Cinta

-290-Mari Kita Berlabun Dari Hati, di Pesisir Pantai Bali

Saturday, May 26, 2018


Sudah lama kita tidak berlabun,
bincangan kita tak lagi hangat,
yang ada, kita seatap namun seolah berjarak,
aku, kamu, tegak dalam masing-masing benak.

Bismillahirrahmanirrahim.

Terakhir kali yang kita cakapkan adalah perkara masa depan. Dengan lelehan air mata yang recik, lantang ku sampaikan kepada engkau, duhai pemuda yang telah mengisi kekosongan jiwa, "Bukan seperti ini gambaran masa depan yang kuinginkan."

Tetapi engkau, duhai pintu surgaku, hanya tergeming. Katamu, "Tidak! kali ini kau harus menurut, ini yang terbaik." Dan dua malam sesudahnya, aku hanya diam, dengan hati yang repih, mencoba untuk meresapkannya dalam-dalam. Belajar untuk menghamba hanya pada keikhlasan dan rida pada ketetapan. Aku hanyalah seorang patik Tuhan. Dan engkau, ialah gerbang menujuNya. 

Maka berjalanlah semua sebagaimana biasa, sejak engkau memberikan sedikit kelonggaran waktu untuk berpikir, ke Bromo semua seakan menjadi benderang. Di sana aku berjalan, merangkul aroma pekat, mendekap kabut, menghisap udara dingin lalu menggumuli sebenar-benar apa itu tujuan hidup, sebagaimana pesanmu yang sungguh serius kala itu, "Definisikan kembali, arti hidupmu."

Aih, sudah sekian lama pula sepertinya, jemari kita tak lagi bergandeng, setidaknya, barangkali, satu setengah tahun ke depan, adalah tafsiran hidup yang mesti kita maknai bersama sebagai hadiah dari Sang Pemilik Semesta. Aku yakin, engkau meresapinya dengan hal yang sama, kali ini kita pasti akan bersepakat. Akan ada lebih banyak waktu untuk menjalin kembali, kebersamaan yang sempat hambar terasa, ada saat di mana kita akan merekatkan kembali, tali kekang yang terasa mulai longgar. Akan kita jalani semua kesukaan yang dulu senantiasa kita rayakan dengan bergembira, 'bermain kecipak air di pantai' misalnya, hal yang telah lama kita tanggalkan, mari, mari kita berlabun dari hati, di pesisir pantai Bali. Mari Kak! mari kita lakukan itu, dengan bebas, dengan lepas dan senarai bahak membahana, seperti hari-hari indah yang dahulu pernah tercipta, yang kini tergerus oleh masing-masing angkuhmu, juga egoku. 

Mari Kak! mari! aku rindu suara beratmu yang penuh dengan pesan cita-cita, apa engkau mengingatnya, kali pertama kita berjumpa, aku telah jatuh hati pada suara pemuda dengan bumbung impian untuk dapat ku bawa dalam mimpi malam yang penuh romantika?. Aku merindukan waktu, di mana hanya ada engkau di sana, yang membuat aku mendadak rambang dan kacau sepersekian detik, lalu kembali, untuk menjadi seorang perempuan, dengan kejelitaan yang baru. 

Ataukah, selaiknya kita perlu menambah avontur dengan memesan sebuah tempat peristirahatan agar bualan kita terasa lebih panjang sampai waktu kokok ayam berbunyi? seperti di sini?  Kau sangat tahu, aku orang yang sangat praktis yang tak hendak melaun-laun, aku ingin segera!.  Dan hanya dengan satu kejapan, semua  pilihan peranginan tersedia di sini.


Lalu pagi kita berdentang, dan kau dapati gelas dan nampan-nampan penuh makanan telah berjajar, tanpa perlu gopoh aku siapkan, sementara aku akan sibuk berdandan, bersiap untuk kembali meniti pesisir, bersamamu, sampai bosan. Tidak ada lejar, tidak ada rodan. Kita akan riang berkelakar sampai matahari tenggelam. 


Mari Kak!, mari kita berbual!, mengosongkan waktu, di mana hanya ada aku dan engkau, di sana. 

Mari kita berlabun dari hati, di pesisir Pantai Bali. ~






You Might Also Like

Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.



0 komentar