Parenting

Cerita Kehamilan Si Kembar: Pembelajaran Untuk Pengasuhan Janin

Wednesday, November 25, 2020


Bismillahirrahmanirrahim.  

Sebelum sidang usulan penelitian (UP) tesis MET FEB UNPAD, saya mulai merasa tidak enak badan. Lemas, pusing, dan perasaan tidak menentu. Saya pikir, mungkin karena sedang berjuang keras mempersiapkan sidang UP. Namun, saat hari H, rasanya semakin tidak enak. Kata sahabat saya, hari itu saya terlihat sangat pucat. 

Baca juga: Gimana Rasanya Kuliah Beasiswa Bappenas di Program Studi MET FEB UNPAD

Bandung, 31 Agustus 2019

Hari berikutnya, saya langsung drop, sudah gak pernah buka-buka laptop lagi mengurus tesis. 

Ternyata, itulah tanda-tanda awal kehamilan saya. Allahu Akbar. 😭

Bulan berikutnya, pada pemeriksaan kantung janin, dokter menyatakan ada dua kantung janin. DUA. Subhanallah, Allahu Akbar!, tidak mampu terlukiskan perasaan saya waktu itu. Bukannya gembira yang gimana-gimana, saya malah lebih banyak menangis dalam sujud, bertanya ke Allah, 

"Ya Allah, ini beneran? bukan mimpi?," 😭

Saya mengalami masa kehamilan 'wahnan ala wahnin' lemah yang bertambah-tambah 😥. Perjuangan prakehamilan yang luar biasa itu ternyata masih tidak ada apa-apanya. Nyaris sampai trimester tiga hamilnya dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, berteman dengan infus, jarum suntik, dan minum obat (keras) hampir tiap hari. 

Saya mengalami banyak sekali tantangan selama hamil, Hyperemesis Gravidarum (HEG) parah, Simfisis Pubis Disfungsi (SPD), edema, anemia yang mengacu ke pra eklamsia, ISK, gatal-gatal parah sekujur badan, macem-macem. 

Saya gak bisa ngapa-ngapain, duduk gak kuat, salat pun butuh sekali perjuangan. Hampir setiap hari saya menangis, meringis di pojokan sambil bilang gak kuat ke suami. Setiap kali merintih suami selalu hadir memijat tangan saya, mengurangi titik mual muntah berlebihan yang saya alami, mencoba menenangkan meski itu semua tidak terlalu membantu. Perut saya tidak enak, rasanya seperti dikuras, perih dan sakit. 

Saya muntah sepanjang hari, tidak ada jeda. Dalam setengah hari, saya bisa muntah 15-20 kali. Dilema sekali mengalami hiperemesis. Tidak boleh tidak makan, tetapi makan pun konsekuensinya pasti akan muntah berkali-kali, tidak berhenti sampai rasanya terkuras tidak bersisa. Indra penciuman saya juga menjadi sangat sensitif, tingkat kesensitifannya seperti naik 1000 kali lipat (oke, ini agak lebay 😅)

Saya tidak bisa mencium semua aroma, mulai dari bumbu dapur, sabun-sabunan, bau odol sikat gigi, bau galon, bau magicom, bahkan bau rumah. Iya, yang terakhir ini pasti aneh sekali. 😓 Saya merasa rumah yang kami tempati itu bikin mual, bau, dan eneq. Padahal sebenarnya rumahnya tidak salah apa-apa, dan tidak kenapa-kenapa. 

Pernah suatu waktu pulang dari RS dengan kondisi yang agak segeran, begitu sampai di rumah, saya mual muntah parah karena tidak tahan dengan bau rumah. Akhirnya baru beberapa jam di rumah, kami mengungsi ke hotel. 

Jadi kalau sedang tidak di rumah sakit, sebagai ibu hamil, saya menginap dari satu hotel ke hotel lain. 🙈 Begitu juga dengan makanan. Saya baru bisa makan jika dibantu obat, ondansetron namanya. Itupun dosisnya sangat dibatasi karena termasuk obat keras. 

Di tubuh saya, obat ini hanya bertahan sangat sebentar, saya tetap mual muntah sepanjang hari. Setelah dibantu obat, yang bisa saya makan pun makanan berkelas di level resto. 🙈 Waktu itu yang bisa saya makan adalah makanan segar yang baru di masak. Menurut saya, makanan resto itu bahan-bahannya pilihan, segar, di masaknya tidak banyak bumbu tambahan. Dan yang paling memenuhi semua syarat itu adalah restoran-restoran Jepang atau Korea yang bertema all you can eat (AYCE). Kalau diingat-ingat, nggaya banget ini bayi-bayi, sekali makan bisa habis hampir seperdelapan gaji pokok. 😆

Tapi sekali lagi, karena dosis obat dibatasi, saya tetap harus berjuang dengan mual muntah, dan juga indra penciuman yang makin hari makin ekstrim tingkat sensitivitasnya. Saya bahkan bisa muntah hanya karena melihat gambar makanan. 🙈

Setiap hari saya berupaya memperkuat syukur dengan terapi mendengar kalimat positif dari audio rekaman sembari berkomunikasi dengan janin. 

