![]() |
Terbit Saat Saya Masih Berstatus Mahasiswa di STIS, Februari, 2006. |
Bismillahirrohmanirrohim.
Saya akan sedikit menceritakan sejarah pembuatan buku ini. 😀
Pada bulan Ramadhan, mendekati penghujung tahun 2005, seusai sholat tarawih di Masjid Alhasanah. Seorang kawan mengajak saya berbicara tentang proyek bukunya. Dengan sangat menggebu, Rusdin S. Rauf, kawan kuliah saya itu meminta bantuan agar saya membantunya merampungkan sebuah buku. Entah dengan alasan apa dia meminta pertolongan pada saya, sebab saya merasa tidak terlalu lihai, bukan ahlinya, dan lagi, saya sama sekali tidak tertarik dengan tema 'motivasi' ataupun 'pengembangan diri' meskipun saat itu saya sudah aktif di Media Kampus. Dulu saya anti sekali dengan yang namanya buku motivasi 😅
Saya akan sedikit menceritakan sejarah pembuatan buku ini. 😀
Pada bulan Ramadhan, mendekati penghujung tahun 2005, seusai sholat tarawih di Masjid Alhasanah. Seorang kawan mengajak saya berbicara tentang proyek bukunya. Dengan sangat menggebu, Rusdin S. Rauf, kawan kuliah saya itu meminta bantuan agar saya membantunya merampungkan sebuah buku. Entah dengan alasan apa dia meminta pertolongan pada saya, sebab saya merasa tidak terlalu lihai, bukan ahlinya, dan lagi, saya sama sekali tidak tertarik dengan tema 'motivasi' ataupun 'pengembangan diri' meskipun saat itu saya sudah aktif di Media Kampus. Dulu saya anti sekali dengan yang namanya buku motivasi 😅
Oleh: Khusnul Khotimah
Langkah kaki ini terasa berat saat memulai aktivitas pagi ini. Agenda rutin tiap sabtu pagi,,, yah selalu kurindukan. Tapi,,, saat kantuk menyerang akibat bergadang menyelesaikan perbaikan, fisik terasa kurang fit, harus rebutan tempat duduk di bus kota dan tidak jarang berdiri berdesak-desakan di dalam bus. Apa mau dikata, pagi ini akan sangat disayangkan jika harus kembali terlewatkan. Setelah 2 pekan tidak hadir, rindu itu telah menggelayut di sudut hatiku. Bersyukur hari ini boleh telat dikit, pekan ke 7 di setiap semesternya selalu ada tasmi' quran dan agenda itu bertepatan dengan hari ini.
Pukul 08.32. Aku telah berada di Utsmani. Kebetulan pengisi tauziah hari ini adalah Syekh Syaadi Abu Mukmin. Beliau berasal dari negara konflik sepanjang masa Palestina yang ternyata melahirkan para penghafal quran. Subhanallah, hari ini beliau menyampaikan banyak hal tentang interaksi dengan al-quran. Uraian yang disampaikan beliau sangat sederhana dan mampu memotivasi hati yang kering. Mungkin inilah keberkahan berada di antara orang-orang berilmu, hati menjadi kering saat sendiri dan terlena dengan urusan dunia. kurang lebih (maklum, menjadi paham yang disampaikan apa yang beliau sampaikan karena penterjemah ada disamping beliau) dalam nasihatnya beliau menyampaikan:
Ramai, sejumlah anak kelas 3 masih tampak berkumpul di tengah-tengah halaman. Sebagian berfoto dengan bermacam gaya. Maklum, kostum hari perpisahan cuma 3 tahun sekali, tidak boleh ada yang terlewatkan. Sebagian yang lain sibuk berpisah ria dengan adik-adik kelas, mungkin juga pacarnya, sebab mereka nampak begitu mesra.
Di sudut kelas 3 IPA, dua orang berlainan jenis nampak malu-malu bercengkrama, suasana sekeliling sunyi. Semua terpusat pada panggung di tengah-tengah halaman yang sedang menyajikan suguhan lagu perpisahan Sheila On 7. Si wanita Nampak kikuk dan beberapa kali mengalihkan pandangan ke sekeliling, menghindar dari tatapan tajam kakak kelasnya yang sebentar lagi akan meninggalkan SMA tercinta, selamanya….
“Harusnya kamu punya alasan dong kenapa nolak aku?”, cowok dengan tinggi badan sedang dan kulit sawo matang mulai menaikkan nada bicaranya, sedikit menantang dengan tatapan yang semakin dipertajam.
