Statistisi

Perempuan BPS Menulis, Mengukir Asa

Saturday, April 20, 2019

Bismillahirrahmanirrahim.

Tulisan ini ditulis oleh: Teh Marisa Kusuma Putri.

Dimuat di Majalah Varia Statistik, Edisi April 2019

“Once upon the time business as usual was often good enough.
 NO MORE!
Good enough is dead.
There is only one space left to innovate, YOU!
Right now you are a central point in the raging tornado of change.
We need to go beyond technology and data to reach human insight and wisdom”
-Leonhard, 2016-

Rabu pagi itu, Dian untuk kesekian kali memeriksa isi tasnya. Tiket kereta api Surabaya-Bandung siap; uang insyaAllah cukup; baju ganti ada; dan yang pasti make up tidak boleh ketinggalan.  Dian menghela nafasnya sambil tersenyum, ada rasa tidak menentu bergejolak dalam hatinya. Setelah berpamitan, Ia genggam erat tangan putrinya lalu berkata, “Bandung, We’re coming!”.

Perjalanan Jember-Surabaya, dilanjut Surabaya- Bandung pasti terasa melelahkan untuk sebagian orang. Tapi semangat mencari ilmu membuat Dian melupakan rasa lelahnya itu. Beruntung Ia didampingi putrinya yang sabar dan selalu menyemangati sang Bunda demi menjemput asa.

Lalu, masih adakah yang meragukan militansi emak-emak? Jangan, karena ternyata banyak Dian-Dian lain yang berkumpul di Café Kopidome-Bandung, tanggal 9 Maret 2019 lalu. Selang sehari dari peringatan hari perempuan sedunia, komunitas Perempuan BPS Menulis (PBM) menyelenggarakan sebuah seminar Jurnalisme Data. Sebuah temu muka anggota PBM, setelah selama ini hanya berkomunikasi dan berinteraksi melalui Whatsapp.

Whatsapp adalah media untuk mendekatkan, jarak bukanlah halangan untuk berkomunikasi dan bekerjasama. Diawali Nurin Ainistikmalia, perempuan BPS yang bertugas di Kabupaten Tana Tidung-Kalimantan Utara, yang berinisiasi untuk membuat sebuah komunitas hingga lahirlah Perempuan BPS Menulis (PBM) tanggal 28 Januari 2018. Walaupun bekerja nun jauh dari ibukota, Ia menyadari bahwa BPS di seluruh penjuru nusantara memiliki banyak perempuan-perempuan yang mencintai literasi. Mereka perlu wadah untuk menggali potensi, melahirkan karya-karya, dan mengembangkan kapasitasnya.

Usia PBM mungkin baru seumur jagung, namun kiprahnya tidak perlu diragukan lagi. Setidaknya sudah 28 kali seminar daring (online) diselenggarakan PBM sampai hari ini, baik untuk peminatan Media Sosial, maupun Opini/Jurnal. Bisa dikatakan komunitas ini adalah pioneer metode seminar daring dengan menggunakan aplikasi Whatsapp di kalangan BPS selindo.

Masih lekat dalam ingatan judul seminar daring pertama PBM, “Mengapa Statistisi Harus Menulis?”. Seminar tersebut digelar tanggal 28 Januari 2018 dengan narasumber Bapak Iswadi. Pak Didi, begitu beliau akrab dipanggil, dikenal sebagai salah seorang pegawai BPS yang  telah melahirkan banyak karya tulisan. Tema tersebut sangat sesuai dengan semangat BPS yang medorong pegawainya untuk aktif menyuarakan data-data statistik ke penjuru negeri.

Untuk merayakan miladnya yang pertama, PBM menggelar seminar luring (offline) untuk pertama kalinya. Sebuah acara ‘kopi darat’ yang diharapkan bisa menjadi ajang silaturahmi sekaligus majelis ilmu. Menghadirkan seorang penulis yang telah memiliki banyak karya, dosen jurnalistik UNPAD yang juga merupakan founder dari Forum Lingkar Pena (FLP), Ibu Maimon Herawaty.