Bersyukur di tengah kondisi tidak berdaya sungguh tidak mudah. Kondisi mental saya bahkan sempat down di masa kehamilan. Dalam satu hari entah berapa kali saya berucap ke suami, "gak kuat Kak, gak kuat," saking benar-benar serasa tidak tertahankan. 

Apapun beliau lakukan untuk menguatkan saya, sampai membuatkan jadwal terapi jiwa melalui terapis hypnoterapi. Jiwa saya harus kuat, untuk menghadapi keadaan fisik yang sedemikian lemah. Tapi yang terjadi sebaliknya, keadaan fisik yang sedemikian terkuras membuat saya tidak bisa berpikir dengan baik, hingga saya mengungkapkan isi hati kepada terapis dalam sesi konseling,

"Mengapa Allah beri saya kehamilan yang tidak seperti orang-orang? mengapa jalan yang harus saya lalui sedemikian berlikunya?" 😭 sewaktu saya mengucapkan ini dalam keadaan hampir putus asa, benar-benar merasa gak kuat lagi, tapi juga tidak tahu apa yang harus dilakukan kecuali menjalaninya.

Kehamilan saya di mata saya, tidak ada enak-enaknya. Tidak ada definisi cantik seperti ibu-ibu hamil yang biasa saya kenal. Saya bahkan jarang mandi, karena air membuat saya makin mual. Tidak ada cerita jalan-jalan pagi khas bumil, makan-makan ngidam, foto-foto hepi, nulas-nulis jurnal kehamilan, ngeyoga, ikut seminar persiapan persalinan, atau apalah. Kepala saya malah pusing kalau dibawa buat buka hp atau laptop. Keadaan saya makin parah kalau dibawa jalan-jalan pagi. 

Pernah suatu ketika, saya merasa segeran sepulang dari rawat inap, dengan pedenya saya minta jalan-jalan, eh besokannya langsung drop, masuk rawat inap RS lagi. 🙈

Hampir enam bulan tidak bisa beraktivitas juga memunculkan sedikit perasaan tidak berguna sebagai manusia. 🙈 Apalagi masa kehamilan saya ialah masa pengerjaan tesis. Nyaris lima bulan saya tidak pernah bimbingan, sebagai mahasiswi, saya hilang bak ditelan bumi. 🙈

Bersyukur sekali waktu itu di sesi konseling, terapis saya sempat memberi nasihat, 

"Sudah, dinikmati saja kehamilannya, tidak usah dipikirin dulu yang lainnya termasuk tesis. Jika Allah sudah kun, walaupun waktu tinggal seminggu lagi, pasti fayakun." Masyaallah, mungkin waktu itu ucapan terapis diaminkan malaikat, alhamdulillah saya mulai sehat di sepuluh hari terakhir waktu pengerjaan tesis. 

Saya memaksakan diri merampungkan tesis dalam waktu sepuluh hari. Saya mengerjakan tesis sambil nangis-nangis parah karena rasanya sakit banget di fisik dipakai buat duduk depan laptop seharian. Semua itu saya lalui sambil komunikasi dengan janin, 

"Setiap Ibu nangis, ngerasa gak kuat bukan karena hadirnya kalian, tapi ya karena memang harus nangis supaya lega. Berat banget ini buat Ibu perjuangannya." 😭

Seusai sidang usulan penelitian di bulan Agustus itu, saya baru menghadap ke dosbim bulan

.

.

.

FEBRUARI, haha. 😆

Itupun dengan satu tujuan: memohon persetujuan untuk daftar ujian sidang akhir. 😅

Dan benar, Kun Fayakun Allah bekerja. Jumat hari pendaftaran terakhir ujian sidang akhir, hari Kamis pagi saya baru menghadap dosbim. Kamis siang, tesis saya disetujui, sungguh mukjizat dari Allah yang Mahakuasa. 😭

Waktu itu saya hanya mikir, "kalau enggak ujian sekarang gimana nanti, udah mau deket lahiran. Habis lahiran pasti gak kepegang karena saya harus ngurus dua bayi." 😭


Anak Bahagia Terlahir dari Ibu yang Bahagia

Proses pengasuhan, sudah bisa dimulai sejak bayi dalam kandungan. Sejak hamil, tidak hanya kesehatan fisik ibu yang harus dijaga, kesehatan mental juga perlu. Anak bahagia terlahir dari ibu yang bahagia. 

