Parenting

-32- Matematika Itu Menyenangkan Lho!

Thursday, January 19, 2012

     Entah mengapa, matematika terlanjur menjadi momok yang menakutkan dalam anggapan banyak murid. Pun saya, yang sebenarnya, sejujurnya, dan sesungguhnya tidak menyukai mata pelajaran ini. Masih saya ingat saat-saat  kelulusan SMA dulu, betapa saya begitu berbahagia terlepas dari saat-saat menjemukan bersama matematika. Saya terpaksa memilih kelas IPA, karena dibandingkan matematika, saya lebih tidak suka pada pelajaran ekonomi. Jika pada akhirnya saya masuk Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) itu lain cerita. Sungguh, saya tidak pernah bercita-cita menjadi matematikawan apalagi statistisi. Saya harus memenuhi janji kepada bapak untuk mencoba tes ujian masuk STIS setelah tidak lolos seleksi menjadi calon mahasiswi kedokteran dan tidak bisa menembus kampus UGM untuk menjadi ahli kimia seperti cita-cita saya semula.
       
            Matematika juga menjadi kekhawatiran tersendiri bagi kebanyakan orangtua terhadap anak-anaknya. Begitu yang saya rasakan terhadap beberapa orangtua yang menitipkan anak-anaknya ke tempat kami, Bintang Kelas. Biasanya mereka akan berkata seperti ini:
"Mbak, tolong ya. Anak saya ini lebih banyak dipantau di matematikanya"
atau
"Bahasa inggrisnya ya mbak..."
belum pernah ada orang tua yang mengatakan: "Mbak, belajar IPS sama Bahasa Indonesianya minta jam tambahan ya. Anak saya kurang sekali pengetahuan sejarah dan belum pandai mengarang....".Wah, hebat sekali rasanya kalau ada orangtua seperti ini. ^^.

Masih ingat rumus-rumus ini?
         Belajar dari pengalaman pribadi, saya pun tahu sedikit tentang mengapa saya tidak suka matematika. Saya tidak terlalu menyukai pelajaran ini sebab seringkali saya tidak tahu untuk apa saya belajar begitu banyak rumus yang memusingkan kepala. Saya tidak tahu mengapa saya harus mempelajari sudut, sin-cos-tan dengan sederet rumus yang harus saya hafalkan diluar kepala. Saya tidak tahu mengapa saya harus belajar integral dengan cacing-cacing yang bergerombol sangat banyak. Saat SD dulu, entah karena saya yang tidak paham atau guru yang kurang mampu memahamkan, saya tidak mengerti mengapa saya harus belajar luas prisma, kerucut dan berbagai benda yang tidak bisa saya bayangkan dalam wujud nyata. Saya seringkali berfikir, apakah semua rumus ini akan berguna bagi saya di kehidupan akan datang?

             Sebenarnya ada lagi pelajaran yang saya tidak mengerti saat sekolah dulu melebihi ketidakmampuan saya memahami matematika yakni fisika. Saya benar-benar tidak paham mengapa saya harus belajar kalor, celcius, farenhait, beban benda, jauh lemparan dan sebagainya. Tapi kali ini kita berbicara tentang matematika dulu ya!.

             Saya juga punya pengalaman saat duduk di bangku SMP. Waktu itu kami pernah remedial ulangan matematika, tidak ada yang mendapatkan nilai di atas 5. Kami semua bingung bahkan saat menghadapi soal remedial, bukan hanya saya tapi satu kelas yang bingung, tidak tahu bagaimana cara menyelesaikan soal-soal tersebut. Apa benar kami yang salah karena terlalu bodoh ataukah guru yang tidak bisa memberikan pemahaman yang baik kepada kami?

   Inilah sedikit jawaban yang saya dapatkan dari sebuah buku Ariesandi Setyono berjudul 'Cara Jenius Belajar Matematika'.
Ternyata tanpa disadari, selama ini ada beberapa anggapan yang dipengang turun temurun dan masih tetap dianggap sebagai satu-satunya cara mengajar. Inilah beberapa anggapan tersebut:
1. Siswa dianggap sebagai penerima pasif informasi. Mereka datang, duduk manis dan mendengarkan guru menyampaikan informasi.
2. Guru adalah sumber pengetahuan. Para murid dianggap sebagai kertas kosong yang siap untuk ditulisi.
3. Matematika adalah suatu pelajaran yang dipelajari dengan hafalan.
4. Jika siswa berbuat kesalahan cenderung akan dihukum. Selain itu, hukuman/ancaman juga digunakan untuk menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan.
5. Nilai bagus diidentikkan dengan 'pintar' dan nilai jelek diidentikkan dengan bodoh.
6. Cara pemecahan soal harus sesuai dengan cara yang diajarkan guru. Jika tidak, siswa dianggap tidak menurut dan jawabannya disalahkan walaupun jawabannya benar.

