Cinta

-22- Pemuda Bercahaya & Makmum Wanita Cantik

Friday, November 25, 2011



Di Jakarta, waktuku seringkali habis di jalan. Bagaimana tidak, Jakarta adalah kota macet yang parah. Lalu lintas disini seringkali tidak bersahabat. Kopaja yang ugal-ugalan, bus yang garang, kereta api yang penuh sesak dan lebih mirip tempat pemanggangan manusia. Disini, aku dipaksa untuk bisa berjalan dengan cepat, sigap dan tangkas. Bilamana kita ingin bepergian menggunakan bus, kadangkala kita harus berlari-lari kecil bahkan berlari cepat untuk mengejarnya. Bilamana kita bepergian menggunakan kopaja, kita harus bersiap dengan hati-hati saat melangkahkan kaki untuk turun, tidak ada supir kopaja yang benar-benar berhenti ketika menurunkan penumpang. Aku pernah hampir terpelanting saat melangkahkan kaki turun di awal-awal kenal dengan kopaja. Satu hal yang kuketahui setelah peristiwa itu adalah ‘gunakanlah kaki kiri terlebih dahulu ketika ingin turun dari kopaja yang sedang melaju’. Kereta api pun demikian, terlebih kereta api listrik ekonomi seharga 1000 rupiah, kita harus berjuang hebat untuk dapat masuk ke dalamnya dengan berdesak-desakan dan dorong-mendorong yang kuat. Sampai di dalam, kita masih harus berjuang menjaga barang bawaan, dan berjuang di tengah himpitan manusia, termasuk berjuang untuk mendapatkan udara serta memperhatikan secara seksama stasiun yang telah di lewati agar dapat berhenti di stasiun yang di tuju.  

Dari ketiga jenis angkutan yang kusebutkan tadi, untuk bepergian jauh seperti ke depok, bogor ataupun bandung aku lebih senang memilih menggunakan kereta api. Selain hemat, cepat juga bebas dari macet. Sayangnya, tidak semua tempat bisa di datangi dengan kereta. Maka, di hari itu, aku memilih pergi menggunakan kopaja. Tidak seperti biasanya, kopaja yang kunaiki kali ini, sepi penumpang. Banyak tempat duduk yang kosong, dan aku lebih suka memilih tempat duduk di pinggir jendela. Saat aku ingin mendekati bangku kosong di bagian tengah, mataku terkesiap oleh sebuah pemandangan yang tidak biasa. Aku melihat sebuah cahaya terang di bagian bangku belakang. Karena penasaran akupun berjalan kearah cahaya tersebut. Kudapati seorang pemuda dengan wajah bercahaya dan sangat menawan. Pemuda tersebut duduk tepat di samping jendela, ia pun menyapaku dengan ramah. Entah mengapa, tiba-tiba saja aku tertarik untuk berkenalan lebih jauh dengan pemuda bercahaya itu, akupun menawarkan diri untuk duduk di sampingnya. Kami larut dalam obrolan panjang selama dalam perjalanan, ia seorang pemuda dengan aura yang luar biasa. Aku merasakan sebuah ketenangan tiada tara ketika berbincang bersamanya, seolah semua beban dan masalah yang kuhadapi menjadi begitu ringan.
Tidak terasa, aku sudah hampir sampai, sayang sekali percakapan kami harus terhenti. Aku pun mempersiapkan diri dan berdiri. Di saat itulah, ketika aku hendak meninggalkannya, baru kusadari, ternyata pemuda bercahaya itu, seorang pemuda yang tidak sempurna fisiknya. Pemuda bercahaya itu tidak punya kaki. Ia pemuda cacat!.
--
Sementara itu, di tempat lain dengan waktu yang berbeda, seorang pemuda lajang terkaget-kaget atas apa yang baru saja dia lihat. Dia masih waras, tentu saja diapun masih ingat ketika ia hendak sholat tadi, ia benar-benar memulainya seorang diri, tanpa makmum. Kalaupun ada yang mengikut, pastilah teman laki-lakinya atau bisa jadi orang lewat yang hendak sholat. Namun kini, ia terhenyak tidak tahu berkah apa yang sedang diturunkan langit kali itu, ketika ia mengucapkan salam pertama ke kanan, di dapatinya seorang makmum wanita. Ya…. Seorang makmum wanita yang cantik, seseorang yang tidak asing baginya. Ia, teman kampusnya. Seseorang yang bahkan tidak pernah terbersit melintas di fikirannya, jangankan melintas, memikirkan namanya saja sudah terlampau berat. Siapakah aku yang hendak berfikir tentang wanita setinggi dan sehebat dia? Fikirnya kala itu.
--
Aku duduk di atas dipan kamarku, hatiku…. Rasanya begitu tenang dan damai, sebuah perasaan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Pemuda bercahaya yang kutemui tadi, nampak begitu nyata. Siapakah dia? Siapa dia sebenarnya?..
--
Pemuda yang baru saja menjadi imam sholat seorang wanita cantik, merasa belum begitu yakin dengan apa yang baru saja dialaminya. Di ambilnya buku wisuda angkatan, dibukanya dengan tergesa halaman demi halamannya. Ketika sampai pada sebuah foto seorang wanita berjilbab putih ukuran 3x4, ia mencoba mengingat-ingat. Yah, benar….aku tidak salah lihat…. Wanita ini….wanita ini yang tadi aku imami….
---
Dan seperti inilah akhirnya kami bertemu, tanpa direncana. Tanpa disangka, Subhanalloh... Allah telah memilihmu ... duhai pemuda bercahaya ... ^_^

You Might Also Like

Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.



0 komentar