Menjalani kehamilan dengan perasaan penuh rasa syukur dan bahagia adalah pengasuhan pertama yang penting untuk janin.

Dari sisi medis, HEG yang saya alami termasuk salah satu faktor risiko kehamilan kembar dikarenakan hormon HCG yang naik dua kali lipat dari hamil tunggal. Kalau kata dokter kandungan yang menangani saya, "udah bawaan, gak ada obatnya kecuali ya harus tangguh ditahan sampai lahiran" 😆. 

Dalam beberapa studi literatur disebutkan bahwa keadaan HEG ini selain dapat membawa komplikasi ke kesehatan ibu dan janin, juga dapat berpengaruh ke kesehatan mental, salah satunya ialah depresi. 


Memunculkan perasaan sadar dan menerima sepenuhnya kehamilan adalah sangat penting untuk pengasuhan janin. Jangan sampai bayi sudah merasakan perasaan tertolak sejak di dalam kandungan. Sangat tidak mudah memang, saya juga dibantu audio yang isinya ucapan berulang, 

"Saya menerima kehamilan ini dengan penuh kesyukuran. Kehamilan ini adalah hal yang sangat saya dambakan. Saya mencintai bayi-bayi saya, dan sepenuhnya percaya pada tubuh saya. Saya percaya bahwa Allah telah menciptakan tubuh ini dengan sempurna, dan memberikan kesempurnaan pada tumbuh kembang janin saya ...."

Pernah merasakan mabuk saat naik mobil? HEG itu kalau di saya, rasanya seperti sedang naik mobil dan mabuk berat sepanjang perjalanan, tetapi denga level dua hingga tiga kali lipatnya. Bayangkan setiap hari, tanpa jeda, selama berbulan-bulan. Sebuah mukjizat dengan kondisi sedemikian bisa berpikir jernih dan tersenyum penuh bahagia. 🙈

Bantuan konselor atau terapis juga sangat membantu untuk saya, setidaknya, untuk menguatkan mental kalau semuanya pasti bisa dilalui dan akan berakhir dengan bahagia. 

Berkomunikasi dengan Janin Setiap Saat

Saya tidak berpura-pura untuk urusan emosi yang sedang dirasakan pada janin. Saya ingin mereka tahu apa yang sedang saya rasakan, walaupun teorinya menyatakan bahwa ibu hamil harus selalu riang gembira dan ceria. 🙈

Tapi saya sudah tidak tahu bagaimana mendefinisikan keceriaan saat harus dilarikan ke UGD, dan saat ambil darah untuk cek lab, darah saya itu menetes satu-satu saking kehabisan cairan tubuh. Gimana mau gembira, mengangkat tubuh saja tak mampu. 🙈

Saya tetap jujur menyatakan ke janin, perasaan saya sedang tidak menentu saat itu, ya sedih, ya merasa kayak gak kuat, namun selalu saya tambahkan kalimat, 
"Bantu Ibu ya Nak, kalian pasti sedang berjuang di dalam, tubuh Ibu bereaksi sedemikian kerasnya juga karena kalian sedang bertumbuh," tentu saja diucapkan sambil nangis-nangis. 😆

Saat sedang lemah-lemahnya, hal yang menguatkan ialah istighar dan ucapan tasbih. 

Saya juga bersyukur, karena kondisi kehamilan saya yang seperti ini, saya tidak mampu buka-buka hp, main medsos, baca status orang, apalagi mau ngomel, duh udah gak kuat saya. 😆

Sepertinya ini cara Allah menjaga saya, agar saya hanya fokus pada kehamilan, dan kesehatan janin. 

Nabi Ya'kub di dalam Al-Quran dikisahkan bersedih dan menangis sampai buta karena kehilangan Yusuf. Maryam diceritakan sempat putus asa hingga berucap, "andai aku menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan" buat saya menjadi pembelajaran bahwa mengeluarkan emosi yang sedang dirasakan ialah alamiah dan menyehatkan bagi jiwa. 

Saat merasakan sedih ya sedih saja. Kecewa ya kecewa. Merasa tidak kuat ya tidak kuat saja. Merasa bergembira ya gembira. Semuanya valid, sah, dan boleh kita akui. 

