Review

-157- Uhibbuka Fillah

Thursday, October 16, 2014


Aku ingin kau seperti ombak yang
tak lelah menyapa pantai
jangan membadai
Aku ingin kau penaka kerlip yang
menghangati
jangan membakari
Aku ingin kau selembut sendalu
jangan menderu

Abah, Uhibbuka Fillah

(kalimat pembuka penulis untuk abahnya)


Judul buku               : Uhibbuka Fillah
Pengarang                : Ririn Rahayu Astuti Ningrum
Penerbit                   : Wahyu Qolbu
Cetakan I                 : Jakarta, 2014


Bismillahirrohmanirrohim,

Bersyukur sekali setelah lama terkulai tak berdaya (hohoho ^^) menjalani target membaca buku plus review buku, sudah saatnya saya bangkit dari kubur kemalasan untuk memulai lagi. :). Iseng melirik banner IRC saya, kenapa tiba-tiba menghilang ya? oh no! 

Sebelumnya, saya harus terlebih dahulu meminta maaf kepada Mbak Ririn Rahayu Astuti Ningrum, karena sebagai pemenang kuis buku, saya sangat amat terlambat mereview novel  ini, :(. 


Seperti yang saya tuliskan di atas, novel ini ditulis oleh Ririn Rahayu, nama asli dari nama pena yang biasa ia kenakan Nimas Kinanthi. Di karya sebelumnya yang juga pernah saya review bukunya disini, beliau menggunakan nama pena. Kalau buat saya tidak jadi masalah, mau pake nama apa saja untuk identitas seorang penulis. Tetapi, mungkin ada baiknya jika Mbak Ririn memutuskan untuk memilih satu nama yang sama yang akan digunakan untuk karya-karya berikutnya. Ini penting, untuk menjaga agar pembaca mulai mengenal dan mengingat karya sekaligus nama tenar penulis. :)

Saat menerima novel ini, hal pertama yang menarik perhatian (selalu) soal cover. Saya harus banyak belajar seni design atau apapun itu untuk dapat menilai sebuah cover. Mulanya saya berpandangan bahwa sebuah karya seni itu masalah selera. Gambar yang acakadut, awut-awutan menurut pakar mungkin adalah sebuah keindahan, tapi bagi awam seperti saya ya hanya terlihat sebagai gambar berantakan yang tidak menarik. Sebaliknya, menurut saya gambar itu menarik, memikat, tapi menurut orang lain bisa jadi kebalikannya. Tetapi selain selera, tentu saja ada harus ada ilmu, pijakan dan teknik agar apa yang saya pandang menjadi objektif dan tidak bias. Jadi, saya putuskan untuk sementara agak berhati-hati menilai cover. Nah, untuk cover buku ini, saya rasa (menurut saya) sangat eye catching dalam hal pemilihan warnanya yang cerah dan mencolok. Jika buku ini berada dalam tumpukan rak, bisa jadi warna kuningnya yang dominan akan sangat memikat untuk segera menyentuh dan mengambilnya. :)

Nah, judulnya. Saya tidak tahu mengapa penerbit memilih judul Uhibbuka Fillah. Mengapa?? ah ya, saya sudah mengkonfirmasi penulis soal judul ini, yang ternyata tidak sama dengan judul yang pertamakali diajukan penulis. Judul ini memang kelihatan sama sekali tidak merakyat, tapi memberi kesan tegas dan lugas tentang pesan yang hendak dibawa oleh novel ini, romance, islami. Tentunya ini merupakan keberanian tersendiri yang patut diapresiasi, Design cover yang sederhana tanpa embel-embel gambar makhluk hidup (seperti yang biasa kita temukan di cover-cover novel) menambah nilai ketegasan itu, plus tulisan arab yang berbunyi Uhibbuka Fillah. Good job untuk desainer sampulnya, Mas Adam S Muhsinin. 

Novel ini adalah kisah manusia berbalut asmara, ide ceritanya sederhana, tidak begitu mengejutkan sebab kisah serupa (berulang kali) dikisahkan di berlembar-lembar kertas dan buku yang tiada habisnya dengan sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang yang berbeda itulah yang akhirnya menjadi pembeda. Apakah kisah itu hanya sekedar kumpulan fiktif belaka ataukah kumpulan kisah bertabur hikmah. Untuk saya, novel ini memiliki sudut pandang yang tegas tentang pilihannya di jalur yang kedua. Dan yang paling berkesan untuk saya adalah bagaimana penulis dapat bertutur dengan apik, diksi yang asing dan sulit tetapi indah dan mengena. "Sudahlah, jangan pernah bersandar pada cinta yang buta, labuhkanlah cinta pada zat yang hakiki, Allah yang Esa", kira-kira jika ingin disederhanakan, begitulah garis besarnya. 