        Saya akan membahas poin kelima saja. Masih menurut buku ini, anggapan kelima adalah anggapan 'omong kosong' dan egois dari orang-orang yang berpikiran sempit dan dangkal. Nilai bagus disekolah bukan jaminan 'nilai bagus' dalam menghadapi tantangan hidup yang sebenarnya. Lihatlah kembali Thomas Alfa Edison yang dikeluarkan dari sekolah dasar karena dianggap lambat berfikir atau Bill Gates yang drop out dari bangku kuliah. Walaupun tidak punya ijasah universitas, mereka bukanlah orang-orang bodoh.

Nikmatnya belajar matematika
         Nilai adalah sesuatu yang netral. Nilai adalah suatu umpan balik  bagi guru maupun orang tua, untuk mencari tahu bagian mana dari suatu materi yang belum dikuasai oleh murid. Bukan untuk mendiskripsikan ini murid pintar dan yang itu murid bodoh. Nilai mencerminkan hasil belajar mengajar di kelas. Jika semua anak sekelas mendapakan nilai jelek, tidaklah berlebihan jika orangtua lantas mempertanyakan kemampuan sang guru. Mampukah ia menyampaikan materi pelajaran dengan baik sehingga dengan mudah bisa dipahami dan dicerna murid-muridnya?


Lalu dimana letak menyenangkannya belajar matematika? baiklah, kita akan membahasnya di bagian selanjutnya. Sebab saya takut tulisan baik yang terlalu panjang akan menjemukan untuk dibaca, he..he..Insyaalloh di episode postingan selanjutnya ya...!

Silahkan melanjutkan membaca di Matematika Itu Menyenangkan Lho! (Bagian 2)



 Daftar pustaka:
Setyono, Ariesandi. Mathemagics Cara Jenius Belajar Matematika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta: 2006.
 Gambar dipinjam dari internet.

You Might Also Like

Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.



3 komentar

  1. Nilai adalah suatu umpan balik bagi guru maupun orang tua, untuk mencari tahu bagian mana dari suatu materi yang belum dikuasai oleh murid. Bukan untuk mendiskripsikan ini murid pintar dan yang itu murid bodoh. Nilai mencerminkan hasil belajar mengajar di kelas. Jika semua anak sekelas mendapakan nilai jelek, tidaklah berlebihan jika orangtua lantas mempertanyakan kemampuan sang guru.

    ReplyDelete
  2. berdasarkan pengalaman saya waktu sekolah dulu mbak, ternyata dari 20 orang teman sekelas saya tidak ada satu pun yang menyukai pelajaran ini. kalau menurut saya, ada beberapa sebab yakni karena sang pengajar yang terlalu monoton dan memang dari tahun ke tahun, abad ke abad matematika digambarkan sebagai sesuatu yang menakutkan. beberapa guru juga tidak menjelaskan untuk apa kita belajar integral, turunan, atau mencari fungsi - fungsi matematika. selama saya sekolah dari SD hingga SMP saya benar - benar tidak suka dengan pelajaran ini, salah satu faktornya ya karena gurunya. cara berfikir anak - anak dan orang dewasa tidak sama, jadi sebaiknya sebagai seorang guru yang punya banyak ilmu dan pengalaman gunakanlah cara yang disenangi anak - anak.dan ternyata suasana mengajar juga diperlukan dalam pelajaran ini,, jangan sampai matematika yang terkenal angker dari Zaman dulu terbukti dizaman ini. ada lagi pengalaman saya waktu SD, ketika saya salah satu kali selama pelajaran metematika ternyata selamanya saya dianggap bodoh oleh guru saya. padahal tidak ada 1 orang pun yang bisa perkalian dikelas itu selain saya, ternyata telak sekali cara guru saya waktu itu. saya tidak menyalahkan guru sebagai penyebab karena tidak semua penyebab datangnya dari guru, anak didik juga ternyata ikut ambil bagian. ada salah satu teman saya yang benar - benar tidak suka pelajaran ini, hanya karena dia tidak suka berhitung. sampai - sampai dia menghindari matematika dan masuk di Jurusan IPS di perguruan tinggi, padahal kalau disadari, matematika itu digunakan dimana. karena matematika bukan hanya angka, perkalian, rumus, penjumlahan, pengurangan, pembagian dan lain sebagainya tapi ada ilmu logika didalamnya yang tidak mungkin kita berfikir dalam kehidupan sehari - hari tanpa logika. matematika tidak akan sulit atau menakutkan, angker kalau kita tidak tahu ilmu dan memahami isinya dan jangan lupa membuka hati untuk mempelajarinya.

    ReplyDelete
  3. @FARIDA curhat nih ya? kalau diteruskan dah bisa jadi satu tulisan tuh ^^. Setuju banget dengan apa yang Ida tulis, nah sekarang coba belajar jadi guru yang baik ya....:)

    ReplyDelete