Saya ingin anak-anak saya dibesarkan dengan cara seperti itu. Mereka boleh merasakan bersedih, terluka, kecewa, patah hati, senang, riang, dan gembira. Mereka boleh merasakan semua jenis emosi yang memang wajar dirasakan manusia. 

Saat anak jatuh dan terluka, saya tidak ingin mereka mendengar kalimat, "sudah gak papa, cuma kayak gitu, gak usah nangis, gak boleh cengeng." Saya ingin memberi mereka pernyataan, "bagian mana yang rasanya gak enak? sini Ibu obati, mari Ibu peluk, cerita ke Ibu" sambil mendengarkan tangisan mereka hingga tuntas, sampai terasa melegakan. 

Hamilnya Berdua, dengan Suami

Suami itu bukan support system. Suami bukan supporter, suami dan kita itu satu tim. Masa hamil, melahirkan, menyusui ialah masa penuh perjuangan, jangan sendirian, ada peran ayah sebagai tim di sana. 

Selama melalui kehamilan yang penuh perjuangan itu, saya tidak melaluinya sendiri, melainkan bersama suami. Beliau yang selalu mengurus saya.

Suami yang siap siaga mengurus rumah dan segala kebutuhan saya. Ikut-ikutan makan hanya makanan yang bisa saya makan. Mengabulkan semua keinginan saya yang penting saya dan janin kuat dan sehat, sampai berinisiatif mencarikan saya terapis untuk menguatkan saya. Besar sekali perjuangan beliau, sampai-sampai doa yang senantiasa saya ulang saat hamil, "ya Allah, saya rida terhadap perlakuan suami kepada saya, sejak awal pernikahan hingga masa ini. Ya Allah saya rida, berikan beliau... bla bla bla ..." saya lantunkan doa-doa baik untuk beliau. 

Peran pengasuhan ayah tentu sangat penting dan akan dirasakan janin sejak di dalam kandungan. Penting untuk bapak-bapak, turut meringankan dan menghibur istri di masa-masa perjuangan kehamilan. 

Penting pula dukungan dari support system seperti kerabat dan kenalan dekat, hindari pernyataan, 
"Aku juga dulu pas hamil mual muntah, tapi gak gitu-gitu amat, yang kuat dong, makan biskuit, sering-sering makan, hamil ya emang gitu." Setiap proses kehamilan berbeda, tidak bisa disamakan. Daripada menerima kalimat-kalimat yang tidak sejuk seperti ini, lebih baik kehamilannya dirahasiakan saja, tidak usah pengumuman 🙈. Inilah yang saya lakukan, dan alhamdulillah sangaaat membantu. Bye bye komentator! 😜

"Makanya jangan manja, hamil jangan tiduran saja, gerak dong gerak." Waw ngana gak tahu saja, pada kondisi saya, makin banyak gaya, makin banyak gerak, makin parah. 😆 Sok-sokan merasa kuat, malah membuat saya rawat inap. 

Percaya pada penciptaan Allah yang mendesain tubuh kita dengan sempurna. Saat tubuh penginnya tiduran, ya ditidurkan saja. Saat tubuh rasanya tidak enak dipakai buat berdiri, ya baringkan saja. Percaya dan ikuti apa yang diinginkan oleh tubuh, ini akan sangat membantu. Pokoknya mah, kita yang paling tahu apa yang paling kita butuhkan, tidak perlu melihat bumil lain. 

Sabar, Syukur

Dua senjata umat muslim. Sabar dengan istighfar, syukur dengan tasbih, pegang dua rumus ini. Tidaklah diberikan pahala dan keutamaan yang demikian besar pada seorang ibu, jika perjuangannya level ecek-ecek. 

Keadaan saya semakin membaik di satu bulan terakhir kehamilan alhamdulillah. Saya mulai merasa enak makan, sensitivitas penciuman semakin berkurang. Di masa ini, saya sudah mulai bisa berlatih fisik. Jalan kaki hampir setiap pagi, ikut kelas pregnancy gym di Klinik Jasmine Medika, ambil guru private untuk yoga di rumah sepekan sekali. Ibadah salat saya juga sudah tidak asal bisa duduk, saya sudah bisa melakukannya dengan gerakan sempurna, dengan berdiri. Keadaan saya sudah semakin membaik.

Namun demikian, tantangan lain menanti, haha. 😆 Hamil trimester akhir dengan dua bayi, berasa berat bawa perut, haha. Waktu usia kandungan masih tujuh bulan, saya sudah sering disangka mau lahiran karena perutnya segede ibu hamil tunggal usia sembilan bulan. 😆

Jadi bisa dibayangkan ya, masuk sembilan bulan itu perut saya segede apa. 🙈 Di masa ini, saya udah gak enak mau ngapa-ngapain, baring gak enak, duduk lama bisa langsung seketika edema, jalan lama ngos-ngosan. Kadang-kadang bawaannya udah gak sabaran, "ya Allah Nak, kapankah mau keluar?" 😆.