![]() |
Masjid Al-Azhar, Kairo. |
Suatu malam, saya bermimpi. Saya bermimpi pergi ke negeri Mesir, lebih tepatnya saat itu saya sedang melanjutkan studi ke Al-Azhar, Kairo. Tidak banyak yang saya ingat dari mimpi panjang saya semalam penuh itu, kecuali bangunan yang begitu mirip dengan bagian depan masjid Al-Azhar ini. Sebelumnya saya belum pernah melihat foto masjid ataupun universitas apalagi Mesir secara keseluruhan, selain karena saya memang belum pernah bercita-cita kuliah disana, saya juga belum begitu tertarik dengan Mesir. Saya bertemu dengan beberapa mahasiswi yang berasal dari penduduk asli. Iseng, saat saya ber-googling ria saya menemukan wajah-wajah yang tak asing, dengan bentuk dan mimik wajah yang mirip seperti yang saya temui dalam mimpi. Selain berkeliling Al-Azhar, saya juga berkesempatan berkeliling kota, melihat bangunan dan budaya disana. Saya hanya ingat, begitu banyak bangunan kotak-kotak dengan dominasi warna cokelat. Sayang, saya tidak berkesempatan melihat sungai Nil dan piramida ^^.
Statistisi
-36- Pelajaran Bersyukur [Oleh-oleh Dari Susenas]
Wednesday, February 08, 2012 1 komentar![]() | |
Saat Pendataan di Salah Satu Pemukiman Transmigrasi, Bulungan. |
“Dorang (sebutan untuk mereka orang) ni nyuci, mandi dan lain-lainnnya ya disitu mbak…”
“Masak? ( sambil mengernyitkan dahi)”
Bagaimana bisa, air yang mengalir lewat parit-parit di depan rumah mereka yang mirip got besar itu adalah sumber air utama untuk kebutuhan sehari-hari. Parit-parit ukuran sedang sebagian besar menggenang persis di bawah rumah lamin (rumah khas Kalimantan), sebagiannya lagi berada di depan rumah. Kalau aku yang melihat, itu sih lebih mirip got besar yang ada di kota. Sepanjang jalan, terlihat pemandangan yang tak lazim, untukku. Ada yang sedang mandi, mencuci, segerombol anak-anak berenang dengan bebasnya.
“disini tuh mbak, kalau yang hitam banget trus bibirnya merah itu orang Timur, kalau yang putih-putih itu orang Dayak, kalau yang setengah-setengah nah itu yang dari Jawa”
Melanjutkan tulisan ini sebelumnya.
"Berdasarkan pengalaman saya waktu sekolah dulu mbak, ternyata dari 20 orang teman sekelas saya tidak ada satu pun yang menyukai pelajaran ini. Kalau menurut saya, ada beberapa sebab yakni karena sang pengajar yang terlalu monoton dan memang dari tahun ke tahun, abad ke abad matematika digambarkan sebagai sesuatu yang menakutkan. Beberapa guru juga tidak menjelaskan untuk apa kita belajar integral, turunan, atau mencari fungsi - fungsi matematika. Selama saya sekolah dari SD hingga SMP saya benar - benar tidak suka dengan pelajaran ini, salah satu faktornya ya karena gurunya. Cara berfikir anak - anak dan orang dewasa tidak sama, jadi sebaiknya sebagai seorang guru yang punya banyak ilmu dan pengalaman gunakanlah cara yang disenangi anak - anak dan ternyata suasana mengajar juga diperlukan dalam pelajaran ini, jangan sampai matematika yang terkenal angker dari zaman dulu terbukti kembali di zaman ini.
Seusai mengajar Sherly, anak kelas satu SD kemarin sore, saya pun memintanya memilih buku yang ia sukai di Rumah Pelangi untuk dibaca di rumah. Sebelumnya, sayapun cukup panjang lebar menjelaskan padanya tentang peraturan pinjam-meminjam.
Sherly : "di sekolah saya juga ada buku-buku seperti ini kak, tapi dendanya kalau terlambat satu minggu, 600 ribu"
Saya : "masak sih, banyak amat, enam ribu mungkin", tanya saya dengan ekspresi cukup heran.
Sherly : "ih, enggak. Beneran 600 ribu kok, tapi disana guru Sherly putih, cantik"
Saya : cuma bisa diam. Merenung. Apa maksud ini?
Tabrakan maut yang merenggut sembilan nyawa dan beberapa korban luka-luka di Tugu Tani hari minggu, 22 Januari lalu mengingatkan saya betapa kematian tidaklah dapat disangka-sangka. Bahkan saat sedang berjalan kaki di jalur yang benar pun, siapa yang sangka bisa celaka. Batas usia adalah hal misterius yang memang tidak akan pernah bisa ditembus oleh siapapun. Kita bisa saja tiba-tiba meninggal dunia saat sedang makan, minum, tidur, duduk, berdiri, berjalan, berlari, tertawa atau saat sedang diam. Duhai alangkah ngerinya jika saat kita meregang nyawa kita tidak juga menunaikan janji untuk hidup bersama Al-Quran, untuk melafalkannya di setiap tarikan nafas, untuk menghafalkannya hingga terjaga di luar kepala, untuk mempelajarinya dan mengamalkannya di setiap langkah kehidupan.
