal yang sangat menyedihkan (halah, lebay).
"Sudah, tenang saja, nanti saya buatkan lemari buku untukmu... ", inilah kalimat yang Kak ucapkan pada saya waktu itu.
Tidak berapa lama, Kak benar-benar membeli beberapa kayu, dan membuatkan sebuah lemari buku, untuk saya, ehm, itu romantis sekali, (meskipun saya tidak pernah berhenti menagih kapan lemari buku saya jadi, rasanya laaaama sekali, maklum tukang kayu dadakan ^^ ).
Tin ... tin ... tin … tin … “Sialan!”,
seorang supir bus kota mendengus kesal sembari mengelap keringat yang terus
mengucur di dahinya.
“Jakarta ini kota
besar. Saking besarnya sampai-sampai tidak bisa mengurus dirinya sendiri.
Lihat! Masalah macet saja tidak rampung-rampung. Sama itu, kalau kamu punya
badan gendut, susah ngurusnya, ya toh?”
“Iya Pak, tapi tinggal
di kota besar seperti ini lebih enak Pak, apa-apa serba ada. Lah, kalau tinggal
di kampung, apalagi seperti di kampung saya, ampun deh Pak, listrik aja belum
masuk”. Dua orang penumpang angkot sedang begitu serius memperbincangkan Jakarta,
sambil terus menutup hidung, menghindari bau Ciliwung yang menyengat.
Bismillahirrohmanirrohim,
Melanjutkan postingan sebelumnya.
Setiap ingin menulis, selain writer'sblock, seringkali saya menunda melakukannya karena memikirkan banyak hal, seperti, apakah tulisan saya sudah cukup berguna atau hanya sekedar sampah? atau jangan-jangan saya menuliskan sesuatu yang saya pun belum dapat melakukannya, jangan-jangan kaburo maqtan. Atau, tulisan saya hanya berisi sesumbar tidak penting, penuh pamer tentang kesuksesan yang mana pembaca belum tentu suka, atau lebih dari itu, pembaca tidak mendapat manfaat apa-apa kecuali deheman panjang "oooh...". Atau kadangkala saya juga memikirkan tentang niat dibalik menulis, tetapi lebih sering, saya selalu menunggu menulis di saat kondisi hati dan fikiran saya sedang baik.