Tantangan lainnya, karena faktor hormonal, saya mengalami gatal-gatal parah sampai harus minum obat anti alergi. Dari literatur yang saya baca, itu bawaan bayi laki-laki. Bayangkan saya ada dua bayi. berasa kayak dua kali lipat gatal-gatalnya. 😅 Selain itu, SPD saya juga semakin menjadi-jadi setelah dipakai mengerjakan tesis, ujian sidang, dan menyelesaikan revisi. 

Alhamdulillah semua bisa terlewati. Atas kuasa Allah, bayi-bayi terlahir sehat sempurna di pekan 38 kehamilan. Syukur luar biasa kepada Allah, bayi-bayi saya terlahir dengan bb masing-masing 2,8 kg. 😭

Pada Akhirnya,

Jalani dengan penuh kesabaran, insyaallah semua bisa terlewati. Syukuri setiap peristiwa yang Allah hadirkan, karena sudah pasti ada hikmahnya. Setiap kepayahan semoga menjadi penggugur dosa dan ampunan. Semoga dengan setiap perjuangan, menjadikan kita menjadi perempuan yang lebih penyayang, dan mencintai anak-anak kita. 

Jalani proses kehamilan wahnan ala wahnin dengan banyak mengucap doa. Setiap ucapan ibu hamil menembus arsy, cespleng bisa langsung diijabah. 

Allah beri sembilan bulan masa di mana kita bisa bebas meminta dan dimudahkan ijabahnya. Gunakan sebaik mungkin masa istimewa ini. Bahkan setelahnya, ucapan dan doa seorang ibu tetaplah kuat apalagi jika terkait dengan doa untuk anak-anaknya. 

Cintai kehamilan kita, sayangi janin yang ada di rahim, ucapkan terima kasih dan maaf kepada janin dan seluruh anggota tubuh kita, ajak komunikasi setiap saat. Insyaaallah dibalik perjuangan, akan dinikmati nantinya. 

Demikian pengalaman saya selama kehamilan si kembar, yang kalau diingat lagi kayaknya masih tidak percaya bisa melalui masa-masa perjuangan yang tidak ringan. Setelah lahiran, eh saya lupa dong dengan semua sakit nangis-nangis selama hamilnya, saya malah pengin hamil lagi. Rindu euy, tapi kalau bisa hamilnya hamil cantik bebas keluhan. 😍

Untuk ibu-ibu yang sedang berjuang dalam kehamilan, persalinan, dan menyusui, yuk saling menguatkan dan mendoakan ya. Semoga sehat-sehat semua. 😍















You Might Also Like

Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.



10 komentar

  1. Masyaallah.. kek mo ikutan nangis bacanya.. Hebat.. hebat banget bisa melaluinya.. Selamat, semoga bayi kembar tumbuh sehat dan doa agar nanti bisa hamil syantiiikkk juga terkabul. Allahumma aamiin

    ReplyDelete
  2. Nuriiiiinnnn,,, kamu kecil2 tp hebat banget. Bs bawa bayi 5,6 kg di perut. Masya Allah,,,
    Luar biasa ujianmu bu,,
    Sehat2 ya nurin n si kembar,, n juga ayahnya...
    Bahagia selalu,,

    ReplyDelete
  3. Luar biasa mb Lia. q br tahu sih trnyta prjuangan pean kek gitu, secara q barubtahu jg mb Lia hamil malah stlah klahiran, tahu2 udh ada khabar lahiran aja. skrg q paham, mnymbunyikan brita khamilan demi mnjaga ksehatan n komentar nyinyir dr netijen yee... wkwkw. Dpt pljaran bnyak dr cerita ini. smg mb Lia n kluarga sehat2 n dimudahkan segala urusan. Aamiin. 😘

    ReplyDelete
    Replies
    1. menyembunyikannya juga karena kayak masih takut khawatir dan belum percaya sama yang terjadi Dek Em :(. Amiiin. :)

      Delete
  4. Masyaa Allah, Nurin lahiran pervaginam yaaa? Masyaa Allah👍👍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Langsung ku cek kalimat tulisku Mbak, :D, ada yang ambigu ya. Maksudnya, itu bayinya yang normal (karena biasanya hamil kembar bayinya beresiko), lahirannya gak pervaginam Mbak Ayum.

      Delete