“Ana ngerasa berat ukh, ana merasa terpaksa sekali setiap kali masuk kelas untuk menghafal, ana mau berhenti dulu, insyaalloh semester depan ana mau mulai lagi”. Seorang sahabat saya di kelas tahfidz ketika di Jakarta tiba-tiba mengundurkan diri di tengah perjalanan. Saya membujuknya berkali-kali dengan meyakinkan bahwa target dari ustadzah adalah sebagai bentuk motivasi untuk kita, jikapun kita belum cinta seratus persen pada Al-Quran, maka harus memaksakan diri untuk cinta. Walaupun terpaksa, lanjutkan saja dulu, lingkungan yang mendukung, komunitas yang mendukung, semuanya akan memaksa kita untuk cinta.

Seorang anak kecil diminta ibunya pergi berbelanja ke warung di sebelah rumah.
pemilik warung : "mau beli apa dek?"
anak : "saya disuruh mamak utang beras dua kilo sama minyak tanah 1 liter om..."
pemilik warung : sambil sibuk menyiapkan pesanan bertanya kembali, "ada lagi ndak?"
anak : "emmm...kata mamak kembaliannya kasih permen aja om..."
pemilik warung : ??????
Saya tertawa mendengar Kak menceritakan ini. Entah bagi yang membaca kisah ini versi tulisan saya bisa tertawa seperti saya atau tidak. Yang pasti sampai seharian, jika mengingat cerita ini saya jadi tertawa. Seperti biasa, Kak bisa saja membuat saya tertawa dengan caranya sendiri.
"Kak, sekali-kali belajar romantis dong...", seringkali saya mengatakan ini padanya saat ia melepaskan tangan saya saat saya menggenggam jemarinya.
"Yah lihat-lihat juga dong tempatnya, ini kan di pinggir jalan"
"Eh, tapi kita kan sudah halal"
Saya merindukan sahabat saya. Seorang sahabat dekat yang kini entah dimana keberadaannya. Bukan sebab karena saya tak punya no handphonenya atau tak tahu bagaimana cara menghubunginya, tapi saya enggan, enggan yang bercampur sedih, mengapa tidak Melati saja yang menghubungi saya. Apakah dia tidak merindukan saya? Ataukah saya telah terlupakan?. Hhhh…
Bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil
akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;
Bahwa saya, akan senantiasa mentaati
segala peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab;
Bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan Negara,
Pemerintah, dan martabat Pegawai Negeri serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;
Bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu
yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan;
Bahwa saya, akan bekerja dengan jujur,
tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan Negara
Saya rasa pembantu yang paling dimuliakan itu Pegawai Negeri Sipil (PNS). Lho, kok bisa?
Parenting
-27- Untuk Ibu-Ibuku, Sungguh, Aku Bangga Menjadi Anakmu...
Thursday, December 22, 2011 Beri komentar![]() |
Masa kecil bersama adik-adikku. Dari kiri kekanan: Aku, dek Milha, dek Jauhar, dek Nila |
Mendekati awal tahun, saya selalu deg-degan mengingat semakin bertambahnya tahun pernikahan saya. Tapi jika tidak diberi anugerah seperti ini, selamanya mungkin saya tidak pernah bisa merasakan bagaimana perasaan ibu saya dulu, saat berharap dengan cemas dari tahun ke tahun akan kelahiran seorang anak. Saya pun mungkin tidak bisa merasakan bagaimana kerasnya usaha dan perjuangan orangtua untuk bisa memiliki anak. Dan ternyata, subhanalloh seperti ini rasanya. Tidak seperti perempuan pada umumnya, ibu memang terlambat memiliki anak, entah ada hubungannya atau tidak, ternyata saya juga turut merasakan bagaimana rasanya berada dalam penantian dan ikhtiar. Hal ini membuat saya sadar akan arti seorang ibu, bagaimana perjuangannya, mulai dari usahanya mendapatkan saya, saat hamil, saat melahirkan, saat harus mendidik saya, menemani masa remaja saya, dan saat harus melepas saya ke jenjang pernikahan.
Quran
-26- 17 Motivasi Berinteraksi dengan Al-Quran Karya Abdul Azis Abdur Rauf, Al-Hafidz, Lc
Friday, December 16, 2011 Beri komentar
Jika Allah berkehendak apa yang mustahil bagi-Nya. Demikian pula dengan kehendak Allah atas diri manusia, tiada daya upaya yang mampu mengalahkannya. Yang terbayangkan ketika membaca judul di atas “berinteraksi” berarti terdapat hubungan timbal balik antara Al-qur’an dengan diri kita. Sederhananya, ketika melihatnya kita tertarik untuk membacanya, ketika membacanya kita tertarik untuk memahaminya, ketika memahaminya kita tertarik untuk mengamalkannya. Demikianlah ketika interaksi yang intens dibangun terhadap Al-qur’an semua perbuatan, pola pikir, dan semua aktivitas keseharian kita tidak akan lepas dari koridor yang ditentukan. Seperti bus trans jakarta yang tak keluar dari jalur yang ditentukan.