Ibu Maimon dalam sesi seminarnya menyampaikan dua materi yaitu, Teknik Dasar Menulis dan Interdepth Jurnalism. Ada tiga teknik mendasar dalam membuat tulisan yaitu, menulis tanpa henti; mengedit dengan berani; dan membaca dengan hati. Menariknya, Bu Maimon meminta peserta untuk mengetik pada aplikasi Word dengan latar putih dan font putih. Peserta diperintahkan untuk menumpahkan semua yang ada di dalam kepalanya dan tidak berhenti mengetik sebelum semua yang ada di dalam kepalanya tertuang. Ini adalah teknik menulis tanpa henti, tidak boleh berhenti untuk memperbaiki.  Sebagai penulis yang banyak pengalaman Bu Maimon tahu persis bahwa kebanyakan dari kita adalah kritikus paling kejam atas karya kita sendiri. Jika dibiarkan, maka kita tidak akan pernah bisa menghasilkan tulisan. Menulis pada kertas putih dan font putih menghindari kita berhenti sebelum selesai.

Salah satu tips lain yang diberikan Bu Maimon adalah cara membangun suasana. Salah satunya adalah dengan memutar lagu-lagu yang sesuai dengan mood tulisan yang akan kita buat. Tips dan trik yang disampaikan seolah mengajak peserta untuk menikmati proses menulis, menjadikan menulis  sebagai sebuah aktivitas yang menyenangkan.

Beranjak pada level selanjutnya, interdepth journalism. Bu Maimon mengakui bahwa BPS memiliki kelebihan yang tidak banyak dimiliki oleh orang lain, yaitu data. Interdepth journalism mustahil dilakukan tanpa riset dan data.  Pegawai BPS sebagai pemegang “top notch” data, harus bisa memanusiakan angka. Bagaimana agar angka yang dimiliki BPS menjadi informasi yang menarik dan mudah diterima.

Kemampuan tersebut sangat penting untuk dikuasai, apalagi karena Sensus Penduduk 2020 (SP2020) sebentar lagi!. Dalam kesempatan seminar tersebut dihadirkan pula Bapak Nashrul Wajdi untuk menyampaikan materi tentang SP2020. Kakak Acul sapaan akrab beliau, menjelaskan bahwa ada yang berbeda dari sensus penduduk kali ini, yaitu penggunaan Metode Kombinasi. Sebuah metode yang berbeda sehingga membutuhkan pendekatan dan strategi yang berbeda pula.

Perbedaan ini muncul karena adanya perubahan. Perubahan jelas mengganggu kenyamanan, namun perubahan adalah sebuah keniscayaan.

Kita harus sadar bahwa perubahan yang terjadi di dunia saat ini bukan lagi bersifat linier tapi eksponensial. Apa yang terjadi di masa depan bisa diprediksi tapi tidak secara linier, tapi secara eksponential. Kalau kita tidak bisa mengantisipasinya, kita akan terbawa oleh perubahan bukan menjadi bagian dari perubahan. PBM sebagai bagian dari perubahan yang terjadi di BPS harus mengambil peran, terutama untuk menggaungkan SP2020. “Because, you are a central point in the raging tornado of change”. 

Mengimbangi isi materi yang padat dan sangat berisi, panitia mengisinya dengan berbagai hiburan dan permainan. Hadiah yang disediakan pun cukup banyak, hingga diakhir acara semua peserta mendapatkan hadiah dan kenang-kenangan. Bonusnya, panitia menghadirkan solois ukulele-seniman musikalisasi puisi, Miranti Dewi. Beberapa lagu gubahannya yang manis dan easy listening berhasil menghibur dan menghangatkan suasana. Betul-betul rancangan yang ciamik, mempertemukan perempuan pecinta literasi yang berkiprah pada media yang berbeda. 

Tidak ada pesta yang tak pernah usai. Acara ini pun harus berakhir. Berakhir tapi bukan untuk yang terakhir. Semoga acara-acara seperti ini bisa menjadi obor para perempuan BPS pada umumnya untuk selalu “mengukir karya, berbagi asa, menginspirasi sesama”. Semoga!

You Might Also Like

Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.



2 komentar