Ah, soal rasa, cinta, gejolak hati, siapakah yang lebih tahu dibandingkan Allah sang pencipta? apatah lagi soal takdir dan jodoh? hari ini kita berpayah-payah mencintai si fulan, esok ternyata kita menikah dengan yang lain. 

hanya eja satu kata
namun berpunya selaksa makna
hadirnya bagai srimangati sambut sang permaisuri
lembut wajah terkasih pun perlahan memindai hati
ulas senyumnya bagai ainunjariyah berair suri
angan cedayam bersamanya terkantih pasti
indah terasa menduai hari dalam kecandan
ikrar janji setia dan sekata pun
suci terisbatkan
guratkan lukisan pelangi kelindan kehidupan
bersenyawa... hatta kelak maut meragungkan


Bagaimana rasanya jika cinta kita pada seseorang tidak berbalas? Memang sungguh menyakitkan. Namun, ini tidak terjadi pada Dana. Meskipun cintanya tak berbalas, ia tetap begitu tulus membantu Aini, gadis yang dicintainya, untuk menemukan cinta masa lalunya. Dana rela melakukan ini tak lain hanya karena ingin melihat orang yang dikasihinya bahagia. 

Aini, seorang gadis yang sangat teguh menggenggam janji dari kekasih masa kecilnya, Hasan. Ia begitu yakin bahwa Hasan akan menemuinya kembali setelah mereka terpisah sejak Hasan lulus SMP lebih dahulu. 

Waktu terus berputar, komunikasi antara Hasan dan Aini terputus. Kini, Aini tidak tahu di mana Hasan berada. Cinta tulus yang dihadirkan Dana tak mampu menggantikan kesetiaan cinta Aini pada Hasan. Hingga akhirnya, hanya waktu dan takdirlah yang mampu menjawab kisah cinta segitiga mereka. 

****

Well, Saya akui agak sulit membuat cerita bernafaskan islami, bukan soal islaminya, tetapi pesan keislamannya. Islami memang tidak harus dibungkus dengan cerita yang isinya manusia-manusia malaikat tanpa cacat. Begitupun para tokoh yang ada di dalam novel ini. Mereka adalah manusia yang tertatih-tatih mengeja makna cinta. Agak aneh jika melihat orang-orang yang telah mengetahui hukum-hukum syara' kemudian dikisahkan di novel ini -menjalin kasih-. Meski dengan media bersurat-suratan, tetapi itulah fakta yang bisa dengan telanjang mata kita saksikan saat ini. Apalagi dengan berjamurnya media komunikasi. Begitulah wujud syeithon menggoda iman manusia, dengan memperindah segala macam hal-hal duniawi. Seorang perempuan berjilbab panjang rapi, menunduk jika bertemu lawan di jalan, tetapi gemar mengumbar foto selfie di dunia maya, lantas berhaha-hihi dan mengobral percakapan bablas arah. Para lelakinya juga tak ada bedanya. 

Potret kehidupan pergaulan antara lelaki dan perempuan dapat kita saksikan dari kisah Aini, Hasan dan Dana yang kemudian terlibat kisah segitiga asmara. Aini yang begitu mencintai Hasan sehingga rela menunggu bahkan untuk waktu yang tidak pernah jelas akhirannya, Dana yang begitu mencintai Aini hingga rela mengorbankan waktu sekaligus tenaga mencari keberadaan Hasan. Dan kemudian Hasan yang ternyata memiliki kisah percintaannya sendiri. Semuanya terasa rumit jika berurusan dengan hati dalam pandangan manusia. Tetapi jika hati itu senantiasa dinisbatkan lillah, karena Allah, maka jalan keluarnya akan mudah. Itulah akhir membahagiakan dari kisah mereka bertiga. Penasaran? penasaran? penasaran? baca saja novel ini yak... :). 

Selain diksi Mbak Ririn yang memikat, tutur katanya saat mengisahkan setting tempat juga menarik. Hanya satu yang kurang saat saya membaca novel ini. Feelnya mana feelnya? itu lho.. semacam perasaan yang dibawa dari novel ini ke pembaca. Saya tidak bisa merasakan itu ya? rasanya biasa-biasa saja, datar-datar saja? *toyor kepala sendiri :). In sha Allah, setelah jam terbang meninggi dan Mbak Ririn semakin giat berlatih, kemampuan itu (membawa pembaca sampai kebawa banget-nget-nget ke ceritanya) bisa terwujud. Amin.. 

Sukses selalu untuk Mbak Ririn, ditunggu karya berikutnya, dan gratisan kiriman bukunya lagi ya #eh. :)







You Might Also Like

Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.



3 komentar

  1. Betul mbak, gak mudah membuat kisah yang betul2 islami dalam bentuk novel atau bahkan juga film. Yang ada saat ini masih belum full syar'i, tapi mudah-mudahan ini proses ya mbak, suatu saat banyak kisah2 islami nan syar'i diceritakan dalam novel dan film, aamiin.

    ReplyDelete
  2. Betul mbak, gak mudah membuat kisah yang betul2 islami dalam bentuk novel atau bahkan juga film. Yang ada saat ini masih belum full syar'i, tapi mudah-mudahan ini proses ya mbak, suatu saat banyak kisah2 islami nan syar'i diceritakan dalam novel dan film, aamiin.

    ReplyDelete