Membangun “interkasi” dengan Al-qur’an tidak cukup dengan “niat” saja, tapi berawal dari niat inilah semua amalan kita dihisap kelak. Jadi untuk membiarkan diri kita memulai dengan interaksi ini diperlukan niat, walalupun awalnya terpaksa lama-lama jadi terbiasa juga.
Membangun “interkasi” dengan Al-qur’an tidak cukup dengan “niat” saja, tapi berawal dari niat inilah semua amalan kita dihisap kelak. Jadi untuk membiarkan diri kita memulai dengan interaksi ini diperlukan niat, walalupun awalnya terpaksa lama-lama jadi terbiasa juga.
Saat saya hendak memasuki rumah, seorang perempuan dengan sepeda santai meluncur sampai tepat dihadapan saya. Mbak Nira (sebut saja demikian), dengan sedikit gugup bertanya apa saya punya waktu untuk menerimanya. Saya pun mempersilahkannya masuk dan berbincang di dalam. Setelah cukup lama berbasa-basi, saya melihat ada kegelisahan luarbiasa dari matanya. Benar saja, mata memang tidak bisa berdusta.
“Iya Mbak, saya memang lagi banyak pikiran, saya bingung juga bimbang,” Mbak Nira, sahabat baru saya yang usianya terpaut tiga tahun di atas saya, tampak tersenyum malu-malu dengan gamang.
“Ada apa Mbak, Mbak mau nikah ya?”
“Iya Mbak, saya memang sudah mau cepat-cepat nikah, sudah berumur juga, itulah masalahnya….. idiih…Mbak kok tahu aja….”, Mbak Nira menertawakan tebakan saya.
Suatu malam, Rahmat, anak tetangga kami yang baru saja duduk di kelas 1 Sekolah Dasar datang kerumah sembari membawa buku-buku pelajaran sekolahnya.
Rahmat : “Bu, Rahmat ada PR…banyaaaaaaak betul bu, wuih….”
Saya : “Coba dikeluarkan bukunya, ibu lihat dulu mana PR nya…”
Rahmat pun berusaha memberitahukan pekerjaan rumahnya pada saya. Ada tiga PR yang harus dikerjakannya di malam itu. PR Bahasa Indonesia, PR Matematika dan PR Penjaskes. Rahmat, termasuk anak yang belum terlalu terampil menulis dan membaca. Beban tugas menulis yang terlalu banyak membuatnya kewalahan, ditambah lagi Rahmat termasuk anak yang belum bisa mengontrol konsentrasinya. Baru selesai menulis satu huruf, ia lebih senang mengajak saya mengobrol atau bermain. Menulis satu baris saja bisa memakan waktu lebih dari 15 menit, butuh banyak kesabaran membimbingnya menulis jawaban dari soal-soal PR yang diberikan.
Di Jakarta, waktuku seringkali habis di jalan. Bagaimana tidak, Jakarta adalah kota macet yang parah. Lalu lintas disini seringkali tidak bersahabat. Kopaja yang ugal-ugalan, bus yang garang, kereta api yang penuh sesak dan lebih mirip tempat pemanggangan manusia. Disini, aku dipaksa untuk bisa berjalan dengan cepat, sigap dan tangkas. Bilamana kita ingin bepergian menggunakan bus, kadangkala kita harus berlari-lari kecil bahkan berlari cepat untuk mengejarnya. Bilamana kita bepergian menggunakan kopaja, kita harus bersiap dengan hati-hati saat melangkahkan kaki untuk turun, tidak ada supir kopaja yang benar-benar berhenti ketika menurunkan penumpang. Aku pernah hampir terpelanting saat melangkahkan kaki turun di awal-awal kenal dengan kopaja. Satu hal yang kuketahui setelah peristiwa itu adalah ‘gunakanlah kaki kiri terlebih dahulu ketika ingin turun dari kopaja yang sedang melaju’. Kereta api pun demikian, terlebih kereta api listrik ekonomi seharga 1000 rupiah, kita harus berjuang hebat untuk dapat masuk ke dalamnya dengan berdesak-desakan dan dorong-mendorong yang kuat. Sampai di dalam, kita masih harus berjuang menjaga barang bawaan, dan berjuang di tengah himpitan manusia, termasuk berjuang untuk mendapatkan udara serta memperhatikan secara seksama stasiun yang telah di lewati agar dapat berhenti di stasiun yang di tuju.