Fiksi

-121- Prompt #20: Lelaki Setengah Nyawa

Thursday, July 11, 2013

Credit


Masih ku ingat, saat pertama kali bertemu Mira, gadis berjilbab merah muda di sudut teras masjid kampusku. Matanya dan mataku, bersitatap tanpa disengaja. Hari itu, untuk pertamakalinya aku merasakan sebuah desiran lain dihatiku, aku menikmati tatapannya yang hangat. Hari itu, untuk pertamakalinya juga aku bisa melihat sosok selain Neng Zakiyah. Neng Zakiyah, gadis yang namanya telah tersimpan lama di hatiku, teman masa kecilku, putri Kiai Anshori, tempat dimana aku pernah menimba ilmu.


“Menikahlah denganku, Mira…”. 


 Suatu senja di sudut teras masjid, di tempat yang sama saat pertama kali kami bertemu, aku memberanikan diri melamar Mira. Mira yang kala itu bersama seorang teman perempuannya, terus menunduk dan diam. 



“Datanglah ke rumahku Mas, temui orangtuaku…”

Sesederhana itu saja, dan dua minggu kemudian pernikahan kamipun dilangsungkan. Dengan persiapan yang sederhana, tanpa pesta meriah dan baju pengantin yang wah. Aku menggunakan baju jas yang dulu pernah ku kenakan saat perpisahan di SMU, sementara Mira menggunakan busana kebaya putih pinjaman dari sahabat karibnya. Umurku saat itu 21 tahun, dan Mira baru saja berulangtahun ke-20. Mira dengan riasan tipis, tampak begitu cantik saat bersanding di dekatku seusai akad. Aku tertawa geli, saat menyaksikan Mira yang hampir terus-terusan mengusap wajahnya dengan tisue. “Mira malu mas, Mira kelihatan kayak topeng monyet ya?”

***


Setelah jeda yang begitu lama, lelaki itu menghabiskan isi gelasnya dengan sekali tegukan.


“Mas…”, perempuan bermata sembap itu mencoba membuka percakapan.


Tak ada suara, tak ada balasan. Lelaki itu bergeming.


“Mas…”, perempuan itu beringsut, menjatuhkan badan, duduk menghamba, dengan gemetar hendak merengkuh telapak kaki lelaki yang begitu dicintainya, air matanya jatuh, satu-satu.


“Jangan…”, lelaki itu membalikkan badan, menyentuh pundak sang perempuan dengan segera.


Laiknya adegan drama yang diperlambat, lelaki itu merangkulkan tangannya, perlahan, mendekatkan wajah sang perempuan yang tak berani menatapnya, ke dadanya.


“Ma-af”, bibirnya kelu, gemetar.


“Maafkan aku, a…ku belum mampu, melupakan Mira”


“Tidak. Akulah yang terlalu Mas, aku terlalu cemburu”


“Tidak. Akulah yang tak mampu melihatmu… Aku, yang masih sering membanding-bandingkanmu”, malam ini, bulan sabit seolah menjadi penghias bagi sepasang kekasih yang beradu dalam tangis, saling menyuarakan isi hati.


“Bagaimana kalau besok kita mengunjungi Mira Mas?”, senyum sang perempuan kini mengembang, tak ada malam yang lebih damai dibandingkan malam ini.


Lelaki itu menyentuh pipi sang perempuan yang kemerahan, mengusap bekas airmatanya. Memejamkan mata, mendaratkan sebuah ciuman di dahi sang perempuan yang hangat, cukup lama.


“Kau yakin, tidak apa-apa?”


“Iya…” senyumnya kembali mengembang, kali ini lebih manis.


“Baiklah, besok kita akan pergi ke makamnya”, lelaki itu membalas senyuman, mesra. Menurunkan dagu, menghembuskan nafas, kemudian membisikkan sebuah kalimat di telinga sang perempuan. 

"Terimakasih, Zakiyah..."











You Might Also Like

Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.



26 komentar

  1. Ending yang tak terduga.. Keren ueeyy... ^^

    ReplyDelete
  2. Kayaknya endingnya lebih asyik kl berhenti di kalimat yang ada makamnya. Karena agak aneh mereka mesra-mesraan padahal sebelumnya dingin. Kayaknya adegan itu enggak lebur gitu.

    ReplyDelete
  3. @noichil

    Siapa? maksudnya penulisnya yang manis ya? #geer..^^

    ReplyDelete
  4. @Evi Sri Rezeki Terimakasih masukannya Mbak. Iya Mbak, saya sudah coba baca ulang lagi, masukannya baik sekali, saya sedang memikirkan ulang dialog yang pas agar di ending tetap kebaca tentang Zakiyah. Atau mungkin Mbak ada saran dialog?

    ReplyDelete
  5. Eh, iya. Ini kayaknya mending dipotong bagian mesra-mesraannya.

    ReplyDelete
  6. @Evi Sri Rezeki
    setuju dengan mba Evi. lebih pas kalau sampai makam itu saja.

    ReplyDelete
  7. @ry24

    Okeh,,, yang sekarang sudah saya benahi,,,

    ReplyDelete
  8. Ini jadinya akhirnya nikah sama mira lalu setelah mira meninggal menikah dengan zakiyah ya? Agak lola nih saya. Hehe

    ReplyDelete
  9. hehehehehe iya nih, dapet duaduanyah :D. setuju sama mbak evi juga :)

    ReplyDelete
  10. endingnya ga terdugaaaaa yaaaa :) huhu ada sisi islami juga aku suka, cuma ga happy ending :(

    ReplyDelete
  11. @Karryna

    Betul sekali Mbak,, seperti itu ceritanya... :)

    ReplyDelete
  12. @na' Hehe... iya Mbak, semoga gubahan yang sekarang lebih pas,, :)

    ReplyDelete
  13. :) pengertian, kebesaran hati dan keihklasan..

    memang beda pernikahan sama pacaran ya mbak :D

    ReplyDelete
  14. ng... buatku ceritanya manis tapi twistnya kurang asik :)

    ReplyDelete
  15. Lelaki itu tak bergeming.

    bergeming = diam saja.

    tak bergeming berarti?

    ReplyDelete